8

11.2K 400 8
                                    


Hi

H A P P Y R E A D I N G




Part 8

"Lun, kamu kenapa masih di sini? Kenapa gak ke ruang tengah?" Freya mengernyit saat melihat istri adik iparnya duduk sendiri di kursi taman belakang rumah.

Luna menoleh saat mendengar suara Freya, perempuan yang mau berteman dengannya selain Asha.

"Mbak Frey," gumam Luna pelan saat melihat Freya mendekatinya.

"Mbak Freya kenapa di sini?" Tanya Luna heran, ia melihat Freya tertawa lalu duduk di sampingnya.

"Aku tadi sebenarnya di panggil mama ke ruang keluarga. Tapi, aku lihat kamu lagi melamun di sini. Jadi, aku samperin deh. Siapa tau adik aku ini butuh bantuan." Ujar Freya sudah menganggap Luna adiknya sendiri. Freya tau bagaimana kerasnya kehidupan yang Luna jalani selama ini.

"Eh? Mending mbak ke ibu aja. Takutnya ibu nunggu." Ujar Luna takut-takut jika Sisil datang, Freya mengangguk, ia tahu jika Luna takut terhadap Sisil.

"Iya, tapi, kamu ikut juga."

Luna menggeleng, "enggak deh mbak luna di sini aja."

"Enggak! Pokoknya ikut, ayo." Belum sempat Luna membalas tangannya sudah lebih dulu menarik tangan kanan Luna membuat perempuan itu hanya bisa mengikuti langkah kaki Freya.

Sesampainya mereka di ruang keluarga tampak di sana sudah ada keluarga besar Wijaya. Kakek dan nenek yang duduk berdua, Sisil dan raga yang juga duduk bersama, lalu Regan bersama istrinya yang sedang hamil muda -asha. Randy yang duduk di sofa lalu menarik tangan Freya membawa wanita anak satu itu duduk dekat suaminya meninggalkan Luna yang berdiri sendiri. Ray dan Raja yang duduk di sofa berdua. Ray yang melihat kakak iparnya itu langsung mengambil sikap. Ia berdiri dari kursinya dan menepuk celana bagian belakangnya lalu ia memilih mendudukkan dirinya di kursi dekat keponakan-keponakannya yang masih kecil. Sisil yang melihat itu menatap ray tajam.

"Lun, tuh duduk di samping raja." Suruh ray, Luna gamang.

"En-ggak usah Ray, aku berdiri aja." Ujar Luna sopan. Ia tidak enak

"Cari muka," cibir salah satu sepupu perempuan raja, yang Luna ketahui bernama Emilia, sedari tadi perempuan berambut pendek itu menatapi Luna dengan sangat tidak ramah.

Ray menatap Emilia tajam. Sedangkan Emilia tidak perduli ia tetap terus-menerus menyindir luna yang hanya menunduk. Ia menatap raja berusaha meminta pertolongan. Tapi, pria itu tidak perduli. Ia malah tampak senyum-senyum sendiri sembari melihat ponselnya.

"Kak, duduk gih, gak usah peduliin cabe-cabean ngomong." Ujar Alicia, jengah, memang Alicia dan Emilia tidak pernah akur, meskipun mereka berdua sepupu.

"APAAN SIH LO! LO YANG CABE-CABEAN!" bentak Emilia kesal di katai cabe-cabean oleh Alicia.

Baru saja Alicia hendak membalas suara sang kakek menghentikan.

"DIAM! Jangan bertengkar di depan saya, Emilia jaga etika kamu, kamu berbicara pada yang lebih tua." Kakek memarahi Emilia.

"Dan kamu Luna, cepat duduk!" Lanjut kakek lagi. Lebih baik menyuruh luna duduk daripada kedua cucunya bertengkar lagi.

Lun tersenyum. Ia senang karna bisa dekat dengan raja. Karna dari semalam perempuan itu merasa bayinya ingin dekat dengan sang ayah.

"Jadi, apa yang ingin kamu sampaikan Sisil?" Tanya nenek pada Sisil yang sedari tadi diam saja.

Ia lalu mengeluarkan tiga kotak beludru merah dari paper bag bermerek hitamnya.

Semua orang mengernyit bingung. Melihat kelakuan wanita itu.

LUNA (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang