Drama 25

62 31 5
                                    

Happy reading ♥️

-----------------------------------------------------------------

.  .  .

Aku memindai seluruh isi lemari dari atas hingga bawah. Bajunya terlipat dan tersusun rapi.

Di bagian paling bawah, terdapat laci kecil. Aku mencoba menariknya. Dan ternyata isinya beberapa buku dan beberapa lembar kertas diatasnya.

Aku membuka lembar kertas pertama.

Dan ternyata itu gambar hasil tangan ku. Aku menggambar diriku dan Kak Silvy bergandengan tangan. Sedangkan disisi samping ada bunga mawar di sebelah kak Silvy, dan bunga matahari di samping Ku.

"Taraa, Ayah ada bawa oleh-oleh buat kalian." Ayah muncul di pintu sambil membawa paper bag.

Dua hari yang lalu ayah ada kerjaan diluar kota. Dan hari ini Ayah pulang sambil membawa oleh-oleh untuk ku dan Kak Silvy.

"Ayaaahhh."
Aku segera memeluk Ayah lalu mengambil paper bag itu.

Kak Silvy menyusul memeluk Ayah lalu ikut duduk di sampingku.

Aku membuka paper bag lalu mengeluarkan dua kotak berwarna hitam. Aku membuka kedua kotak itu  lalu terpesona dengan isinya.

Satu kotak berisi kalung perak dengan liontin bunga mawar, dan satu kotaknya lagi berisi kalung perak dengan liontin bunga matahari.

"Itu sengaja Ayah belikan liontin yang berbeda. Sesuai dengan kesukaan kalian masing-masing." Ayah ikut duduk bersama kami.

Aku mengangguk dan tersenyum. Mengambil kalung dengan liontin bunga matahari.

"Terimakasih, Ayah." Ucap Kak Silvy sambil terus memerhatikan  kalung dengan liontin bunga mawar.

"Terimakasih, Ayah." Aku ikut berterimakasih pada Ayah lalu beranjak ke kamar. Sempat kulihat Ayah merespon dengan senyum dan anggukan.

Ayah sangat sayang kepada kami. Tapi, aku kadang merasa iri dengan kakak. Semua keinginannya dituruti. Sedangkan aku, dilarang ini dilarang itu. Nggak boleh makan ini, nggak boleh itu.

Aku merasa, Ayah pilih kasih. Dan aku pernah membenci kakak. Tanpa tau kebenaran yang sebenarnya.

Waktu itu, Aku melihat kakak makan. Makan makanan instan, nugget. Aku melihat kakak memakannya di Kamar . Spontan, aku meminta.
"Kak, bagi gong."

Terkejut, kakak langsung menyembunyikan makanan itu kebawah kolong tempat tidur.

Waktu itu aku merasa Ayah pelit. Mengapa kakak dikasih sedangkan aku tidak?

"Nggak, boleh, ya dek. Ini nggak bagus buat Adek. Kakak buatin mau? Nugget homemade."
Kakak berkata lembut sambil tersenyum.

Aku merasa Kakak pelit. Ia tidak ingin aku memakan miliknya.

Aku merajuk. Masuk kamar lalu membanting pintu. Kenapa Ayah jahat, Kakak juga jahat.

Keesokan paginya, ketika sarapan aku melihat sepiring nugget. Aku yakin itu buatan Kakak. Karna masih kesel, aku tidak memakannya. Segera pergi ke sekolah diantar Ayah.

Tak terasa, aku menangis. Aku menyesal. Jika waktu bisa diulang, aku ingin ke masa itu dan ingin segera menghabiskan nugget buatan Kakak.

"Tok tok tok"

Suara ketukan pintu membuyarkan lamunanku beberapa tahun lalu.

Aku segera menghapus air mata.

"Krieett"

Pintu terbuka dan menampilkan sosok Ibu.

"Ayo, makan malam, Si."

"Iya, Bu." Aku berbicara sambil memasukkan kembali kertas itu dan merapikan laci.

"Oke." Setelah mendengar jawabanku, Ibu langsung berbalik pergi.

Aku menutup pintu lemari lalu berjalan keluar kamar.

Sampai di meja makan, aku bertanya pada Ibu.

"Bu, tumben ada kue nastar. Dari mana?"

Ibu yang baru datang membawa lauk datang mendekat. Ia meletakkan piring berisi lauk tersebut, lalu duduk.

"Dari Ibunya, Bian. Dia, kan, rajin buat kue begini."

Aku mengangguk mendengar jawaban Ibu.

"Lagipula, dia juga tukang ketering kue gini, kan, Bu?" Aku membenarkan pernyataan Ibu.

"Iya." Kini, gantian Mama yang menjawab sambil mengangguk.

Makan malam berjalan santai seperti biasa. Sambil kami mengobrol ringan.

.
.
.
.
.

Hari ini, aku berangkat sekolah seperti biasa. Saat masuk ke kelas, aku mendapati kelas masih sunyi.

Aku meletakkan tas lalu memeriksa laci meja. Kali aja ada batagor yang ketinggalan.

Aku kaget ketika melihat isi laci meja.

Ha?

Bunga?

Ya, ada bunga.

Aku segera mengambil dan melihat secara teliti bunga tersebut.

Setangkai mawar merah.

Ish, semua orang pada kenapa, sih, pada ngasih bunga.

Mana bunga mawar lagi.

Aneh banget semua orang pada ngasih bunga.  Kalau kemarin masih mending aku tau siapa yang ngasih.

Ini?

Nama nggak ada. Apalagi alamat dan nomor telepon.

Haish.

Saat aku sedang sibuk dengan diri sendiri, Riri berjalan mendekat.

"Bunga dari mana, Si?" Tanya Riri lalu duduk di sampingku

Aku menoleh ke arah nya.

"Nggak tau."  Aku meletakkan bunga tersebut ke meja. Lalu menelungkup kan wajah di meja.

"Keknya, kamu sekarang punya pengagum rahasia, deh." Riri berkata dengan mengambil bunga tersebut.

"Pengagum rahasia?" Aku mengangkat wajah dan menatap serius ke arah Riri.

"Iya." Riri bicara dengan penuh keyakinan.

"Kira-kira siapa, ya?" Aku bertanya sambil mengetuk meja dengan jari.

"Mana ku tahu. Namanya juga rahasia" Riri menjawab santai dengan mengangkat bahu.

Ish, pen ku getok kepalanya. Tapi bener juga, sih. Namanya rahasia, ya, pasti nggak ada yang tahu. Kecuali, sang pencipta.

Iya, nggak?

Iya-in aja lah.

"Apa, pangeran berkuda?" Aku menerka dengan ekspresi girang.

"Dih, kebanyakan nonton barbie, tuh, kamu." Riri meletakkan bunga mawar tersebut lalu beranjak pergi.

"Mau kemana?" Aku bertanya pada Riri yang berjalan menuju pintu.

"Kantin."

"Ikuuut!" Aku berteriak lalu mengejar Riri yang sudah keluar.

. . .

To be continued...

Drama Sepupu [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang