Destiny [TAELICEKOOK]

🔹35🔹

🍁

🍁

🍁

🍁🍁🍁🍁🍁
           
             

Alice mendecak pelan mendengar percakapan bisnis Jungkook dan Woojin, yang menurutnya dipenuhi basa-basi. Meski setengah menyimak, gadis itu dibuat penasaran dengan sikap kedua pria itu.

Jungkook yang terlalu tenang dan santai, serta Woojin yang terlalu ramah dan terlihat sangat segan pada Jungkook.

"Siapkan semuanya, aku akan mengumumkan pengangkatanmu sebagai pengganti Haru saat pesta pergantian tahun." ucap Jungkook.

"Apa?"

Bukan Alice, tapi Jaehyun lah yang memberi reaksi. Meski sang gadis sama kagetnya, tapi Jaehyun bertindak lebih cepat.

"Jadi dia bukan perwakilan D-oxy?" sambung Jaehyun.

"D-oxy?" Woojin membeo. "Kalau maksudmu pertemuan dengan D-oxy, pertemuan sudah dijadwal ulang untuk minggu depan."

Degup jantung Alice berdetak semakin cepat, perasaan aneh yang ia rasa berubah menjadi firasat buruk.

Jungkook mengelabuinya, bahkan Jaehyun dan Ten pun tampak clueless.

"Apa maksud semua ini?"

Tatapan Alice dan Jungkook bertemu, amarah terlihat jelas di sepasang manik kelereng sang gadis. Sementara Jungkook, mengangkat acuh kedua bahunya sebagai respon.

"Ini salah satu tugasmu, mengawalku." tanggap Jungkook kelewat santai.

"Kau----"

Kalimatnya terjeda, getaran di saku celananya membuat Alice menggeram rendah.

Tidak, kalian tidak salah. Itu memang ponsel. Bukan hanya Alice. Bahkan Eagle, Jessie, Jane dan Rosie juga memiliki ponsel rahasia.

"Ada apa?" tanya Alice tanpa basa-basi.

"Kami diserang, Hyunjin diculik."

Meremat ponselnya, Alice memejamkan mata sesaat setelah mendengar jawaban salah satu kakaknya.

"Jaga diri kalian."

"Ta----"

Alice memutus panggilan itu, ia bisa menebak situasi sulit yang mungkin dialami saudarinya. Mereka pasti tidak bisa bergerak bebas, maka dari itu mereka menghubunginya.

"Karena tidak ada yang penting, aku pergi."

Jaehyun bangkit dari duduknya, belum sempat ia menyuarakan rasa penasarannya, Jungkook sudah lebih dulu berucap.

"Aku belum memberimu izin."

Langkah Alice terhenti, tangannya mengepal kuat menahan emosi. "Aku akan tetap pergi." sahutnya. "Dengan atau tanpa izinmu."