Drama 09

66 39 0
                                    

Happy reading ♥️

-----------------------------------------------------------------

💦💦💦

. . . .

Keesokan paginya, aku bangun lebih cepat dari biasanya. Ceritanya masih ngambek nih.

Setelah selesai siap siap aku segera berangkat sekolah tanpa sarapan terlebih dahulu.

Sampai disekolah, aku berpapasan dengan Riri. Teman sekelas plus sebangku.

"Tumben hari ini lebih cepat dari biasanya, Si?"

"Iya, aku ada janji sama Rafael untuk ngerjain tugas Kimia bareng."

"Loh, bukannya kamu ngerjain sama Kak Azzam?"

"Aku lagi gak mood Ri. Kamu tau kan, kemarin yang bikin masalah siapa?"
Memang, kemarin aku curhat ke Riri. Jujur, hari ini mood ku  hancur banget.

"Ya udah deh. Kamu udah sarapan?"

Aku menggeleng tanda belum.

"Kuy lah, ke Kantin."

"Yee, masalah makan aja kamu gercep Ri."

"Iya donk. Laper soalnya. Apalagi pagi pagi itu butuhnya sarapan, bukan harapan. Sarapan bikin kenyang. Harapan? Bikin apa coba? Kecewa, kan?"

Aku hanya tertawa kecil.

Kami langsung berjalan menuju kantin.

Aku hanya minum segelas teh hangat, dan mengambil sebungkus roti.

Ditengah menikmati sarapan, kursi sebelah ku ditarik seseorang. Saat menoleh, ternyata si jam sableng. Huft, jadi gak selera sarapannya.

"Selamat pagi"
Azzam menyapa kami. Namun, aku tak menanggapi nya.

"Pagi juga Kak."
Sahut Riri.

"Ekhem."
Azzam berdehem.

Apa maksudnya nih orang? Mau nyari perhatian sama Sisi? Oh tidak bisa Ferguso.

"Si?"
Akhirnya Azzam menyapa ku.

"Haa?"
Aku hanya menanggapi malas.

"Kok diem?"

Lah? Aneh nih orang. Masa ketika waktu makan, aku harus teriak teriak gitu?

"Waktu makan gak boleh ngomong"
Hanya ku jawab singkat. Biarin dikata jutek. Cewek mah harus jual mahal.

"Ooh."
Azzam hanya mengangguk lemah.

Haha. Emang enak dicuekin. Makanya jangan main main sama Sisi.

Aku bergegas menghabiskan sarapan. Setelah selesai, aku langsung beranjak dari kursi. Tapi tas ku ditarik Azzam.

Riri hanya bengong melihat kejadian ini. Dia hanya diam tanpa bicara. Ya iyalah diam. Lah wong mulutnya penuh sama roti.

"Kamu kenapa? Marah sama aku?"
Azzam bertanya pelan.

"Enggak kok. Siapa yang marah?"
Aku balik bertanya sambil memalingkan wajah.
Entah mengapa aku malah ingin menangis. Heleh cingeng.

"Kalau gak marah, kenapa jutek?"

"Emang selama ini aku perhatian sama kamu? Enggak kan? Udah lah, aku mau masuk kelas."

Aku segera menarik tas ku dari cekalan Azzam. Enak aja main tarik. Ntar sobek, gimana?

Mana tanggal tua lagi.

"Nih bawa air minum hangat, Si. Kamu tadi gak sarapan nasi. Nanti perut kamu sakit."
Azzam memberi sebotol minum.

"Enggak. Aku udah minum teh hangat tadi."

Azzam hanya mengangguk, meletakkan kembali botol itu.

"Ayo Ri!"

"Eh, iya ayo"
Riri segera memasukkan potongan perkedel kedalam mulutnya.

Wah, apa apaan nih Riri? Dia malah asik makan perkedel. Emang ajaib nih anak. Waktu suasana tidak kondusif aja dia masih nikmatin makanannya. Salut aku sama kamu Ri. The best. Haha.

.
.
.
.

Aku langsung mencari Rafael dikelasnya. Sedang Riri langsung masuk ke kelas kami. katanya dia ada jadwal piket.

Rafael ternyata lagi duduk dengan teman se-genk nya. Dia melambaikan tangan ke arahku, aku langsung mendekat.

"Hai Si"

"Hai juga El. Maaf nunggu lama ya?"
Aku berkata tak enak.

"Eh, enggak kok Si. Santai aja"
Ucapnya tersenyum manis.

"Ya udah yuk kerjain. Kerjain nya di taman samping kelas kamu aja ya." Usul El.

Aku hanya mengangguk.

Ya, Kelas kami berbeda. Aku XI Ipa I, sedangkan ia ada di XI Ipa III .

Aku dan Rafael berjalan beriringan, sambil bercanda ria.

Saat dalam perjalanan, aku melihat Azzam berkumpul bersama genk nya di tengah taman. Ia melihat ke arahku tajam, seakan bicara lewat matanya. Tapi aku buang muka aja. Lah, dipikir aku ini spesies jenis apa? Yang ngerti bahasa isyarat mata.

Sesampai nya di kursi taman yang tak jauh dari Azzam duduk, kami segera mengerjakan tugas sebelum bel berbunyi.

Ketika mengerjakan tugas, aku tak sengaja melihat ke arah Azzam. Tatapan nya masih sama, tajam.

Aku tetap tak perduli, tetap mendengarkan dan menyimak penjelasan Rafael. Dari dekat, Rafael juga gak kalah tampan dari Azzam. Lesung pipi dan gigi gingsul nya membuat ia terlihat manis.

"Kamu kenapa Si? Kok senyum senyum gitu?"

"Eh?"
Aku mengerjap kaget.
"Eh, itu, aku kagum aja sama kamu yang pintar dalam pelajaran kimia."

Aku membuat alasan cepat. Kalian kalau mau bohong dan gak tau mau alasan apa, hubungi aja Sisi. Dijamin sukses. Haha.

"Terima kasih, Si. Kamu boleh kok minta tolong sama aku, kalau ada tugas lagi. In syaa allah aku bantu."

"Wah serius, El?"
Tak sadar, wajahku hampir dekat dengan Rafael. Duh, untung hujan lokal tidak turun.

"Serius."
Katanya sambil mendorong wajahku dengan ujung buku paket.

Aku langsung menarik kembali wajah cantikku ini.
"Eh, maaf."

Rafael tersenyum. Ia segera membereskan buku.

"El, kamu duluan aja deh. Aku masih mau nyalin sedikit lagi, nih."

"Ya udah, aku duluan ya."

"Oke."

Saat sibuk menyalin, aku melihat sepasang sepatu berjalan mendekat.

"Kok balik lagi, E--l?"
Aku terkejut saat mendongak. Ternyata di Azzam, bukan El.

"Nanti ketemuan di taman, jam istirahat."
Azzam berkata dan langsung pergi tanpa persetujuan ku. Hadeh, Maksa dia.

Aku segera menyelesaikan tugas ini, dan segera masuk ke kelas.

.
.
.

To be continued...

Drama Sepupu [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang