Drama 23

55 28 0
                                    

Happy reading ♥️

-----------------------------------------------------------------

. . .

Samar samar aku mendengar suara Riri memanggil namaku. Lalu aku mulai mencium bau minyak kayu putih.

Perlahan aku membuka mata dan mendapati Riri dihadapan ku. Ikatan tali di tanganku sudah lepas. Aku terbaring dilantai, lalu perlahan duduk dibantu Riri.

Dan kami ternyata masih berada di gudang belakang. Aku mengedarkan pandangan. Ternyata Azzam sedang duduk di kursi tempat aku diikat tadi.

"Gimana rasanya, Si? Ada yang sakit?" Riri bertanya dengan nada khawatir.

Aku menggeleng lemah.

"Kok, bisa kamu di sekap sama Sania?" Tanya Riri.

Aku menceritakan semuanya.

"Kok bisa Sania senekat itu?" Tanya Riri setelah mendengar cerita ku.

"Ini semua karna Azzam." Aku melirik kearah pemuda yang sedari tadi menyimak dalam diam.

"Aku?" Azzam bertanya seraya menunjuk dirinya sendiri.

"Iya. Sania, tuh, suka sama kamu. Terus dia cemburu kalau aku deket sama kamu."

"Sinting." Desis Azzam.

"Yaudah, yuk, kita pulang." Ajak Riri sambil memapahku.

Kami perlahan berjalan pulang lalu disusul Azzam dibelakang.

.
.
.
.
.

Malam ini, aku dan Azzam duduk diteras. Kami saling diam. Hanya mata yang sama-sama memandang bulan yang perlahan tertutup mendung.

"Si?" Azzam mulai bersuara.

"Hm?"

"Aku mau nanya."

"Nanya naon?"

"Cita-cita kamu apa?"

"Pengen jadi Dokter."

"Bagus."

"Bagus?" Aku mengulang pertanyaan Azzam karna heran kenapa bisa langsung spontan dia berkata seperti itu.

"Iya, biar bisa ngobatin hati aku yang terluka." Azzam tertawa.

Aku hanya tersenyum simpul. Sa ae nih, bocah.

"Tapi aku dukung kamu, Si. Biar besok, anak kita berkata, 'Dokter baik dan hebat itu, Umma ku'. Ya, nggak, Si?"

"Ha?" Aku tergagap sungguh, hayalan Azzam membuat melayang.

"Oh ya, gimana kalau misal aku pergi?" Azzam bertanya dengan pandangan yang masih menatap langit.

"Pergi kemana?" Aku berpaling kearah Azzam.

"Ya, nggak tau."

"Terus, kenapa bilang pergi?

"Ya, kan, misalnya."

"Ya, nggak gimana-gimana." Aku menjawab pertanyaan Azzam seadanya.

"Oke." Azzam menyahut singkat.

"Terus gimana kalau aku yang pergi?" Aku bertanya gantian kepada Azzam.

Azzam menegakkan punggungnya, yang awalnya bersandar di kursi.

Azzam diam sebentar sebelum menjawab, "Aku akan menatap langit. Karna kemanapun kamu pergi, kita akan tetap dibawah langit yang sama."

Azzam berhenti dan menghela nafas, lalu melanjutkan perkataannya, "Walau perasaan kita berbeda."

Aku meneguk ludah kasar. Lalu membalas uacapan Azzam.

"Jangan mencintai seseorang sederas hujan, jika orang tersebut ternyata malah memilih berpayung."

Persis setelah menyelesaikan ucapan ku, Azzam langsung berkata. "Tapi ini keknya beneran mau hujan, deh, Si. Mendung soalnya." Azzam memandang langit yang mulai gelap.

"Mendung belum tentu hujan, Zam." Aku berkata santai.

Azzam hanya memutar bola mata mendengar ucapan ku.

Tapi tak lama setelah itu, Azzam membalas dengan berkata. "Pacaran juga belum tentu ke pelaminan. Jadi, yuk, kita ta'aruf-an."

Ha?

To be continued...

Drama Sepupu [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang