Drama 27

53 31 0
                                    

Happy reading ♥️

-----------------------------------------------------------------

Bel pulang telah berbunyi. Itu, tandanya waktu pulang tiba.

Aku dan Riri berjalan kearah parkiran.

Tak sengaja mataku menangkap sosok makhluk hidup yang ganteng tapi menyebalkan. Azzam.

Aku terpaku pada Azzam. Bukan. Bukan karna gantengnya. Tapi terpaku pada tas yang digendongnya.

Bukan apa-apa, hanya saja benda yang diletakkan di kantong tasnya yang membuat ku terpaku.

Ya, itu benda yang sedari tadi ku cari. Setangkai bunga mawar. Gimana cerita bisa ada sama Azzam?

Atau jangan-jangan dia yang nyuri? Eh.

Segera saja aku menghampiri Azzam yang terlihat sedang mengeluarkan motor nya.

Tapi langkahku di hentikan dengan tarikan Riri.

"Si, aku pulang duluan, Ya. Soalnya mau nemenin Kak Laras ke Pasar. Nyari bahan." Riri mengungkapkan alasan bahwa ia akan menemani kakaknya ke Pasar.

"Bahan apaan, Ri?"

"Bahan pembicaraan, biar nggak garing di chat Do'i."

"Ya elah. Serius atuh."

"Bahan buat usaha jualan dia."

"Ooh. Oke."

"Sip." Riri ngeloyor pergi begitu saja.

"Eh, Ri. Terus aku pulang sama siapa dong?"

"Tuh, sama Azzam!" Riri berteriak karna jarak kami mulai jauh.

Aku tak melanjutkan protes ku lagi. Karna Riri malah terus melanjutkan langkahnya.

Mau tak mau, aku menghampiri Azzam yang hendak mengengkol  motornya

"Zam!" Aku menepuk bagian belakang sepeda motor Azzam.

Azzam mengangkat bahunya. Kaget, mungkin.

"Astaghfirullah. Sisi?!" Azzam membalikkan tubuhnya menghadap kearah ku.

Azzam lalu turun dari motornya dan berjalan ke arahku.

"Kaget lu, Zam?"

"Enggak. Senam jantung aja tadi."

"Kenapa emang jantung, Lu?"

"Berhenti berdetak."

"Kok bisa?"

"Iya. Karna syok melihat bidadari ada di depan mata." Gelak Azzam dengan mengedipkan sebelah matanya.

"Dih. Genit."

"Biarin."

"Nggak jelas kamu, Zam."

"Aku? Kamu yang nggak jelas. Ngapain coba kamu kesini?"

Aku tersentak. Lupa dengan tujuan awal menghampiri Azzam.

"Aku mau nanya."

"Apaan?"

"Bunga mawar di tas kamu itu, punya siapa?"

Azzam melirik ke arah tasnya, lalu membuka tas nya dan menunjuk kearah samping tas dimana bunga tersebut berada.

"Ini?"

"Iyaa."

"Ooh, yaa punya aku lah."

Aku menautkan alis.

"Serius? Dari mana?"

"Nemu tadi."

"Dimana?"

"Diatas meja."

"Meja siapa?"

"Meja kamu."

Dengan singkat Azzam menjawab semua pertanyaan ku. Bikin kesel.

"Yaaa berarti itu punya aku dong, Zam." Aku berkata geram.

"Kan aku nemu." Azzam berkata santai.

"Itu bukan nemu namanya. Nyuri."

"Nggak, ah."

"Balikin. Itu bukan hak kamu." Aku mencoba meraih tas Azzam, guna mengambil bunga nya.

Tapi dengan sigap Azzam menghindar.

"Eits. Nggak bisa. Kalau bunga ini bukan hak aku, berarti hak aku apa dong?"

"Ya kamu nggak ada hak apapun."
Aku terus mencoba merebut bunga itu dari tas Azzam. Dan Azzam selalu menghindar.

"Ada. Hak aku itu mencintai kamu." Perkataan Azzam seketika membuat ku membeku.

Azzam menaikkan sebelah alisnya.

Semprul nih anak. Bikin repot jantung aja. Kali ini, kok, aku ya yang jadi senam jantung. Berdebar tak menentu.

"Zam. Balikin deh itu bunganya."

Tanpa diduga dengan cekatan Azzam mengembalikan bunga itu padaku.

"Nih. Lagian nggak guna juga bunga itu ku simpan.

"Terus kenapa kamu curi?"

"Nggak ku curi, Sisi."

"Terus apaan? Kalau yang punya nggak tau, terus kamu ambil gitu aja itu ya namanya mencuri." Aku menjelaskan dengan sebal.

"Kamu marah kalau bunganya aku curi?"

"Ya marahlah."

"Tapi aku nggak marah kalau kamu udah mencuri."

"Aku? Emang mencuri apaan?"

"Mencuri hati ku." Azzam tergelak lalu menuju motornya dan berlalu.

Aku mematung. Setelah sadar...

Kurang asem. Aku ditinggal.

Untung sayang, eh.

To be continued...

Drama Sepupu [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang