BAB XXIX Sekutu

12 6 5
                                    

Eila menghentikan kudanya melihat segerombolan warga yang tampak berkumpul di tengah hutan. Ia pun menatap temannya sebelum mendekati kerumunan itu.

Gadis itu terdiam. Ia terkejut melihat puluhan serigala tergeletak penuh darah. Luka pada tubuh serigala itu tidak seperti sebuah cakaran atau pun gigitan, melainkan goresan dari benda tajam. Beberapa anak panah pun terlihat menancap ditubuh serigala itu.

Matanya tak sengaja menangkap sosok manusia serigala yang tewas di antara kawanan serigala itu. Tanpa bicara, Eila berlari mendekati jasad manusia serigala itu. Air matanya menetes ketika melihat kondisi mengenaskan si manusia serigala.
Eila perlahan duduk di samping jasad itu. Diusapnya pelan kepala mahluk itu.

"Ma-maaf, maaf aku terlambat," ujar Eila. Radev menepuk pelan pundak Eila berusaha menenangkannya.

"Padahal kemarin tidak ada mayat binatang ini," ucap seorang warga pada warga lainnya.

"Hmmm, kurasa mereka menyerangnya semalam," ujar Aksa.

"Ayo Eila, kita harus segera menyusul mereka," bujuk Radev.

"Eila coba periksa tujuan terdekat," tambah Varen.

Eila mengangguk seraya mengusap air matanya. Gadis itu membuka lebar peta yang diberikan Radev. Rekan-rekannya pun mulai merapat untuk melihat peta tersebut.

"Kota Brata berada tak jauh dari sini. Ku rasa mereka akan ke sana," ujar Eila.

Merek mengangguk dan kembali pada kudanya masing-masing.

"Kak, jadi Kota Brata adalah tujuan terakhir kita?" kata Eila pada Radev.

Lelaki itu mengangguk, "Tetapi, jika kita dapat mencari informasi tentang keberadaan berlian putih mungkin kita bisa melanjutkannya."

Eila mengangguk paham. "Ini kak, aku kembalikan padamu," ucapnya seraya menyerahkn gulungan peta itu.

Radev tersenyum, "Ayo, kita harus segera kembali dan membicarakan langkah selanjutnya dengan guru."

Mereka lantas pergi meninggalkan pemukiman Suku Wairoko. Melanjutkan perjalanan untuk mendapatkan berlian terakhir yang mereka ketahui.

Setelah sehari semalam berkuda tanpa henti mereka pun tiba disebuah kota yang indah. Kota itu memiliki bangunan yang lebih kokoh dari pemukiman lainnya. Bisa dibilang kota ini seperti anak dari Kota Gantari, meskipun pada tepian kota masih ditemukan banyak gubuk.

Meski begitu setiap bangunan pada kota ini memiliki ornamen emas yang terpajang pada pintu masuknya. Dan tentunya ornamen emas itu tidak ditemukan pada rumah-rumah gubuk. Hanya ornamen batu berbentuk serupa yang menghiasi gubuk-gubuk tersebut.

"Ku harap kau tidak berpikir untuk mencuri ornamen-ornamen itu," bisik Varen menggoda.

Eila yang berada di belakang Varen pun lantas memukul pelan lelaki itu. "Aku tidak senakal itu!" ujar Eila geram.

"Kurasa dari sini kita harus berjalan" ucap Radev.

Mereka lantas turun dan menitipkan kuda mereka pada penduduk sekitar. Radev memimpin jalan melintasi rumah-rumah warga. Mereka dapat melihat para priyayi dan saudagar Kota Brata mengenakan pakaian yang indah dan elegan. Perhiasan emas pun turut menghiasi tubuh mereka.

"Penduduk kota ini terlihat lebih kaya dari Kota Gantari," ucap Eila kagum.

"Ya tentu, mereka memiliki tambang emas sendiri. Meskipun hasilnya selalu diserahkan pada kerajaan, tapi mereka memiliki keuntungan tersendiri," jelas Varen.

Eila sempat terpenganga dengan ucapan Varen, namun dengan cepat ia mengembalikan ekspresinya. Sempat terbesit dipikirannya untuk mencuri beberapa barang yang ada disini, namun niat itu ia urungkan. Saat ini misi yang diembannya jauh lebih penting dibandingkan keinginannya itu.

ARKARA, Kembalinya Sang KesatriaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang