Drama 07

70 43 0
                                    

Happy reading ♥️

-----------------------------------------------------------------

💦💦💦

Brak!

"AZZAM ?!!!"

"Hah?! Kemana dia, kok gak ada di kamar nya?"

'Dia kemana sih, kok gak ada.'

Tiba-tiba Ibu datang.

"Ada apa sih teriak teriak? Kek, di hutan aja"

"Hehe, itu, si Azzam kemana kok gak ada di kamarnya, Bu ?"

"Ooh, dia pergi sama temennya. Emang kenapa, sih?"

"Gak apa apa, Bu. Cuma, kok, dia gak bilang?"

"Lah, harus gitu bilang ke kamu?"

"Yaa, nggak sih."

Aku tersenyum canggung.

.
.
.

Aku langsung menelfon jam sableng.
Hufft. Meledak ledak nih amarah dalam dada. Pengen meletus.

Panggilan berdering. Lalu tak lama menit mulai berjalan, tanda panggilan di terima.

Aku menarik nafas dalam, berusaha menetralkan amarah.

"Ekhem. Heh, jam sableng kamu dimana?! Enak aja ngomong sembarangan di komen. Maksud kamu apaan bilang begitu haa?! Awas aja yaa kamu pas  pulang, aku bejek bejek tuh kepala kamu."

"Haduh, Sisi, kamu itu cantik, tapi sayang..."

"Sayang kenapa?"

"Cieee, manggil sayang. Gak apa apa kok sayang. Tunggu aja di Rumah yaa, aku akan segera pulang "

Azzam bicara sambil tertawa mengejek.

"Arrghhh, awas kamu yaa! "

'Tut'

Telfon dimatikan sepihak.
Emang bener bener nih jam sableng.

"Hufft"
Aku menghembuskan nafas kasar.
Untuk menenangkan diri, aku menarik nafas perlahan, dan menahannya selama dua jam.
Fix tenang. Yok, silahkan ikutin tipsnya. Dijamin tenang.

Tapi ada peringatan nya, ya gaess. Tips itu hanya boleh diikuti oleh makhluk yang bernyawa banyak. Kalau aku cuma separuh, karna yang separuh nya ada di dia. Eaakk.

Ekhem. Bucin mulu dah

Dari detik ke menit,
dan menit telah berlalu.
Telah lima belas menit,
tapi si jam sableng belum muncul di pintu.

Eh, kok malah berpantun sih.
Au ah. Males.

"Assalamualaikum"
Terdengar suara orang mengucap salam.

Aku sudah mendugong ini pasti si jam sableng.

Aku masih terdiam sepi. Eeh, itu mah judul lagu kali.

"Waalaikumsalam"
Suara Ibu menjawab salam dari dapur, dan berjalan perlahan ke arahku. Lalu...

"Pletak," mama mengggetok kepalaku dengan centong yang dibawanya dari dapur.

"Kalau ada orang yang ngucap salam tuh jawab. Jangan diem aja!" Nada mama naik satu oktaf.

"Iya iya. Maaf"

Ucapku mengalah. Takutnya kalau diladenin terus, gak ada ujungnya gaeess.
Kek rindu ku padanya, gak ada ujungnya. Uhuk.

"Ntah itu, Sisi. Bukannya menyambut didepan pintu, dengan senyum merekah. Jawab salam aja, nggak"

Dia berkata seolah olah jengkel padaku.

"Heh jam sableng, kamu itu bukan suami aku. Jadi jangan sok mau dilayani, ya"

"Iya sekarang. Mungkin esok aku jadi suami kamu? Iya kan? Jadi gak apa apa lah latihan dulu"

Ucapnya enteng sambil berlalu ke dapur.

'Hah?! Apa iya, suatu saat Azzam jadi suami aku?'
Aku berpikir keras. Sekeras cincin batu aki pak lurah.

"Eh, astaghfirullah." Aku merutuki diri sambil memukul kepala pelan.
Pelan yaa gaess, kalau kuat mah sakit.

.
.
.

Aku berjalan kearah dapur. Ketika aku sampai di dapur, aku melihat Ibu dan Azzam makan Martabak kacang.
Wih sedap betul kelihatannya. Mau nyomot, tapi gengsi. Ya udah, aku pura pura ambil air minum aja deh.

Pas mau balik ke kamar, si Azzam manggil,

"Si, nih Martabak. Enggak usah gengsi. Kalau gengsi gak kenyang."

Dia berucap santai sambil asik memandang martabak yang dia pegang. Hilih, aku aja gak pernah dipandang begitu. Aih, ngomong apaan sih.

"Betul tuh." Tambah Ibu dengan memberi empat jempol untuk Azzam.

Kenapa empat? Ya iyalah tambah jempol kaki dua. Jangan tanya gimana cara mama ngasih jempol kakinya. Cari tau sendiri yaa.

Akhirnya aku melangkah mendekat ke Meja makan, dan mengambil sepotong martabak. Selama mengunyah, aku berpikir seksama. Dan berbicara...

"Dari martabak kita belajar bahwa yang istimewa aja di kacangin, apalagi aku yang buluk. Hufft"

"Tapi aku terima kamu apa adanya kok, Si."
Azzam berkata dengan lirih sambil tersenyum.

"Uhuk"
Aku terjungkat. Eh, terkejut.
Apa? Azzam bilang apa?
Ah, nah gini nih, suara buaya.
Jangan percaya gaess, kalau ada cowok bilang begitu.

"Aku serius Si"

What?! Azzam tau apa yang aku pikirkan dalam hati.

Blush, seketika pipiku memerah.

"Udah gak usah gombal. Aku mah dah kebal."
Aku berkata jengkel dan langsung pergi ke kamar, menyembunyikan rasa maluku.

Sampai dikamar aku merebahkan tubuh. Enggak ada habisnya berpikir tentang perasaan. Akhirnya aku terlelap, mempersiapkan diri menghadapi hari esok. Dan menghadapi keonaran sikap jam sableng.
.
.
.

Free quotes dari Sisi, nih...

~Tak perlu menjadi orang lain dengan niat menjadi istimewa. Kamu sempurna Dimata orang yang mencintaimu dengan hati yang tulus.~

Silvanna Aurelia

To be continued...

Drama Sepupu [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang