35.KEBAHAGIAAN.

111 14 0
                                    

Setelah pulang sekolah, para remaja itu diantar kembali ke rumah masing-masing, Alvin berpesan kepada sopir-sopirnya untuk mengantar dengan hati-hati, agar tidak terjadi sesuatu hal yang tidak di inginkan.

Begitu juga dengan Rea dan Reza, yang dengan setia Alvin antar ke tempat tinggal mereka.

Sesampainya di gedung apartemen Reza, kakak beradik itu sedikit merasa lega karena semua yang terjadi hari ini begitu menyenangkan, meski harus menjalani hari dengan kaki mereka yang pincang.

"Gue pulang dulu, nanti gue ke sini lagi," ujar Alvin menurunkan ke 2 remaja itu dari dalam mobilnya.

"Mau ke mana emang?"

"Ada urusan sama mama, bentar doang kok,"

"O-oh, ya udah. Hati-hati."

Alvin mengangguk pelan, lalu satu kecupan manis mendarat tepat di pipi gadis itu, kemudian menaiki mobilnya kembali dan beranjak pergi.

Perlahan langkah kaki Reza dan Rea memasuki gedung apartemen dengan pincang, membuat atensi beberapa para penghuni lainnya tertuju ke mereka.

"Kenapa kakinya, Za?" Tanya tetangga seapartemen Reza.

"Haha... biasa lah. Masalah remaja, ya udah kalo gitu, gue sama Rea permisi dulu." Ujar cowok itu singkat, kemudian melenggang pergi begitu saja.

Tetangga Reza hanya bergedik ngilu kala melihat kakak beradik tersebut kesusahan berjalan saat menuju lift. "Aneh." Gumamnya lalu melanjutkan aktivitasnya.

Saat sudah sampai di dalam ruangan mereka, tiba-tiba Rea merasakan getaran pada saku seragam sekolahnya.
Ternyata getaran tersebut berasal dari ponsel Reza yang akhir-akhir ini ia sita.

Sorot matanya tertuju ke user name HP itu, menunjukkan jelas nama 'mama cantik' pada HP Reza. Dengan segera, Rea menyerahkan ponsel tersebut ke Reza yang sedang asik membuat kopi.

"Bang, mama nelfon!"

Mendengar suara bariton dari adiknya, lantas cowok itu segera menghampiri Rea dengan kopi yang belum selesai ia buat.

"Tumben, ada apa ya,"

"Coba gih, angkat dulu." Rea memposisikan duduk di samping Reza, agar ia juga bisa berkomunikasi kembali dengan ibunya. Kemudian cowok itu menekan tombol 'terima' pada ponselnya.

"Hallo, mah, ada apa."

Tidak ada jawaban sama sekali, yang terdengar hanya suara isak tangis dari bu Lani kala mendengar suara yang sudah jarang ia dengar.

"M-maafin mama, Reza. Mama udah sadar sekarang,"

"Maksud mama apa sih?"

"Maafin mama, udah sering minta-minta ke Reza. Maafin mama udah memperbudak anak sendiri, mama nyesel, Za."

Mendengar perkataan itu, lantas kakak beradik tersebut menghembuskan nafas lega, penantian yang di tunggu lama akhirnya kini tercapai. Susah senang yang mereka jalani selama ini tidak sia-sia.

"... sekarang, mama mau minta izin ke kalian,"

"A-apa lagi, ma?"

"Izinin mama buat ke luar negeri, mama pengin pindah rumah, tapi mungkin biayanya belum cukup. Jadi, tolong izinin mama kerja di luar negeri ya, mama gak mau ngerepotin kalian lagi,"

"Pindah rumah? Bukannya rumah yang mama tempatin saat ini masih layak ya?"

"Layak kok, tapi mama risih, Re. Pak Ilham masih aja morotin uang mama sampai sekarang, makannya lama-lama mama tekanan batin, dan kepikiran buat pindah rumah ke tempat yang jauh,"

Alvin Anggara.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang