056. Rubah & Bedebah
Ainaya tahu, rasa sakitnya menjadi Thaletha yang harus ditinggal oleh Sagara, di dalam jangka waktu yang cepat. Tapi jangan karena hal itu, sampai membuat Thaletha kehilangan arahnya. Thaletha boleh merasa kehilangan, tapi jangan sampai salah jalan, dan malah berubah menjadi berbeda dengan sosoknya yang dulu, Thaletha harus belajar mengikhlaskan kepergian orang yang sangat dia sayang.
"Tha, dengar—"
"Apalagi sih, Nay?! Udah lo cukup lah dengan sama drama lo, itu! Capek tau gue!" sentak Thaletha memotong perkataan Ainaya.
"Lo jangan sampai lupa, Tuhan. Itu aja sih, saran gue." kata Ainaya lalu gadis ini pun segera bergegas meninggalkan Thaletha sendirian di pemakaman ini.
Thaletha pun hanya bisa diam menyaksikan Ainaya yang semakin saat, semakin sirna dari penglihatannya. Ainaya itu sedikit benar, dia terlalu fokus pada dukanya, sampai tidak berusaha untuk bangkit kembali.
"Nay, sekarang gue yakin, lo nggak sepenuhnya salah, atas kematian Sagara, ini."
"Tapi tetap aja, setiap ngelihat muka lo, gue ngelihat kematian Sagara, di sana."
"Dan karena itu, gue tetap pilih jalan kebencian, yang gue punya untuk lo."
"I'm sorry, but i hate you."
Selang itu, Thaletha pun segera bergegas pergi dari tempat ini, dengan perasaannya yang tidak bisa di jabarkan melalui kata-kata, saking tidak karuannya.
.....
Ainaya sedikit membangkis karena hidungnya yang kemasukan debu. Kalau ditanya gadis ini sedang apa? Jawabannya, dia sedang membersihkan debu-debu yang menempel dan mengotori foto keluarganya yang terpajang di ruang tamu, tak hanya satu. Dan bahkan Ainaya juga sempat membersihkan bingkai foto yang terletak di rak sini.
"Tumbenan tuh foto-foto lo bersihin, ada apa gerangan?" tanya Rara. Cewek ini bertamu ke rumah Ainaya, di siang hari ini. Dan kali ini dia tidak membawakan makanan apapun. Malah justru dia yang menumpang makan di rumah Ainaya. Cuma ya karena Ainaya tidak adaa persediaan apapun kecuali mie, jadinya—ya— terpaksa Rara hanya disajikan mie Kari Ayam.
Ainaya menengok ke belakang seraya tersenyum, tetapi tangannya terus saja menggerakkan kemoceng. "Emangnya kalau gue lagi ngelakuin suatu hal yang jarang banget gue lakuin, itu harus ada apa-apa, ya?"
Rara meenyengir. "Ya nggak juga sih, hehe. Cuma kelihatannya kek aneh aja, gitu." cewek ini kemudian memasang wajah netralnya, dan mulai kembali menyantap mienya, sensasi kuah asin, pedas, menyaru di indra perasanya.
Ainaya menggeleng pelan melihat tingkah Rara, gadis ini lalu kembali lagi menatap figuran foto ini. Dia menaruh kemoceng di santalan paku, satu tangannya mengambil bingkai foto yang di dalamnya adalah foto Galang dan dirinya yang diambil saat keduanya sudah memasuki masa SMA.
"Lo tau, Ra?"
"Hm?" sahut Rara sedikit cuek, bukan cuek, karena dia sedang asyik makan. Koreksi!
Ainaya kemudian berjalan kecil ke arah Rara yang tengah duduk di sofa sambil menikmati mie-nya. Sesampainya, Aimaya segera terduduk di sebelah Rara dengan bertumpu kaki.
"Ini foto yang gue ambil sama Galang, pas Galang lagi dihukum pertama kalinya. Saat itu kebetulan gue lewat, dan lihat dia lagi hormat ke tiang bendera. Gue dengan bodohnya malah ngajakin dia selfie, haha." Ainaya menceritakannya kepada Rara, sedikit tergelak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ainaya 2 [DUNIA PENUH TOXIC]
Novela Juvenil[ SELESAI ] "Yang lemah, pasti kalah." -nurhmanis in Ainaya 2. "Jangan anggap aku obat, karena pasti aku juga, yang akan nyakitin kamu." -Brian Putra Adeon. "Semua bisa dimaafin, kecuali pengkhiatan, Brian." -Ainaya Putri Adinda. Dia...