16. SEMPAK ALVIN.

200 18 0
                                    

Kini Rea tengah bersiap untuk berangkat ke sekolahnya, cewek itu sedang sibuk mencari baju olahraga yang akan ia pakai nanti untuk pergantian jam pelajaran.

"Aduuh, di mana siih."

Ia melempar ke sana ke mari tumpukan kain yang sudah tertata rapih menjadi gundukan, bak anak gunung setinggi lutut.

"Nah, ketemu!"

Saat cewek itu akan beranjak meninggalkan tumpukan baju tersebut, sorot matanya beralih ke satu kain berbentuk segitiga yang memiliki motif Ultramen. Sepertinya Rea mengenali pemilik dari kain itu.

"Sempak Alvin!?"

Karena Rea khawatir jika pacarnya akan mencari benda tersebut, ia memasukannya ke dalam tas dan berniat untuk mengembalikannya setelah pulang sekolah nanti.

"Ra, lo PR yang dari pak Eko udah belom?" Tanya Ica.

"Yang mana?"

"Yang akhir pekan kemaren itu loh. Gue belom soalnya."

"Oh, matematika? Gue udah nih. Salin aja," ujar Tiara menyerahkan buku tugasnya.

"Beneran?"

"Biasanya aja langsung ngerebut lo."

"males nulis gue," Ica meregangkan tubuhnya.

"Nanti kena rotan bau tau rasa lo,"

"Bodo, paling memar doang,"

Atensi kedua mata cewek itu tertuju ke Rea yang baru memasuki ruang kelas dengan pakaian lesu.

"Hai, Rea." Sapa Tiara.

"Baju lo gak disetrika?" Tanya Ica.

"Oh, hai. Gak gue setrika tadi telat bangunnya."

Setelah mengatakan hal itu, Rea kembali berjalan menuju kursinya yang terletak di belakang kelas, meletakkan tasnya serta merapihkan baju lesunya.

"Re, lo PR yang dari pak Eko udah?" Tanya Ica.

Rea terdiam sejenak mengingat. "Yang matematika ya? Gue udah,"

"Sialan, nanti kalo ditanyain ada PR apa nggak, lo berdua jawabnya nggak ya."

'Wiu,Wiu,Wiu'

"Udah bel, Re. Si Alvin sama yang lain kok belum masuk," ucap tiara.

"Kayak gak biasanya aja, lo. Nanti lima belas menit kalo pak Eko udah di kelas juga pasti mereka pada dateng," Ica berkata seperti itu sambil membuka buku tugasnya.

"Rea! Gue kangen banget, Re!" Suara Alvin dari depan pintu kelas terdengar mendengung, ia berteriak sambil berlari ke arah Rea lalu memeluknya.

"Heh! Jangan di sini anjing, gue malu!"

"Bodoamat, lagian semalem gak ketemu, kan jadi kangen dielus sama lo." Ucap Alvin memeluk Rea dengan erat dan memejamkan matanya.

"Lepasin woi, kasian temen gue engap!"
Bentak Ica memukul punggung cowok itu.

Kemudian Alvin melepas pelukannya, mencubit gemas pipi Rea yang berisi.

"Tumben udah pada dateng," tanya Tiara.

"Gue pengin nerusin kerjas kerasnya om Budi soalnya," jawab David.

"Bapaknya Ica?"

David mengangguk lalu berkata. "Langkah pertama dan utama menjadi seorang pemuda Pancasila, kita itu harus disiplin dan bertanggungjawab,"

"Gak, penginnya punya lakik camat gue." Jawab Ica memutar bola matanya malas.

"Yaudah gue besok jadi camat,"

Alvin Anggara.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang