Drama 24

56 30 2
                                    

Happy reading ♥️

-----------------------------------------------------------------

. . . .

"Jangan mencintai seseorang sederas hujan, jika orang tersebut ternyata malah memilih berpayung."

Persis setelah menyelesaikan ucapan ku, Azzam langsung berkata. "Tapi ini keknya beneran mau hujan, deh, Si. Mendung soalnya." Azzam memandang langit yang mulai gelap.

"Mendung belum tentu hujan, Zam." Aku berkata santai.

Azzam hanya memutar bola mata mendengar ucapan ku.

Tapi tak lama setelah itu, Azzam membalas dengan berkata. "Pacaran juga belum tentu ke pelaminan. Jadi, yuk, kita ta'aruf-an."

Ha?

.
.
.
.

Aku sedang asik menyiram bunga dihalaman sambil bersenandung ria.

"Asmara telah terkalibrasi frekuensi yang sama

Saatnya 'tuk mengikat janji merangkum indahnya

Laras rasa nihil ragu
Biar, biarlah merayu di ruang biru
Bias kita jadi taksu gairah kalbu mendayu
Sabda diramu"

Aku menarik nafas untuk melanjutkan lirik lagu selanjutnya. Tapi, ada sebuah suara yang menyambung lagunya.

"Jadikan hanya aku satu-satunya
Sang garwa pambage, sang pelipur lara
Nyanyikan 'ku kidung setia."

Loh, loh?

Itu bukan aku yang nyanyi, serius.

Suara tersebut datang dari arah belakang. Dengan cepat aku membalikkan tubuh.

"Mas Bian?" Mataku melotot sempurna. Serius, ini Mas Bian? Yang nyambung liriknya?

"Mas Bian, yang nyambung lagunya tadi?"

Ia tak menjawab, tapi hanya tersenyum simpul.

Aku melirik ke arah tangannya yang memegang sebuket bunga mawar merah.

Sadar aku melirik ke arah benda yang dibawanya, Mas Bian langsung menyodorkan nya ke arah ku.

"Nih, buat kamu."

"Haa?" Aku tak percaya.

"Buat kamu."  Ucap Mas Bian meyakinkan.

"Buat aku?"

"Iya, Sisi."

Dengan ragu aku mengambil bunga itu.

"Semoga suka, ya." Kata Mas Bian penuh harap.

"Iya, Mas." Balas ku.

"Ya udah, kalau gitu saya pamit dulu. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam."

Aku masih berdiri terpaku dengan kejadian romantis barusan.

Menurut ku romantis, sih. Ntah, kalau menurut kalian.

Aku juga bingung kenapa tiba-tiba Mas Bian ngasih bunga?

Ngasih aku atau sekadar ngobatin rindu pada Kakak?
Bunga mawar kan, favorit Kakak. Atau dia masih belum bisa move-on?

.
.
.
.

Sore harinya,  aku kembali menyirami bunga dihalaman.

Rajin banget, kan, pagi dan sore nyiram tanaman. Biasanya aku nyiram seminggu sekali, sih.

Drama Sepupu [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang