Eren berjalan menuju rumahnya dengan perasaan yang biasa-biasa saja. Ia bersenandung kecil sembari memandangi lingkungan sekitar rumahnya.
"Woy!"
Seseorang berteriak dari arah belakangnya. Hal itu membuat Eren sontak menoleh dan mengangkat kedua alisnya tanda bertanya.
"Lo yang hajar gue sama temen-temen gue tadi, kan!?" Tanya seorang pria berseragam sekolah.
"Hah? Emang iya?" Eren membalikkan tubuhnya dan menghampiri orang tersebut.
"Iya!"
"Ah yang bener.."
"Iyaloh! Ngeyel amat"
"Affah iyyah?"
"Terserah lo deh, jamet! Lo sama temen lo tuh ga diajak.."
"Jamet jamet gundulmu!"
"Nyenyenye! Bacooooootttt!!"
Seseorang itu pergi meninggalkan Eren disana. Sebenarnya Eren tau, dia hanya tak ingin berurusan lagi dengan orang itu. Eren melanjutkan perjalanan pulang.
.
."Eren, semua keluarga uda sepakat kalo rumah ini bakal dijual. Boleh ka-"
"ENGGAK! SIAPA LO NGATUR NGATUR!?"
"Heii jaga ucapanmu, Eren. Dia oom mu loh"
"Mau oom, tante, presiden, bupati, raja, ratu ya aku ga peduli Nek! Ga ada yang boleh jual rumah ini!"
Nenek Eren hanya menghela nafasnya. Ini sudah yang kesekian kalinya Eren menolak tawaran tersebut.
"Anak ini mikir apasih.. Ini cuma rumah sepetak loh, diajak pindah ke rumah yang lebih gede juga dia gamau. Haduuuhh ga ngerti mama sama pemikiran anakmu ini Carla.."
"Yaudah Eren, gapapa kalo kamu mau tinggal disini. Nenek uda nyerah bujuk kamu. Yang penting rumahnya dirawat ya nak.. Nenek sama Om pamit pulang dulu"
"Kamu kalo butuh apa apa langsung bilang ke om, jangan ditanggung sendiri"
Nenek dan Om Eren segera pulang ke rumah mereka yang berada di distrik Sina.
Alasan Eren tak mau menjual rumah itu karena disanalah tersimpan memori bersama almarhum kedua orang tuanya. Sedari kecil keluarga kecil mereka sudah tinggal disana. Menghabiskan banyak waktu bersama sebelum kecelakaan terjadi. Sebenarnya keluarga Ayah maupun Ibu Eren sangat berkecukupan. Namun mereka tak mau menggunakan kekayaan mereka untuk gaya hidup sehari-hari. Ayah dan Ibu Eren ingin Eren tumbuh menjadi anak yang baik dan sederhana serta tau cara bertahan hidup tanpa mengandalkan harta orang tua.
"Tenang aja Ma, Pa. Eren ga akan serahin rumah ini ke siapapun! Oh ya Ma, Pa! Hari ini Mikasa nerima susu dari Eren, loh! Eren bakalan dapetin hatinya Mikasa ga yaa.. Doain aja yaa, Mama.. Papa.."
.
.Sore itu, Mikasa pergi sendiri ke toko buku untuk membeli seri terbaru buku yang sering ia baca. Pada saat itu kebetulan jalanan sedang ramai, tapi itu tak menjadi halangan bagi Mikasa untuk mendapatkan benda favoritnya.
"Mikasa?"
Mikasa mendengar sapaan melirih itu dan segera melihat ke sumber suara.
"Pieck? Ngapain?" Tanya Mikasa.
Pieck hanya diam dan itu membuat Mikasa kebingungan. Kemudian Mikasa mulai menyadari bahwa Pieck sedang bersama seorang pria, yang tak lain adalah Porco. Hal itu sungguh mengejutkan Mikasa. Mereka berdua? Bagaimana bisa? Pikirnya.
"Hah? Pieck?"
"Engga.. Jangan salah paham deh lo Sa. Gue sama Porco cuma lagi nyari bahan buat kliping sekalian jalan santai" Ungkap Pieck meluruskan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beloved Bad Boy {Eren x Mikasa}
Fanfic[FAN FICTION] Menceritakan tentang seorang bocah laki-laki nakal yang menyukai seorang gadis cuek bernama Mikasa, hari-hari di sekolah mereka lalui meski Mikasa secara terang-terangan menunjukkan ketidaknyamanan nya. Hal itu tidak mematahkan semanga...