030. Three (Last Day)
Kejadian semalam itu, dianggap mereka hanya sebagai angin yang lewat saja. Setelah Brian meninggalkan tempat itu bersama dengan Valethy, mereka semua bubar dari tempat menuju kamar masing-masing, Ainaya pertamanya mengganti baju Putri yang basah, lalu keduanya pun tidur, tak mereka berdua yang lainnya pun tertidur pulas, menganggap seakan tak terjadi apa-apa.
Mentari telah kembali menyinari hari ini. Itu artinya, ini adalah hari kedua sejak datangnya mereka ke kota Bali ini. Sesuai apa yang dikatakan oleh Sagara semalam, mereka akan menuju ke pantai yang paling mainstream dan tersohor di kota Bali ini.
Pantai Kelingking Beach, Nusa Penida.
Pantai itu terkenal dengan keasriannya, warna biru telur asin sangat identik dengan laut yang airnya terasa dingin itu.
"Ini masih jauh, apa? Huh capek banget gue." keluh Rara yang tampak sudah berkeringat
Mereka sedang menuruni anak-anak buah tangga yang kerasanya begitu panjang. Ya seperti itulah perjuangan mereka untuk bisa menikmati pemandangan bibir laut di bawah nanti.
"Tahan Rara, bentar lagi sampai, kok." sahut Sagara yang berada di paling terdepan.
Di belakang Sagara diikuti oleh Thaletha, ditambah Sejuk, lalu Najendral, ada juga Brian, di belakangnya tentu ada Ainaya yang setia menggandeng Putri, lalu ada Azka yang disusul Rara di belakangnya, kemudian dua barisan paling belakang diisikan oleh Valethy, paling belakangnya Gema. Cukup rincikan?
"Ngasoh dulu, ayo. Capek banget gue," rasanya sekujur tubuh Thaletha gempor. Sudah berapa lama mereka asyik menuruni ratusan anak tangga yang hanya berpegangan pada kayu. Untung ini tidak begitu licin, atau tidak bawah yang menjulang ini akan menjadi sangat ekstrim.
Saking semangatnya mereka bermenit-menit menyusuri anak buah tangga Pantai Kelingking Beach ini, yang cukup menguras tenaga, fisik, dan menghambur-hamburkan waktu.
Sampai tibalah mereka di penghujung titik akhir perjuangan mereka. Sebagai bonus dan hadiah atas usaha mereka, sebuah pantai yang asri, nan elok tersuguhkan untuk mereka. Sangat memuaskan sang indra penglihatan.
"Wow, so beautifull," kagum Rara, dia baru pertama kalinya menginjakkan kakinya di pantai ini.
"Akhirnya, rasa capek gue, terbayarkan, juga." Thaletha juga tak kalah takjubnya.
Sayang, pantai seindah ini benar-benar tidak ramai pengunjung. Hanya ada beberapa orang saja yang menjadi Turis, dan masyarakat di tempat ini.
"Ini tebingnya beneran kayak bentuk kelingking, ya." Sejuk melirik ke sekeliling, dia dibuat terbungkam oleh keindahan tempat ini.
Tentu, sebuah tebing dengan bukit memanjang, dan menjorok ke arah laut itu, benar-benar persis menyerupai jari kelingking, oleh karena itu tak heran kenapa tempat ini disebut Pantai Kelingking Beach. Tebing itu tampaknya sangat menjulang.
"Bayangin, gimana ya, kalau jatuh dari atas tebing itu." Rara bergudik ngeri, atas perkataanya sendiri.
"Jatuh dari atas tebing? Menarik juga." Ainaya berkata.
"Tolol!" makin Thaletha. "Jangan ngaco lo, Nay."
Ainaya menyengir. "Bercanda."
Mereka kini sedang berdiri tepar pesisir pantai, dengan pasir yang menjadi pijakan. Semilir angin menembus ke arah mereka secara halus. Suara ombak yang beradu dengan batu karang terdengar jelas di sepasang telinga mereka. Di bawah terik matahari.
"Eh, mau nyelam langsung nggak, nih?" Najendral sudah sangat tidak sabar.
"Yoi." sahut Sagara.
"Gue maunya itu, main seluncuran," Rara mengutarakan keinginannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ainaya 2 [DUNIA PENUH TOXIC]
Roman pour Adolescents[ SELESAI ] "Yang lemah, pasti kalah." -nurhmanis in Ainaya 2. "Jangan anggap aku obat, karena pasti aku juga, yang akan nyakitin kamu." -Brian Putra Adeon. "Semua bisa dimaafin, kecuali pengkhiatan, Brian." -Ainaya Putri Adinda. Dia...