55. PERTOLONGAN

4 3 0
                                    

Kondisi disini sudah kacau balau. Tidak, memang sejak awal kondisi ini sudah kacau. Semuanya sudah terbongkar dan fakta-fakta mengejutkan berserak.

Ayu panik hingga jantungnya berdetak tak karuan. Ia menggigiti kukunya sendiri sangking bingung harus apa. Ayu rasanya ingin sekali marah pada dirinya sendiri yang hanya mampu diam tanpa melakukan apapun seperti ini.

Kalau begini, bukannya percuma saja dia ikut? Bukannya membantu, ia mungkin bisa saja jadi beban.

Ayu memejamkan matanya geram. Ia menipiskan bibirnya, memutar otak mencari jalan keluar.

"Ayo, otak! Cari jalan keluar!" batinnya berteriak.

"Heh, lo hubungin Nisa atau temen lo yang satu lagi itu sekarang! Kita butuh bantuan!"

Jantung Ayu yang memang sudah tidak stabil detaknya, kini seakan berhenti karena suara pelan Rian yang melambai di telinganya. Iya, tepat di telinganya. Cowok itu baru saja berbisik kepadanya!

"Yaampun," Ayu tidak berani menoleh ke samping kanannya, dimana posisi Rian bisa dibilang lumayan dekat dengannya.

"Cepetan oy!" desak Rian.

Ayu yang tadinya masih bengong langsung tersadar. Ia buru-buru merogoh saku bajunya dan mengeluarkan ponsel.

Tangannya gemetar, entah efek situasi yang mengerikan atau karena hadirnya sosok Rian yang mampu terdeteksi. Entahlah, pokoknya Ayu kesulitan menekan layar ponsel.

"Lo jangan salting kayak gitu gara-gara gue. Ingat, gue ngak suka sama lo!" suara bernada pelan sirat akan intimidasi meluncur bagaikan radikal bebas pembawa penyakit dari mulut Rian.

Iya, benar-benar pembawa penyakit. Karena setelah mendengar tuturan itu, tubuh Ayu seolah dirangsang paksa agar bisa merasakan luka yang berpusat di hatinya. Sungguh sakit!

"Lo emang jahat," tentu saja, kata-kata itu tidak meluncur bebas dari mulutnya, melainkan mendekam di dalam hatinya.

Ayu segera meng-call nomor Rabi ketika ia berhasil menemukannya. Menyahuti omongan Rian hanya akan semakin melukainya. Lebih baik meminta bantuan agar situasi bisa terselamatkan.

"NGAPAIN LO?"

Ayu langsung kaget sekaget-kagetnya kala bentakan itu menusuk telinganya. Ia menoleh ke arah Tama, cowok gila dan menyeramkan yang melukai tubuh Lutfia dengan tajamnya pisau. Dan... Ini buruk. Cowok itu menatap Ayu dengan dingin.

Tama menyunggingkan senyuman manis, tapi tatapannya sama sekali tidak meluntur. Itu mengerikan! Ayu rasa ia dalam masalah sekarang.

"Lo mau nelpon seseorang, hmm?!"

Pertanyaan yang retoris.

"Mau coba minta bantuan, ya?"

Lagi, pertanyaan yang retoris.

Saat ini, kondisi semakin tidak konduktif. Suasana begitu mencekam, hingga rasanya bernafas saja sulit.

Ayu secara refleks menyembunyikan ponselnya ke belakang tubuh. Walaupun ia tau itu percuma, karena cowok pyscho itu sudah melihat ponselnya.

Saat ini, semua mata tertuju ke arah Ayu. Namun, yang Ayu khawatirkan hanya satu tatapan mata, tatapan mata Tama. Tatapan mata itu seolah menunjukkan bahwa Ayu telah melakukan kesalahan yang sangat besar.

"Lempar kemari ponsel lo!" perintah Tama kini dengan suara datar dan sangat tajam. Tangannya terulur ke arah Ayu.

Ayu bimbang. Ia bingung harus apa. Memberikan ponselnya kepada cowok itu jelas adalah keputusan yang sesat. Namun, membiarkan ponselnya tetap berada padanya juga merupakan keputusan yang––

FRIEND AND LOVE STORY (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang