𝐝𝐞𝐚𝐭𝐡 𝐢𝐬 𝐯𝐢𝐜𝐭𝐨𝐫𝐲

2.2K 75 13
                                    

Heyoww, salam 6 agama!

tandai typo!

H A P P Y R E A D I N G !

[ tiga delapan ]

--

"Death is victory."

"Memiliki arti, mati adalah kemenangan." Kaila menatap kedua sahabatnya kemudian melenggang pergi dari kantin.

Keempat inti Fuerza menatap ketiga gadis didepannya itu dengan tatapan bingung. Devan berjalan mengikuti langkah ketiga gadis itu setelah mendapat isyarat dari Carra agar mengikutinya.

Keempat inti Fuerza kini menatap Kaila dengan pandangan yang tak bisa diartikan. Terkecuali Cakra yang kini menatap sang istri dengan senyum tipis.

"Jadi, kalian belum tau siapa gue?" tanya Kaila yang kini sudah duduk manis disebuah kursi yang terdapat di gudang Trisakti, sesaat menyadari tatapan aneh dari inti Fuerza. Ketiga sahabat Cakra tak mengangguk juga tak menggeleng. Mereka tau siapa Kaila, namun mereka masih menunggu apakah gadis itu mau membeberkan kebenaran yang ada.

"Lo belum kasih tau mereka?" kini tatapannya beralih pada Cakra yang juga sedang menatapnya.

Cakra menggeleng pelan, "emang kamu peduli, mau atau engga nya aku kasih tau mereka? Engga, kan?"

Kaila menghembuskan napasnya berat, "gue ngga yakin kalau kalian bener-bener ngga tau siapa gue. Pasti salah satu diantara kalian ada yang curiga sama gue?" tanya nya menatap satu persatu orang yang berada disana.

"Apa hubungan Lo sama Nala?" tepat sasaran.

"Bukan punya hubungan apa, tapi dia emang Nala." ceplos Carra lagi dan lagi.

Plak.

Dengan tak berperasaan, Andin menampar mulut Carra sedikit keras. Sedangkan sang empunya meringis seraya menatap sang pelaku tajam. "Sakit bego."

"Lo bego,"

"Serah."

"Y,"

"Sok cuek Lo."

"Peduli?"

"Kagak."

"Oke,"

"Lo-"

"Diem atau gue lempar ke kandang singa?" keduanya langsung kicep mendengar pernyataan Kaila barusan.

"Seperti yang Carra bilang, gue Nala."

"Gue tau, tapi gue diam. Karena mungkin ada saatnya Lo akan bilang ke kita semua, tentang kebenaran ini." sahut Reno bijak.

"Sejak kapan?" tanya Kaila menatap Reno.

"Sejak Lo nikah sama Cakra, gue udah mulai curiga. Di saat itu pula, gue mulai cari tau tentang Lo, sendiri." pernyataan Reno barusan membuat ketiga sahabatnya, termasuk Cakra menoleh bersamaan kearahnya.

"Se-"

"Bisa ngga sih, langsung ke inti aja? Gue gerah lama-lama disini." pinta Andin datar.

Kaila menoleh, "oke langsung ke intinya. Lo ada curiga ke siapa Carr?" Kaila menunjuk Carra.

"Emangnya, mereka ada hubungan apa sama masalah ini? Apa yang ngga aku tau selain identitas kamu?" tanya Cakra tak terima. Istrinya itu kini sedang menyembunyikan satu hal besar dari dirinya menyangkut para musuh.

"Ngga usah nyerobot bisa, kan? Nanti ada waktunya Kaila akan jelasin semuanya ke kalian." sahut Andin kepalang kesal.

Carra menatap menerawang jauh ke depan, "Regla."

Sesaat kemudian, Kaila menoleh kearah Andin. "Dita, Victor, dan Alvero."

"Gue setuju." cetus Reno tiba-tiba.

"Setuju apa?" Devan menaikkan sebelah alisnya bingung.

"Ya setuju sama Andin, ogeb." ujarnya seraya mendorong kepala Devan pelan.

"Dan death?"

--

"Kamu tau, keputusan apa yang baru saja kamu pilih?" tanya Erlan menatap sang putri bungsu dengan serius. Kaila mengangguk pelan.

"Kamu ingat dengan prinsip kamu, Kai?" tanya Vanessa ikut menimpali. Dengan cepat Kaila mengangguk menanggapi pertanyaan dari sang bunda.

"Kalau kamu ingat dengan prinsip kamu, kenapa kamu mengatakan cerai dengan begitu mudahnya, Kai?" tanya Erlan lagi.

Kaila mengembuskan nafasnya berat, "pernikahan yang dipenuhi dengan kebencian, apa berhak untuk dipertahankan?"

Erlan dan Vanessa terdiam seketika. Apa keputusan mereka menjodohkan Kaila dengan Cakra selama ini salah? Hingga membuat putrinya yang tidak bersalah ikut menanggung akibatnya. Vanessa memejamkan matanya sejenak, "maafkan bunda dan ayah, Kai. Kami baru tau, kalau kamu tidak pernah bahagia dengan pernikahan mu dan Cakra. Bahkan saat ayah dan bunda bertanya padamu, kamu selalu menjawab baik-baik saja dan bahagia. Kenapa kamu berbohong sama bunda dan ayah, Kai?" tukas Vanessa seraya menatap putrinya dengan sayang.

"Akan ada saatnya, aku bilang yang sebenarnya ke kalian. Dan saatnya adalah hari ini, tepat hari ini pula, aku berbicara dengan kalian jika aku ingin mengakhiri semuanya." ujarnya mantap.

"Cobalah untuk berpikir dua kali sebelum bertindak, Kai. Kakak ngga mau kamu menyesal dikemudian hari." sahut Shafee yang baru saja kembali dari dapur untuk mengambil minum.

Kaila melirik sang kakak sekilas sebelum berucap, "kak Shafee ngga tau gimana rasanya jadi, Kai. Kakak juga ngga tau gimana perlakuan Cakra selama ini sama aku. Kakak ngga akan pernah tau, karena kak Shafee bukan Kai."

"Kakak tau. Tapi kakak berusaha diam, berusaha untuk tidak ikut campur dalam urusan rumah tangga kalian. Selama kakak di London, kakak selalu pantau kalian dari sana, kakak sengaja sewa orang untuk mengawasi pergerakan Cakra. Kamu tau kenapa kakak lakuin ini? Karena kakak sayang sama kamu. Harapan satu-satunya di keluarga kita hanya kamu, Kai. Kakak ngga mau, cuma karena masalah ini, hubungan keluarga diantara kita jadi merenggang." jelasnya mencoba memberi pengertian pada sang adik.

"Cerai bukan jalan satu-satunya. Cerai hanya akan membuat masalah semakin rumit." setelah mengucapkan hal itu, Shafee melenggang pergi keluar rumah.

Huft.

Helaan napas kasar terdengar, Kaila menatap kepergian Shafee dengan pandangan yang tak bisa diartikan. Hatinya bimbang. Apa ia harus memberi kesempatan kedua bagi Cakra? Dan apa ia, harus tetap pada prinsipnya? Menikah sekali seumur hidup.

--



"Ma?"

"I-ini, s-surat dari pengadilan agama?"

^^

"Apa bener-bener ngga ada kesempatan kedua buat aku?"

"Sesakit ini ya, Kai, rasanya? Pantes kamu ngga bisa maafin aku."

--

TO BE CONTINUE.

gimana? diatas ada beberapa spoiler ya.

Next or no?

See u.

ꜱᴛᴏʀʏ ᴋᴀɪʟᴀ [ ᴛᴀʜᴀᴘ ʀᴇᴠɪꜱɪ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang