18.PERSAMAAN SAKIT.

164 23 0
                                    

Semua orang di ruangan IGD itu masih mencoba menghibur Rea agar ia tetap terjaga, Ica dan Tiara menahan air matanya agar tidak mengalir, sedangkan David, Destin dan Richo berusaha menghibur Rea agar cewek itu tidak terlalu larut dalam tragedi yang baru saja dialaminya.

"Re, bang eja keluar sebentar ya?" Izin Reza.

"K-ke mana... adek takut," keluh Rea meremas tangan Reza yang ia pegang.

"Mau ngambil kue buatan abang di bagasi mobil, katanya Rea tadi minta,"

"Tapi.... "

"Tenang, kami gak jahat kok." Ujar Ica menenangkan Rea.

Gadis itu hanya mengangguk nurut, kemudian Reza segera meninggalkan ruangan itu, berlari mencari Alvin di sekitar rumah sakit.

Ia melihat cowok itu sedang melamun di kursi taman sendirian, seperti ada rasa penyesalan yang amat mendalam bagi diri seorang Alvin.

"Vin," panggil Reza memposisikan duduk di sebelah Alvin.

"E-eh?"

"Gakpapa, namanya musibah gak ada yang tau,"

"G-gue gak tau, Za. Gue minta maaf... " Ucap Alvin gagap, tubuhnya masih gemetar dengan darah di tangannya yang mulai mengering.

"Maafin gue. Selama ini gue udah nyembunyiin identitas gue sama Rea," Reza mengusap punggung bosnya itu.

"Tapi kenapa?"

"Gue takut kalo salah satu dari anggota kita bakal cepu ke orang-orang di sekitar gue sama Rea,"

"Sejahat itu lo jadi abang?"

"Gue emang jahat, Vin. Nelantarin adek gue di rumah sederhana sedangkan gue tinggal di apartemen yang bisa dibilang luas... "

"Lo... masih belum bisa move on kan, dari Calista?" Tanya Reza mengosongkan pandangannya ke arah depan.

Alvin terdiam, tidak berani menjawab pertanyaan yang Reza lontarkan.

"Gue udah denger pembicaraan lo sama adek gue di pinggir danau waktu itu,"

"M-maksud lo?"

"Waktu lo ngomong kalo sebenernya lo cuma kasihan ke Rea. Dan waktu kecelakaan, gue sebenernya ada di segerombolan orang-orang itu. Gue juga yang nelfon ambulans, tapi karena gugup, lo sama sekali gak liat gue."

Perlahan Reza mengeluarkan cairan bening dari matanya. Dia ingin marah, sungguh. Tapi apa manfaat dari marah itu sendiri jika semua sudah terjadi seperti ini.

"Waktu lo nganterin Rea ke rumah sakit, gue lari dari lorong buat nyamperin lo. Ngeliat lo yang tersungkur di depan ruang IGD sampai pada akhirnya dokter keluar, dan manggil nama gue, Reza addison."

Cowok disampingnya mulai merespon perkataan yang sedari tadi ia ucapkan.

"Tapi... Kenapa waktu itu lo gak langsung ke ruang IGD bareng gue?"

"Jarak lorong ke ruang IGD panjang, Vin. Gue udah berusaha lari tapi gue waktu itu lemes banget. Ngeliat adek gue yang bercucuran darah rasanya bikin dada gue sesak."

"Lo juga punya asma?" Tanya Alvin mendadak.

Reza mengangguk, lalu menjelaskan tentang Rea yang belum diketahui Alvin.

"Satu lagi yang lo belum tau, nama panjang Rea bukan cuma Rea gracylani. Tapi ada nama belakang gue juga di nama itu."

Alvin sedikit menyatukan alisnya. "M-maksud lo?... Rea gracylani addison?"

Lagi-lagi Reza mengangguki perkataan Alvin. "Anak dari mama Lani sama ayah Adi."

"Tapi kenapa waktu itu gue sama Rea pergi ke Jawa tengah, dan ayah yang ada di rumah itu namanya Ilham," Alvin semakin bingung dengan keadaan.

Alvin Anggara.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang