47. TERSENTUH

4 3 0
                                    

Malam ini begitu dingin. Suasana sepi menambah kesan yang cukup untuk membuat Lutfia hanyut dalam pikirannya.

Lutfia merasa seolah kepalanya akan pecah. Ia tidak tau harus bagaimana menghadapi situasi runyam yang menimpanya ini. Dan ia cukup merasa bersalah karena teman-temannya juga harus terlibat dalam hal membahayakan ini.

Lutfia memijat pelipisnya untuk menghilangkan rasa tidak nyaman dikepalanya. Namun nyatanya, itu sama sekali tidak membantu.

Lutfia merasa hari-harinya seolah menjadi tanjakan duri yang kapan saja bisa melukainya. Terlalu sulit untuk ia lewati.

Ia bahkan tidak bisa tidur dengan nyenyak semenjak insiden kotak mengerikan itu. Ia merasa takut disetiap waktu. Seolah-seolah peneror itu bisa datang kapan saja menghampirinya tanpa ia sadari.

Itu cukup membuat Lutfia selalu merasa was-was, mau ia berada dimanapun. Karena ia tidak tau segila apa peneror itu, mungkin bisa saja lebih gila dan mengerikan dari para pembunuh.

Sekarang, suara-suara kecil saja bisa membuat dirinya berhati-hati. Entah bagaimana, tapi rasanya sekarang pendengarannya jauh lebih tajam. Mungkin efek rasa takut yang melingkupi dirinya membuat indranya sensitif.

Lutfia menarik napasnya sedalam mungkin, kemudian ia menghembuskannya secara kasar.

Ia bangun dari tidurannya, menyandarkan tubuhnya pada tembok kamar. Ia memeluk kedua kakinya, menenggelamkan kepalanya.

Lutfia berusaha untuk tidak menangis. Namun ia tidak sanggup memendung rasa sakitnya.

Lutfia berusaha menutupi suara tangisnya agar Nafia tidak mengetahuinya. Ia tidak ingin menambah kekhawatiran sahabat terbaiknya itu.

"Kenapa?" tanya Lutfia. "Kenapa semuanya harus terjadi?"

Dadanya terasa sesak. Tubuhnya gemetar. Namun Lutfia tetap berusaha meredam suara tangisnya.

"Gue takut," gumam Lutfia dengan suara bergetar.

Disaat Lutfia sedang stres berat, nada dering ponselnya berbunyi. Lutfia mengangkat wajahnya yang sembab, ia mencari dimana letak ponselnya.

Setelah menemukannya, Lutfia mengambilnya. Ia melihat nama Reza di layar sebagai panggilan masuk.

Lutfia tidak ingin mengangkatnya, namun hati kecilnya memberontak. Seolah ia ingin sekali mendengar suara sang penelpon dan mencurahkan isi hatinya.

Namun Lutfia tetap tidak mengangkat panggilannya. Ia membiarkan ponselnya berdering begitu saja.

Setelah beberapa menit, Reza berhenti menelponnya. Namun Lutfia tak kunjung melepaskan ponselnya. Gadis itu kembali menenggelamkan kepalanya dikedua lututnya dan memeluknya dengan ponsel yang masih digenggamannya.

Lutfia kembali ingin menangis, namun suara dering ponselnya kembali menarik perhatiannya.

Dan di layar, tertera nama Reza, lagi. Lutfia tidak menyangka bahwa Reza akan tetap menelponnya setelah panggilan pertama ia abaikan.

Pada akhirnya, Lutfia mengangkat panggilan dari Reza. Namun sebelum itu, ia berusaha menetralisir suaranya agar terlihat normal.

"Assalammualaikum!" terdengar suara Reza dari seberang sana.

Lutfia menarik napasnya dan menghembuskannya. Ia berusaha untuk terlihat baik-baik saja, walaupun nyatanya tidak.

"Waalaikumussalam!" jawab Lutfia.

Tidak terdengar balasan apapun. Dan Lutfia juga enggan untuk memulai percakapan. Ia takut jika Reza menyadari kondisinya saat ini. Dan Lutfia tidak ingin menjadi terlalu dekat dengan Reza. Udah cukup kesalahan yang ia buat karena memeluk Reza tempo hari. Lutfia sangat menyesali perbuatannya itu, dan tentunya ia juga malu.

FRIEND AND LOVE STORY (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang