32

342 31 2
                                    

Mikasa terbangun dari tidurnya dan mendapati Historia sedang duduk menghadap ke luar jendela. Ia menoleh setelah mendengar suara dari pergerakan Mikasa di atas tempat tidur.

"Hisu?"

"Tunggu disini bentar"

Historia bangkit dan pergi ke dapur. Ia menjalankan amanat dari Eren dengan ekspresi datarnya. Setelah mengambil semua yang diperlukan, Historia kembali ke kamar dan memberikannya pada Mikasa.

"Ini dimakan semuanya, ntar Eren marah ke aku kalo ada yang kelewat" Tutur Historia.

Pernyataan tersebut terdengar tabu bagi Mikasa. Tak biasanya Historia bersikap dingin seperti ini.

"Makasih ya, Eren kemana?"

"Ke tempat Magath, ada urusan mendadak"

Historia kembali ke tempat awalnya. Berdiam diri menatap keluar jendela.

"Hisu, lo kok sombong banget si"

"Ga, aku ngelakuin apa yang emang harus aku lakuin aja si"

Mikasa melanjutkan makannya hingga selesai. Tak lupa ia juga mengonsumsi obatnya.

"Kamu hamil ya?"

Pertanyaan itu sontak membuat Mikasa kaget. Ia yang sedang makan buah pun tersedak.

"E-engga.. Kok.."

"Hadehh Mikasa-Mikasa... Kamu ga kasian sama Eren? Dia pantes dapet yang lebih baik, dia pantes dapet cewe yang lebih waras dibanding kamu"

"G-gue juga gamau kok nerima dia dengan kondisi gue yang kayagini, tapi Eren yang maksa gue buat nerima dia"

Historia menatap Mikasa tajam. Membuatnya merasa terintimidasi.

"Kamu bilang kamu gamau nerima dia? Omongan apa itu? Harusnya Eren yang gamau nerima kamu. Bukan malah kebalikannya. Jujur ya, sampe sekarang pun aku masih nyimpen perasaan buat Eren. Tiga bulan terakhir kupikir bisa jadi kesempatan buat deketin Eren lagi, tapi nyatanya? Kamu balik sewaktu kamu hamil anak orang lain. Ga malu kamu Mikasa?"

Mikasa terdiam, ia benar-benar takut untuk berbicara.

"Tapi iya deh, mungkin kamu sesempurna itu dimata Eren. Kamu jauh lebih bermoral daripada aku, kamu ngelakuin lebih banyak hal buat Eren daripada aku, mungkin."

Historia bangkit dan berjalan keluar dari ruangan meninggalkan Mikasa yang tertegun sendiri disana. Ia bahkan menangis setelah Historia pergi dari rumah itu, emosinya kembali tak stabil. Mikasa merasakan kesedihan lagi di dalam hatinya.

"Kalo bisa milih juga gue gamau ada di dunia ini. Dimanapun gue berada, pasti jadi beban buat orang lain"

Mikasa terus terisak tanpa suara, ia berulang kali mencoba menenangkan diri namun tidak berhasil.

***

"Eren, gimana kalau misal Sensei serahin pelatihan ini ke kamu, kira-kira kamu sanggup ga?" Ujar Magath-Sensei.

"Hah? Kenapa Sensei? Sensei mau kemana?" Tanya Eren kaget.

"Sensei bentar lagi pensiun, setelah pensiun pindah ke Marley. Sensei uda tanya ke anak-anak masalah pembubaran, tapi satupun gaada yang setuju. Gimana? Kamu mau ngurus pelatihan ini atau ada saran lain?"

Eren diam. Ia berpikir keras mencari penyelesaian masalah yang ada saat ini. Bukan tak mau mengurus pelatihan, namun Eren masih merasa ragu. Ia takut pelatihan akan kacau jika berada dalam naungannya.

"Udalah Ren.. Sensei yakin kok kamu bisa ngurus pelatihan ini. Urusan biaya biar Sensei yang tanggung. Kamu itu tanggung jawabnya besar, ngerjain apapun selalu sampai selesai, sabar. Jadi apalagi yang harus diraguin? Ngurus pelatihan ga susah kok, ntar kamu tinggal cari pelatih lain buat bantu-bantu"

Eren menghela nafas panjang.

"Ntar kalo ada masalah yang gabisa saya kontrol gimana Sensei?" Tanya Eren.

"Telfon aja, ntar Sensei sesekali ngecek kesini kok"

Magath-Sensei menepuk pundak Eren.

"Maafin perlakuan Sensei dulu ya, sensei begitu karena sensei tau kamu itu anak kuat.."

Ia berlalu pergi meninggalkan Eren sendirian di sisi lapangan. Sementara Eren masih membeku memikirkan segala hal yang akan ia jalani nanti.

"Kak! Gimana? Ga dibubarin kan?" Tanya Gabi yang mendekat diikuti oleh Falco.

"Engga kok, tapi nanti kakak yang jadi pengurus disini"

Gabi dan Falco bersorak gembira dengan tawa di wajah mereka.

"Yoo hoooo!!"

Eren yang melihat tingkah mereka pun ikut tertawa. Tak disangka ternyata kedua anak ini mencintai tempat ini.

"Kemaren kami sampe ngemis-ngemis loh kak! Untung aja Gabi ngasih saran buat jadiin kakak pengurus disini" Ujar Falco.

"Oh iyaa? Wahh makasih ya Gabi sarannya.."

Mereka memberitahu yang lain tentang hal itu dan bergembira bersama.

Eren adalah satu-satunya pelatih disana. Ia tak ditemani siapapun kecuali Magath-Sensei. Dengan anggota yang lebih dari 30 orang itu, Eren dapat menangani semuanya dengan baik. Itu sebabnya Magath-Sensei mempercayakan pelatihan miliknya kepada Eren.

***

Sore itu setelah selesai melatih, Eren langsung pulang. Ia tak mau Mikasa menunggu lama. Tapi sebelum sampai, ia singgah ke sebuah apotek untuk membeli susu kehamilan.

***

Saat sampai di rumah, Eren membuka pintu dan langsung masuk ke kamar mandi yang ada di kamar orang tuanya. Eren membersihkan diri sebelum bertemu Mikasa karena ia tak ingin Mikasa terpapar kuman yang Eren dapatkan saat di luar rumah tadi.

Setelahnya, ia bergegas menuju kamarnya. Namun Eren mendapati Mikasa yang sedang merenung dengan mata dan pipi yang dibasahi air mata.

Mikasa memandangi kehadiran Eren di liang pintu, air matanya semakin mengucur.

"Kenapa hei.."

Eren menghampiri Mikasa dan langsung memeluknya.

"Huuu..." Isak Mikasa semakin menjadi.

Mikasa memeluk perut Eren yang berdiri di sisi tempat tidur. Sementara Eren mengelus punggung dan kepala Mikasa.

Ia beralih duduk dan memandang mata Mikasa lekat. Eren menautkan jemarinya pada jemari Mikasa dan mengusap air matanya.

"Kamu pasti cape ya? Gapapa.. Gapapa kalo kamu cape, itu wajar. Kamu lagi ngerasa down banget itu gapapa. Kamu lagi ngerasa nyesel banget ya gapapa, yang penting kamu harus tetep kuat. Ini bukan akhir buat hidup kamu, mungkin awalnya sulit buat dijalani, tapi seiring berjalannya waktu, kamu pasti bisa. Makasih ya kamu uda bertahan sejauh ini. Aku selalu ada disini buat kamu" Lirih Eren lembut.

"T-tapi aku jahat sama kamu"

"Engga.. Kamu ga jahat, kamu diancam makanya semuanya jadi gini? Kan? Yang jahat itu Jean, kamu ga jahat kok, engga.."

Eren memeluk Mikasa lagi dalam waktu yang cukup lama.

.
.
.

Sore itu, Eren dan Mikasa ada di kebun belakang. Eren sedang mencuci motornya sedangkan Mikasa duduk menatapi langit.

"Cantik ya langitnya, kaya kamu" Tutur Eren.

Mikasa hanya tersenyum dan melihat Eren sejenak.

Tak lama dari itu, Eren selesai dengan motornya. Ia menghampiri Mikasa dan duduk di sebelahnya. Eren mengambil tangan Mikasa dan menggenggamnya erat.

"Besok kita temui orang tua kamu, ya? Kita minta izin buat nikah"

Mikasa menoleh dan menatap Eren tanpa ekspresi.

"Aku takut, gatau gimana cara kasih tau ke mereka"

Eren masih setia menggenggam tangan Mikasa.

"Ada aku disini, kamu jangan takut"

Eren menarik kepala Mikasa mendekat dan mengecup keningnya.

"I will always love you, Mikasa"

"I love you too, Eren"

To be continued..

Beloved Bad Boy {Eren x Mikasa}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang