hai, salam 6 agama!
tandai typo!
H A P P Y R E A D I N G !
[ tiga sembilan ]
--
Saat ini, Cakra sedang berada di balkon kamarnya. Menatap kosong kearah pepohonan yang bergerak karena tiupan angin. Tubuhnya berada disini, namun tidak dengan hati serta pikirannya.
"Cakra." panggil seseorang. Namun, tak dapat membuyarkan lamunannya.
Shita mendekat kearah sang putra, kemudian menepuk pundaknya pelan. "Cakra?" panggilnya lagi membuat sang empu tersentak kecil. Ia menatap sang ibu sayu lalu tersenyum tipis.
Shita yang melihat itu juga menampilkan senyum tipis yang sedikit dipaksakan. Dapat dilihat, bulatan hitam yang ada pada area mata, matanya juga memerah mungkin karena efek kurang tidur serta pipi yang terlihat tirus. Hatinya sebagai seorang ibu, terasa diremas benda tak kasat mata saat melihat kondisi putranya yang tak kunjung membaik.
Cakra memang sudah mau untuk pergi ke sekolah. Namun bukan berarti ia juga sudah mau menuruti ucapan orang-orang yang ada di sekitarnya. Ia tetap menjadi sosok yang keras kepala.
"Ini ada titipan buat kamu," ucap Shita ragu, namun tetap menyodorkan sebuah amplop coklat yang ia pegang.
Cakra menatap sang ibu dengan kedua alis yang tertaut. "Amplop apa, ma?" tanya nya seraya bergerak mengambil amplop itu dari tangan sang ibu. Shita yang ditanya seperti itu pun menggeleng pelan.
Tatapan Cakra beralih pada amplop coklat yang kini telah berada ditangannya. Tubuhnya seketika menegang sempurna.
"Ma?" panggilnya dengan suara bergetar.
"I-ini, s-surat dari pengadilan agama?"
Deg.
Tak jauh berbeda dengan reaksi sang putra, Shita pun sama terkejutnya. Tubuhnya seketika menegang setelah mendengar pertanyaan dari Cakra. Tatapannya beralih pada sang putra sendu.
Cakra menggeleng pelan, "ini ngga mungkin, kan, ma? Kaila ngga mungkin ngelakuin ini sama Cakra. Ngga, ngga mungkin. Pasti Kaila lagi nge-prank Cakra. Ya, kan, ma?" ia terkekeh diakhir kalimatnya.
Otaknya ngelag, pikirannya tak karuan. Begitupula dengan akal sehatnya. Seolah sedang kehilangan kewarasannya, Cakra tertawa kencang.
"Prank nya Kaila lucu ya, ma? HAHAHAHA."
"Cakra," lirih Shita tak kuasa menahan air matanya.
Prang.
Shita terkejut, saat melihat sang putra membanting barang-barang yang ada di depannya. "Hiks- arghh." Ia berteriak frustasi.
Disisi lain, Arka dan Sakha yang mendengar keributan dari arah kamar Cakra, segera berlari menghampiri. Knop pintu terbuka, dapat dilihat Shita berusaha menenangkan Cakra yang sedang histeris.
Prang.
Brak.
Bugh.
Kamar Cakra kini layak disebut sebagai kapal pecah. Barang-barang yang sudah tak terbentuk tergeletak mengenaskan dilantai. Cakra yang tak bisa mengendalikan diri, memukuli dinding guna menyalurkan rasa sesak.yang tiba-tiba menjalar dihatinya.
"STOP, KA!" bentak Sakha tak tahan. Ia memeluk tubuh sang adik dengan erat. Berharap Cakra bisa tenang.
"Hiks- Bang. Kai ngga mungkin mau cerai sama gue, kan?" tanya nya dengan suara bergetar.
Ia kembali terkekeh, "gue jahat, ya, sama Kaila? Sampai dia berani bertindak sejauh ini?"
Sakha menggeleng pelan, air matanya luruh melihat kondisi Cakra saat ini.
"Sesakit ini ya, Kai, rasanya? Pantes kamu ngga bisa maafin aku." suaranya tercekat. Air matanya kembali mengalir dengan deras.
"Jangan gini, please!" bisik Sakha memohon.
Cakra menggeleng. "Gue jahat. Gue, g-gue keterlaluan sama Kaila. Gue bukan suami yang baik. Ya, bukan suami yang baik, HAHAHAHA." tawa miris menggema di seluruh penjuru ruangan.
"Uhuk... uhuk..." tiba-tiba perutnya terasa mual.
Deg.
Cairan merah pekat keluar dari mulutnya. Shita bertambah histeris saat melihat hal itu. Dengan segera, Arka membawa sang istri kedalam dekapannya berusaha menyalurkan ketenangan disana.
"Ka, hei?" Sakha masih terus memanggil-manggil nama Cakra seraya memijit tengkuk sang adik.
--
"Serius kamu lakuin itu?" tanya Alden tak percaya. Sedangkan yang ditanya, hanya mengangguk menanggapi.
"Kamu ta-"
"Aku tau. Aku juga udah pikirkan berkali-kali masalah ini." dengan cepat Kaila memotong ucapan sang kakak.
"Kamu yakin, ngga akan menyesal dikemudian hari? Apa kamu ngga takut sama reaksi yang akan diperlihatkan oleh Cakra? Satu minggu lagi, kamu udah mulai ujian, Kai. Abang ngga mau, masalah ini mengganggu konsentrasi kamu." tutur Alden berusaha memberi pengertian pada si bungsu Kaila.
"Sepertinya, Cakra sudah menyesali perbuatannya. Dapat dilihat dari perubahan drastis yang terjadi pada Cakra. Kemarin, kakak sama Abang kamu sempat ketemu sama Sakha, dia bilang kondisi Cakra menurun drastis. Selama ini, Cakra memang diam. Tapi diamnya dia, ngga akan bisa merubah segalanya, Kai." sahut Marsha ikut menimpali.
"Bener yang dikatakan sama Alden, jangan karena masalah ini, ujian kamu minggu depan sampai terganggu." sambungnya menatap sang adik ipar sendu.
Huft.
"So, sebelum terlambat kamu bisa pikirkan masalah ini untuk yang terakhir kali. Apapun keputusan kamu nanti, Abang akan selalu dukung kamu." finalnya seraya menarik Kaila kedalam pelukannya.
Air mata Kaila tak terbendung lagi. Ia memecahkan tangisnya dalam pelukan hangat itu. Menumpahkan segala rasa sakit yang selama ini terpendam, disana. Dipelukan seorang kakak laki-laki untuk adik kecilnya.
--
TO BE CONTINUE.
gimana-gimana?
tidak ada spoiler untuk next part, karena belum tau mau dibuat ke gimana next part nya.
Next or no?
See u.
KAMU SEDANG MEMBACA
ꜱᴛᴏʀʏ ᴋᴀɪʟᴀ [ ᴛᴀʜᴀᴘ ʀᴇᴠɪꜱɪ ]
Randomᴡᴀᴊɪʙ ꜰᴏʟʟᴏᴡ ꜱᴇʙᴇʟᴜᴍ ʙᴀᴄᴀ ᴛᴇᴇɴꜰɪᴄᴛɪᴏɴ. -- Memiliki prinsip, menikah sekali seumur hidup. Ia akan mempertahankan apa yang berhak ia pertahankan. Namun, pernikahan yang di penuhi dengan kebencian, apa berhak untuk di pertahankan? Kisah seorang gadis...