Happy reading ♥️
-----------------------------------------------------------------
"Mau kemana?" Aku bertanya pada Riri yang berjalan menuju pintu.
"Kantin."
"Ikuuut!" Aku berteriak lalu mengejar Riri yang sudah keluar.
***
Sesampainya di Kantin, aku segera duduk di samping Riri yang lebih dulu memesan makanan.
"Ri, kok, main tinggal aja." Sungutku kesal.
"Laper soalnya, Si. Belum sarapan." Jawab Riri sambil meraih pesanan yang datang.
Aku menatap Riri dengan perasaan salut.
Emang, nih, bocah. Makan mulu. Ucapku dalam hati.
"Namanya makhluk hidup, ya, butuh asupan energi. Jadi, cara untuk memenuhinya, adalah salah satunya dengan makan." Tanpa ada yang bertanya, tiba-tiba Riri menjawab. Seakan tahu apa yang ku ucapkan dalam hati.
Keknya dia anak dukun, deh.
"Kok, kamu tau, sih, kan aku nggak ada ngomong."
"Suara hati kamu tadi yang ngasih tau ke aku." Ucap Riri cuek sambil memasukkan sesendok lontong ke dalam mulutnya.
"Dih."
Tak berapa lama kami saling diam, dari kejauhan terlihat Rafael dan Yoga datang menghampiri kami.
"Boleh ikut gabung nggak?" Tanya Rafael meminta izin seraya tersenyum.
"Boleh." Jawab Riri kepada Rafael dan Yoga.
Sedangkan aku hanya tersenyum memandang mereka.
Rafael dan Yoga segera menarik kursi di hadapan kami.
"Berdua aja, nih?" Yoga bertanya memulai perbicangan.
Aku menoleh ke arah Riri yang juga sedang memandang ke arah ku. Aku tersenyum lalu menghadap mereka.
"Enggak. Nih, buktinya kita berempat."Yoga tertawa kecil.
"Iya, nih. Kalian tuh, yang berdua terus." Kali ini Riri ikut bercanda.
"Makanya, karna berdua terus, kami berniat cari pasangan. Biar jadi berempat." Yoga menjawab sambil tertawa ringan.
Rafael tersenyum tipis. Duh, manis nya ngalahin kue lapis Ceu Nunu.
"Oh, ya, bunganya udah diterima, Si?" Yoga bertanya kearah ku.
"Bunga?" Aku memandang bingung ke arah Yoga.
"Iya, bunga dari Rafael. Tadi di letak di laci meja."
Kali ini aku mengalihkan pandangan ku kearah Rafael.
"Bener, El?"
"Iya, gimana? Suka nggak?" Rafael bertanya dengan senyum mengembang.
"Iya, suka banget. Makasih, ya, El."
Tak lama bel pertanda masuk berbunyi.
Kami berpamitan untuk membubarkan diri menuju kelas masing-masing.
Aku dan Riri segera menuju kelas dan melangkah kearah tempat duduk kami. Saat aku melihat kearah meja, aku tak menemukan bunga mawar yang semula di letakkan diatas meja.
"Duh, kemana, ya?" Aku menggumam pelan.
"Ada apa, Si?" Riri bertanya mendekat.
"Bunganya hilang." Aku menjawab dengan panik.
Aku mulai mencari kebawah kursi dan meja. Mungkin saja bunganya terjatuh.
Tapi, nihil. Tak kutemukan bunganya disana.
"Kok, bisa hilang?" Riri bertanya sambil ikut mencari.
"Ya, mana aku tahu."
"Hilangnya emang dimana?" Riri bertanya nggak jelas nih.
"Kalau aku tahu dimana, berarti nggak hilang, dong, Riri." Aku menoleh kearah Riri sambil mendelik. Untung mata ku nggak copot.
Kalau copot, mau diganti pake mata apa? Mata sapi? Jangan dong. Ntar, di goreng lagi. Kek, telur mata sapi.
Eh, bukannya telur mata sapi itu, telur ayam, ya? Tapi, kok namanya telur mata sapi? Kasihan ayamnya. Tidak diakui.
Dahlah, ngapain ngurusin telur ayam yang setelah digoreng namanya jadi telur mata sapi.
Nyari bunga aja belum ketemu. Kira-kira kemana, ya? Ada yang tau nggak guys?
Karna nggak ketemu juga. Akhirnya, aku menyerah.
***
Bel pulang telah berbunyi. Itu, tandanya waktu pulang tiba.
Aku dan Riri berjalan kearah parkiran.
Tak sengaja mataku menangkap sosok makhluk hidup yang ganteng tapi menyebalkan. Azzam.
Aku terpaku pada Azzam. Bukan. Bukan karna gantengnya. Tapi terpaku pada tas yang digendongnya.
Bukan apa-apa, hanya saja benda yang diletakkan di kantong tasnya yang membuat ku terpaku.
Ya, itu benda yang sedari tadi ku cari. Setangkai bunga mawar. Gimana cerita bisa ada sama Azzam?
Atau jangan-jangan dia yang nyuri? Eh.
...
To be continued...
Maaf ya, lama up nya.♥️
KAMU SEDANG MEMBACA
Drama Sepupu [END]
Romance_ Kamu saling mencintai, tapi bukan 'tuk saling memiliki. _ •Begitu kata Sang Takdir Ini kisah Ku, kisah lika-liku cintaku yang mungkin berakhir luka. Dia yang tak pernah mau menatap, atau aku yang terlalu berharap? Tapi, aku berharap takdir merestu...