Drama 19

50 31 0
                                    

Happy reading ♥️

-----------------------------------------------------------------

. . .

Riri menarik tanganku dengan semangat. Ia mengajak ku untuk menonton pertandingan basket. Sebenernya males, sih.

"Ayo, Si. Cepet."

"Ish, aku nggak mau." Aku mengibaskan tangan berusaha berontak.

Namun, nihil. Riri memegang tanganku erat.

Sampailah kami di tempat lapangan pertandingan. Kami segera duduk diantara para penonton yang lainnya.

Acara dimulai dengan penampilan cheerleader. Saat Riri sedang asik menikmati pertunjukan, aku diam-diam  pergi meninggalkan pertandingan. Untung  Riri tak menyadari.

Aku memilih membaca buku di perpustakaan. Keadaan sekolah sangat sepi, tentu saja karena para murid menonton pertandingan. Hanya tersisa beberapa murid saja, mungkin mereka kurang menyukai sesuatu yang berhubungan olahraga.

Empat puluh menit berlalu, terdengar langkah kaki masuk ke perpustakaan. Dua orang siswi menelusuri rak buku sambil bercerita.

"Saingan berat, ya."

"Iya. Dari tadi skor nya sama terus."

"Tapi, aku greget banget sama tim lawan, mainnya curang. Masa, main kecurangan fisik. Kak, Azzam sampe jatuh tadi."

"Iya. Tapi, mudah-mudahan tim kita menang, ya."

"Aamiin."

Aku mendengarkan secara seksama percakapan mereka. Main curang? Azzam sampe jatuh?

Wah, nggak bisa dibiarin, nih.

Aku paling nggak suka kalau udah main fisik.

Aku berlari menuju arena pertandingan lalu duduk diantara para penonton, tepatnya disamping Riri.

Riri menoleh ke arah ku kaget.
"Dari mana aja, sih? Dicariin juga."

"Ya, maaf. Tadi nggak selera mau nonton."
Aku berkata dengan rasa bersalah.

"Ih, emang makanan apa pake selera segala." Riri berkata dengan nada kesal.

Aku tak menanggapi ucapannya. Mataku mencari sosok Azzam. Terlihat ia dan tim nya sedang beristirahat.

"Ri, tadi katanya Azzam jatuh, ya?"

"Iya, tuh. Lututnya memar." Riri menunjuk ke arah Azzam dengan dagunya.

Aku celingukan mencari dimana letak memarnya.
"Mana? Kok, kamu tahu memar? Kan dia pake kaos kaki sampe atas lutut."

"Ya, kan, tadi waktu diobatin dibuka, Sisi." Riri menjawab sambil memutar bola mata malas.

"Ooh." Aku mengangguk paham.
.
.
.
.

Pertandingan akan segera dimulai. Wasit melakukan jump-ball. Kemudian bola diperebutkan kedua kapten tim. Azzam menguasai bola.

Bola di oper sana-sini. Ketika Azzam siap mendribel bola dan lay up shoot tapi tim lawan yang licik menyandung kakinya.

Hingga bola gagal masuk, dan Azzam terjatuh.

Suara riuh penonton menggema. Menyoraki tim lawan yang licik. Sedangkan para suporter tim lawan juga menyoraki, kemungkinan sedang menertawai kami.

Azzam kembali bersiap di tempat bersama timnya. Aku berusaha menyemangati Azzam dengan sekuat tenaga.

"Azzaaammm, semangat. I am here for you."

Aku yakin Azzam pasti mendengarnya. Walau suaraku mungkin tenggelam dengan suara suporter yang lain.

Terlihat Azzam celingukan mencari keberadaan ku. Yap, tepat matanya menemukan dimana ku berada. Azzam tersenyum tipis lalu mengangguk. Keringat membanjiri pelipisnya, menambah kesan cool nya. Aish.

Wasit kembali melakukan jump-ball. Namun, kali ini kapten tim lawan yang menguasai.

Tim sekolah kami bekerja sama, hingga akhirnya bola berhasil direbut. Azzam  berhasil menerobos pertahanan lawan lalu melakukan shoot.

Dan... Yes. Bola berhasil masuk ke ring.

Tim kami berhasil memperoleh satu poin diatas mereka.

Suara teriakan menggema. Berpelukan sambil menangis terharu.

Aku tersenyum menatap Azzam yang juga menatap ke arahku. Ia mengepalkan tangan mengisyaratkan kata 'yes' padaku.

.
.
.
.

Pertandingan selesai. Para suporter keluar terlebih dahulu, disusul para pemain.

Aku memberikan es lemon tea kepada Azzam saat ia baru keluar.

Sampai di lobby, sontak para siswi mengerumuni Azzam.

Mereka menjerit sekeras-kerasnya. Seolah-olah Azzam adalah seorang aktor terkenal.

"Kyaaa, Bang Azzam!"

Pekikan segerombol genk badut. Eh, maksudnya cewek yang dandanannya menor banget. Bibir kek abis kejedor pintu, pipi merah kek abis ditampar emaknya, rambut kek abis kejemur. merah abis kek buntut jagung.

Jeritan mereka memenuhi indera pendengaran. Haish! Emang, apa lebihnya, sih, Azzam itu? Sampai dipuja-puja banyak gadis segala.

Yah, memang sih, hari ini Azzam dan timnya memenangkan pertandingan basket. Tapi kenapa hanya Azzam seorang saja yang di kerumuni?

Mau nangis. Huhuuu.

"Bang, boleh foto bareng, gak?" tanya salah satu cewek.

Aku yang sejak tadi berjalan di belakang Azzam, otomatis berhenti. Tak bisa melanjutkan perjalanan. Macet total.

Azzam tak menanggapi anak-anak baru netas itu. Ia hanya diam, memandangi mereka satu persatu.

"Bang, boleh minta tanda tangannya?"

"Bang, ntar malam ada acara?"

"Bang, kok, bisa makin ganteng?"

Aku memutar kedua bola mata. Pertanyaan macam apa itu? Aku terjebak pada situasi di mana ada Azzam di dalamnya. Lebih horor dari film horor.

Beberapa detik berlalu, Azzam masih tak merespon. Aku berdiri dengan kedua tangan bersedekap. Menunggu sampai para cewek genit itu tak lagi memadati lokasi.

"Gak bisa!"

Jawaban singkat dari Azzam terdengar seketika. Bukannya merasa kecewa, cewek badut tersebut malah makin berteriak-teriak kesenengan.

Mau bagaimana pun perlakuan Azzam terhadap mereka, hal itu tetap dipandang sebagai suatu perkara yang menakjubkan. Aneh. Pake susuk keknya dia.

Tak lama kakak kelas songong datang. Ya, Sania. Ia berjalan membelah kerumunan.

"Hay, Zam. Selamat, ya, atas kemenangannya." Sania mendekat ke arah Azzam.

Sontak para cewek yang berkerumun tadi langsung bubar.

"Terima kasih." Azzam membalas dengan senyum.

Sania melirik ke arahku sebelum memberikan Azzam sebotol minuman. "Ini, Zam, aku bawain susu."

Azzam hendak menerimanya, tapi urung, karna aku segera mengambil minuman itu.
"Azzam alergi sama susu. Ya, kan, Zam." Aku berkata pada Azzam sambil tersenyum.

Azzam menganggukkan kepala perlahan sambil tersenyum canggung.

Aku mengembalikan botol itu pada Sania, sambil tersenyum smirk. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

Namun, dalam hatiku berkata, 'dasar ulet keket.'

Aku berlalu meninggalkan mereka, disusul Azzam yang mengekor dibelakang.

. . .

To be continued...



Drama Sepupu [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang