37

351 25 0
                                    

Setelah Kenny menutup pintu kamar, Mikasa segera berlari memeluk kakinya sambil menangis.

"Pa, aku mohon jangan pukul aku lagi ya? Aku sadar semuanya kesalahanku pa, aku janji ini terakhir kalinya papa ngeliat aku. Jangan ya pa.." Lirih Mikasa memohon.

Kenny mengangkat lengan Mikasa dan menyuruhnya berdiri. Ia menatapi wajah Mikasa yang sudah dihiasi oleh air mata. Tangan Kenny bergerak menepuk pelan kepala Mikasa. Gadisnya sudah dewasa.

"Kamu uda dewasa ya.. Maafin papa karena telat sadar. Jangan nyalahin diri, papa juga bersalah selama mendidik kamu"

Kenny memeluk Mikasa dengan lembut. Dirinya benar-benar merasa bersalah atas perlakuan kepada Mikasa selama ini.

Setelah berpelukan, mereka duduk di sofa yang ada di kamar itu.

"Jean jahatin kamu gimana? Bilang ke papa biar papa yang balas" -Kenny.

"Cuma itu pa.. Maafin Mikasa ya pa, udah seringkali Mikasa ngecewain papa" -Mikasa.

"Papa kecewa, tapi papa juga bersyukur kamu masih bertahan sampai detik ini. Maafin papa ya nak, sering banget papa kasar ke kamu, perhatian papa ke kamu juga kurang" -Kenny.

Mikasa diam.

"Wah ternyata papa sebentar lagi punya cucu yaa.." -Kenny.

Kenny berusaha mencairkan suasana, namun Mikasa masih diam.

"Ada yang mau papa sampaikan ke kamu, sebenarnya bukan cuma kamu korban keluarga Kirstein" -Kenny.

"Maksudnya?" -Mikasa.

"Almarhumah kakakmu juga sebenarnya keturunan keluarga Kirstein, sama seperti kejadian yang kamu alami" -Kenny.

Mikasa terkejut dengan pernyataan itu, ia sampai tak mampu mengedipkan matanya.

"Jadi Mama juga...?" -Mikasa.

"Iya benar.. Mama mu masuk dalam jebakan Tn. Kirstein seminggu sebelum hari pernikahan kami. Saat itu papa kecewa, papa marah, papa hancur se hancur-hancurnya" -Kenny.

"Terus kok papa masih nikahin mama?" -Mikasa.

"Rasa cinta papa mengalahkan semuanya. Papa hancur dengan apa yang mama mu lakuin ke papa, tapi papa lebih hancur kalau hidup tanpa dia" -Kenny.

Mereka hening sejenak.

"Dulu mama bukan orang yang arogan seperti sekarang, dia lembut. Sangat lembut. Tapi sejak kakakmu lahir, batinnya tertekan. Dia baby blues. Ada banyak faktor, salah satunya karena anak yang dia lahirkan itu perempuan. Mama mu ga suka anak perempuan karena dia takut apa yang dia alami akan terjadi juga ke anaknya, itu kenapa mama mu selalu keras ke kamu. Dia ga mau anaknya rasakan apa yang ia rasakan" -Kenny.

"Cara mama salah banget, seharusnya ga gitu cara jaga anak perempuannya" -Mikasa.

"Kamu pasti gatau ya gimana cara mama mendidik kakakmu? Jauh lebih keras dibanding kamu. Papa juga selalu diancam, kalau papa ga ngikutin apa kemauan mama, mama bakal balik ke rumah orang tuanya. Mau ga mau juga papa ngikutin sifat egoisnya sampai sifat itu tertanam dalam diri papa. Baru akhir-akhir ini papa sadar atas apa yang papa lakuin itu salah. Itu awal mula hubungan papa dan mama merenggang. Kakakmu dulu selalu berusaha membuktikan kalau dirinya memang pantas ada di dunia ini, atas kerja kerasnya dia bisa raih beasiswa di luar negeri dan bikin mama bangga. Tapi baru aja kakakmu jadi anak kesayangan, kalian malah terlibat kecelakaan. Kejadian itu pemicu penyakit mental yang sampai sekarang masih diidap mama, kamu yang jadi pelampiasannya" -Kenny.

"Ooh.." -Mikasa.

"Papa sebenarnya uda cape sama semuanya, keinginan papa untuk punya keluarga harmonis pun sampai sekarang masih belum terwujud. Papa ga nyalahin mama, papa cuma kecewa dengan diri papa. Andai sejak awal papa bisa jadi laki-laki yang lebih tegas, pasti akhirnya ga akan kayagini" -Kenny.

"Ini belum 'akhirnya' kok Pa, Papa masih punya waktu untuk perbaiki semuanya. Mulai dari hubungan papa dengan mama, atau yang lainnya. Mikasa juga setelah ini ga akan mengusik kehidupan di dalam rumah ini kok. Udah cukup banyak Mikasa ngasih beban di rumah ini, Mikasa mau bangun kehidupan Mikasa yang baru bareng Eren. Mikasa ga akan ngelupain Papa ataupun mama, ga akan. Mikasa akan selalu ingat kalian sebagai orang tua Mikasa. Makasih banyak ya pa" -Mikasa.

-

Setelah percakapan itu selesai, Mikasa dan Eren langsung pulang. Eren yang sedaritadi tak betah itu akhirnya dapat merasakan udara segar.

"Gapapa nih kita jalan kaki?" Tanya Eren.

"Gapapa, vibes nya seru banget kalo sore-sore gini" Jawab Mikasa.

Eren meraih tangan Mikasa dan menggenggamnya dengan erat.

"Tadi papa mu bilang apa aja" Tanya Eren lagi.

"...Ga ada yang nyakitin kok, tenang aja"

Eren mengayun-ayunkan tangannya yang masih tertaut dengan Mikasa ke depan dan ke belakang.

"Seneng deh dikasih restu nikahin kamuu, ahaha"

"Hahaha... Iyaa, kapan nihh"

"Besok yuk?"

"Ih sat set sat set banget dah, ntaran deh kita nabung dulu buat lahiran"

"Kamu gaperlu pusing Sa, urusan biaya biar aku yang tanggung. Asal kamu janji jangan ninggalin aku di kondisi apapun ya? Kamu bisa kan?"

"Bisa kok, bisa banget. Bisa gila aku kalo harus kehilangan orang setulus dan sebaik kamu"

Mereka melanjutkan perjalanan yang diisi dengan canda tawa. Setelah sampai di rumah, Eren pergi ke apartment untuk membawa barang-barang Mikasa yang masih tertinggal disana.

To be continued...

Beloved Bad Boy {Eren x Mikasa}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang