8

613 46 2
                                    

Sepulang sekolah, Mikasa ikut pulang bersama Eren. Pandangan orang tak luput dari kedua insan ini. Mikasa dikenal orang lain sebagai seseorang yang sangat membenci Eren, namun tiba-tiba saja hari ini ia begitu lengket dengan Eren. Hal itu tentu menjadi pertanyaan besar bagi sebagian orang yang tau kisah mereka.

-

"Ren, sini kucingnya biar gue aja yang kasih makan. Lo kerjain dah tuh PR, besok kan dikumpul" Suruh Mikasa pada Eren sesaat setelah memasuki liang pintu rumah Eren.

"Gapapa?" Tanya Eren memastikan.

"Enggaa, dah gih sana kerjain" Mikasa mendorong tubuh Eren mengarah ke kamar, ia kemudian berlari kecil menuju kandang.

Eren hanya terdiam, ia kemudian masuk ke kamar dan kembali lagi ke ruang TV untuk mengerjakan PR-nya.

.
.

"Udah selesai PR nya?" Tanya Mikasa.

"Belum, gue ga paham"

Mikasa duduk di dekat Eren dan mulai mengajarkan Eren mengenai materi-materi yang menjadi PR. Mikasa menjelaskan dengan begitu rinci hingga Eren benar-benar paham.

Eren menatap wajah Mikasa dari samping, bulu matanya sangat lentik dan rambutnya begitu halus. Mikasa benar-benar gadis yang cantik.

"Makasih ya.."

Mendengar pernyataan itu, Mikasa menoleh ke arah Eren dan kemudian tersenyum sambil menganggukkan kepala.

10 menit setelahnya, PR Eren selesai seluruhnya. Ia terkesan dengan cara mengajar Mikasa yang sangat mudah dipahami.

"Lo gamau jadi guru, Sa?" Tanya Eren.

Senyum Mikasa perlahan turun, lirikan matanya juga mendadak sayu.

"Gue mau, tapi orang tua gue gamau" Lirihnya pelan.

Eren ikut iba melihat wajah Mikasa yang mengandung kesedihan, ia paham bagaimana jika keinginan seseorang dibantah begitu saja.

"Mereka cuma mau gue jadi jaksa, jaksa, jaksa. Gue sebenernya cape dituntut ini dituntut itu" Sambung Mikasa.

"Mereka cuma mau yang terbaik buat lo kok, Sa. Gue yakin banget"

"Engga Ren! Mereka nyuruh gue jadi jaksa karena almarhum kakak gue gagal jadi jaksa gara-gara kecelakaan"

Eren dapat melihat dengan jelas linangan air mata yang bersemayam di mata Mikasa. Wajahnya juga memerah karena menahan tangis.

"Gue harus apa woii"

Eren hanya menatap Mikasa iba, ia tak tau harus berbuat apa sebab baru kali ini lah Eren mengenal gadis hingga sedekat ini.

"Gue ini Mikasa, gue bukan kakak gue atau siapapun! Kenapa orang tua gue ga ngeliat gue sebagai diri gue sendiri sih.. Gue cape, gue mau nyerah"

Eren memeluk Mikasa, menyandarkan kepala Mikasa di dadanya dan mengelusnya demi menenangkan hati yang sedang berselimut awan hitam.

"Shuu... Cape itu boleh, tapi jangan nyerah ya.. Semua pasti ada sisi baiknya" Bisik Eren.

Tangis Mikasa pecah disana. Ia sudah menahan air mata itu sangat lama. Sudah lama juga tidak ada seseorang yang bersedia menjadi tempat bersandarnya.

"Gue disini, jangan takut buat cerita ke gue, ya?"

Mikasa terus menangis tanpa suara. Dekapan Eren membuat hatinya tenang.

Pelukan itu lepas setelah Mikasa mengeluarkan semua air mata yang ditahannya selama ini.

"It's okay.. Ga semua harus sesuai kemauan kita kan? Sekali-sekali nangis, sekali-sekali cape ya gapapa. Itu normal kok" Eren mengusap air mata Mikasa menggunakan ibu jarinya.

"Tapi itu semua ga adil, gue ga dikasih kesempatan buat jadi diri gue sendiri"

"Dikasih kok, lo bisa jadi diri lo sendiri di depan gue"

Mata Mikasa berbinar, ia menatap Eren lekat. Wajahnya semakin mendekat hingga menyisakan sedikit jarak diantara keduanya.

"Makasih, Eren."

Mikasa memeluk Eren erat kemudian berlari pulang. Eren yang ditinggal begitu saja hanya diam, matanya berkedip kencang kemudian bibirnya melengkung manis.

"Hm.. Ada-ada aja deh"

Eren bangkit dan menuju dapur untuk memberi makan perutny yang lapar. Hari ini, Eren tak menerima onigiri. Rasa kehilangan dan senang bercampur dalam hatinya.

Tok tok tok!!

Eren mendengar suara pintu yang diketuk, ia segera menuju sumber suara dan mendapati salah seorang gadis sekelasnya.

"Historia? Ada apa?" Tanya Eren sesaat setelah membukakan pintu.

"Mm.. Gini.."

Historia menyodorkan sebuah kotak yang sama seperti kotak onigiri yang selalu diterima oleh Eren.

"..Selama ini lo yang ngasih onigiri ke gue?" Tanya Eren.

Historia menundukkan wajahnya dan hanya diam. Ia masih menyodorkan kotak itu.

"M-mungkin ini kotak terakhir yang bakal kamu terima, a-aku suka sama kamu, Eren" Ujar Historia spontan.

Angin sepoi menerpa wajah Eren hingga membuat helai poninya terbang. Ia hanya diam, tak tau harus berkata apa pada Historia. Tangannya perlahan mengambil kotak itu.

"Kenapa ga bilang dari awal?" Tanya Eren melirih.

"Karna aku tau kalo kamu suka sama Mika, aku ga mau ganggu perjuangan kamu. Lagipula, dengan kamu nerima onigiri ku, itu uda lebih dari cukup. Aku seneng kok"

Eren cukup merasa bersalah mendengar pernyataan dari Historia. Dirinya kurang peka dengan sekitar.

"Gue ganti ya? Udah 2 tahun ini lo kasih gue onigiri"

Historia menatap mata Eren kemudian tersenyum sayu.

"Gapapa, semua butuh pengorbanan. Maaf ya, cuma bisa berkorban sedikit buat kamu. Aku pamit"

Historia membalik badannya hendak pergi, namun Eren menarik ujung baju Historia.

"Historia.. Bentaran dulu, gue mau ngomong"

Historia terpaksa membalik lagi tubuhnya demi Eren.

"Lo sejak kapan suka sama gue? Sejak awal ngasih onigiri?" Eren.

"Iya.. Udahlah gausah dibahas, lagipula kamu sama Mikasa mulai dekat kan" Historia.

"G-gue minta maaf ya, gue gabisa nerima lo untuk sekarang" Eren.

"Gapapa.. Kapanpun butuh aku, aku selalu ada. Kalo Mika nyakitin kamu, datang aja ke aku. Itu apartment ku, nomor 16" Historia berlari menyebrangi jalanan, dimana apartment nya berada di seberang rumah Eren.

Eren memandangi tubuh kecil Historia yang sedang berlari. Kali ini, Eren merasakan bagaimana rasanya dicintai oleh seseorang yang bukan dari keluarganya. Ia senang tetapi sedih juga, karena tak dapat menerima perasaan itu lantaran sedang memperjuangkan seorang gadis lain.

"Maaf, Historia"

Eren masuk ke dalam rumahnya dan melakukan aktivitas seperti biasa.

to be continued...

Beloved Bad Boy {Eren x Mikasa}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang