BAB XI Gua Misterius

32 10 1
                                    

"Kita sudah jalan cukup lama Ren. Aku lelah, sedari tadi kita hanya berputar-putar."

Eila mendudukkan dirinya di bawah sebuah pohon. Ia meluruskan kakinya seraya menatap lemas Varen yang kini berdiri di depannya. Tubuhnya terasa begitu letih. Eila merasa kakinya bisa patah jika terus berjalan.

Varen menghela nafasnya, "Sepertinya kita tidak bisa keluar dari sini dengan cepat."

"Huft . . . Kita harus bertahan beberapa hari?" Varen hanya menggelengkan kepalanya.

Varen menunduk mengulurkan tangannya pada Eila. Ia tersenyum tanpa suara. Wajahnya seakan mengisyaratkan agar Eila bangkit dari posisinya.

"Tidak mau! Aku benar-benar lelah!" ucap Eila dengan wajah cemberutnya.

Varen kembali menegakkan tubuhnya. Ia tersenyum remeh menatap Eila. Sementara gadis itu hanya menyengitkan dahinya.

"Kenapa kau menatapku begitu?"

"Jadi, kau mau beristirahat dengan ular itu saja?"

Varen menunjuk posisi ular itu dengan kepalanya. Ular hijau itu melingkar cantik tidak jauh dari posisi Eila. Dari kejauhan Varen dapat mengetahui jika sang ular tampak kekenyangan. Namun, ia tidak bisa membiarkan Eila duduk di sampingnya.

"Apa?!"

Eila sontak menolehkan kepalanya. Gadis itu spontan bangkit dari posisinya tanpa mengalihkan pandangan. Tindakan Eila yang tiba-tiba membuat keseimbangannya hilang seketika. Tubuh mungil itu pun jatuh ke depan begitu saja.

Varen yang berdiri tidak jauh dari Eila lantas menahan tubuh mungil itu. Ia membawa Eila ke dalam dekapannya. Tanpa sadar, tangannya bergerak cepat melingkar di tubuh sang gadis.

Eila terdiam beberapa saat. Wajah gadis itu menempel pada tubuh Varen yang lanjang dada. Telinganya menangkap suara detak jantung Varen yang berdegup kencang. Perlahan ia mendongakkan kepala menatap wajah sang pemuda yang diam mematung.

"Varen . . . ," panggil Eila pelan.

Varen menundukkan kepalanya. Mata Varen bertemu dengan manik hitam milik Eila. Entah mengapa Varen tidak bisa mengalihkan perhatiannya. Mata indah dan wajah cantik itu seakan menghipnotisnya. Ia bahkan tidak berkedip sedikit pun lantaran tak ingin melewatkan kesempatan menatap wajah Eila. Jantung Varen semakin terpacu dengan cepat. Wajahnya juga terasa memanas dengan semburan merah di pipinya.

"Varen, apa kau baik-baik saja?" tanya Eila bingung.

Pertanyaan itu seakan mengembalikan kesadaran Varen. Pemuda itu lantas menjauhkan dirinya dari Eila. Varen bahkan memalingkan wajah lantaran merasa malu pada sang gadis.

"Varen, kau benar baik-baik saja?" tanya Eila lagi.

"Me-memangnya aku kenapa?!" balas Varen gugup.

"Apa kau sakit? Aku tadi mendengar jantungmu berdetak sangat cepat."

"K-kau bicara apa sih?! Aku tidak mengerti!"

Varen menatap bingung Eila tatkala gadis itu menyentuh tangannya. Eila meletakkan tangan Varen pada dada bidang miliknya.

"Apa kau merasakannya?!" Varen terdiam. Ia tidak bisa berkata-kata lagi menghadapi kelakuan Eila.

Eila kini beralih, membawa tangan kekar itu untuk merasakan detak jantungnya. "Milikku tidak secepat milikmu," ucap Eila menatap Varen.

Telinga Varen terasa semakin panas. Jantungnya juga seakan meledak. Varen tidak pernah merasakan perasaan ini sebelumnya. Sungguh rasanya ia ingin tenggelam lantaran rasa malu yang menggerogoti tetapi ia tidak bisa mengalihkan pandangannya dari gadis cantik itu.

ARKARA, Kembalinya Sang KesatriaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang