16. Tinta Merah

6 2 0
                                    

Menetapkan pikirannya pada satu keputusan  yang bulat, Bayu akhirnya bertekad membawa Abi ke kantor inspektur Fyodor untuk diinvestigasi lebih lanjut disana. Pastinya mereka akan menjalankan tugas tanpa gangguan dari warga desa, sesi tanya jawab akan berjalan sesuai aturan sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, pagi-pagi sekali Bayu mengunjungi rumah Abi.

"Tapi hari ini adalah pengumuman kades, aku harus menunggu hasilnya yang keluar siang ini," ujar Abi ketika Bayu menjelaskan maksud kedatangannya.

Bayu mengangkat alis kananya, sedikit tidak mengerti dengan cara pikir Abi, "Apakah itu lebih penting sekarang? Jika kau terus menunda, maka aku bisa memasukkanmu pada daftar tersangka bukan sebagai saksi lagi," jelas Bayu dengan nada bicaranya yang berusaha ramah, emosi harus ia tahan agar jiwa Abi tak tergoncang lagi dan berakhir pingsan. Bayu tak ingin mengulang kesalahan yang sama.

"Dengan menghindar seperti ini, kau bisa memunculkan praduga yang pastinya akan merugikanmu Abi," lanjut Bayu membuat Abi mendongak menatap pria itu.

Akhirnya tatapannya melunak, menandakan perubahan pikiran dalam diri pria itu.

"Apa kau memiliki hubungan dengan kasus ini? Kau..."

"Tidak, aku tidak bersalah. Bukan aku pelakunya," Abi menggeleng kuat, wajahnya tak terlihat gugup dan memelas malahan terkesan datar membuat Bayu kesusahan membaca isi pikiran Abi sekarang. Ia terkesan percaya diri dengan argumennya.

Bayu menghembuskan napas pendek kemudian lanjut bicara, "Kalau begitu ikut denganku dan buktikan kepadaku dirimu tidak bersalah. Dan jika kau sampai dinyatakan bersalah atau memliki hubungan terkait insiden ini, jabatan kades itu tidak akan penting lagi Abi," Bayu menjelaskan agar Abi dapat mengerti dan mau, lebih tepatnya harus mengikuti prosedur yang ia buat.

Abi terdiam untuk sejenak, tampak berpikir namun akhirnya menangguk pelan.

"Aku sudah mengirimimu mobil dan seorang supir, mungkin sekitar lima belas menit lagi mereka sampai," ujar Fyodor menjelaskan dari seberang telepon.

"Ok," setelah selesai mengangkat telepon, Bayu berbalik, kembali pada Abi.

"Kita akan pergi lima belas menit lagi," Bayu berucap kepada Abi yang tampak bergeming di tempat. Bayu mengikuti arah pandang pria itu dan berakhir pada lapangan desa.

Diman para warga tampak berkumpul, mempadati area lapangan desa seperti kemarin. Anehnya baik kemarin dan hari ini, Bayu hanya melihat kaum pria disana. Entah mungkin Bayu yang kurang memahami tradisi desa atau memang kaum hawa sengaja tidak diikutkan dalam acara seperti ini.

Suara-suara mulai bersahutan menyebutkan nama Abi dan pak de Teo secara bergantian. Pembacaan hasil pemungutan suara dilakukan secara terbuka, hasil dibaca di depan warga mengingat jumlah warga yang tak banyak. Tak menampik dalam waktu singkat acara itu akan selesai. Abi terlihat berburu dengan waktu. Nama Abi dan pak de Teo tercatat di papan, skor mereka saling berpacu saling mengejar melepas ketertinggalan. Abi terus berfokus ke depan. Dan Bayu yang mengikuti ke mana pandangan Abi berlabuh. Tam sedikit dari para warga yang mencuri pandang ke arah mereka, lantara. abi sendiri yabg tidak ikut saat perhitungan suara. Tapi tampaknya mereka tak memberikan reaksi apapun, bhakan tak menghampiri untuk sekedar melempar pertanyaan basa-basi. Mereka pura-pura tak melihat ektika tertangksp basah dan segera menoleh ke depan lagi.

Bayu kembali mengeluarkan catatan dalam benaknya, satu hal yang bisa ia pastikan sekarang. Hubungan warga desa Bunglon dengan Abi tidaklah cukup baik.

Abi mengepalkan tangannnya dengan pandangan tak luput dari lapangan desa. Apa desa ini benar-benar membencinya? Sepertinya desa ini selalu memandangnya sebagai sosok yang lemah, mudah diejek bahkan mudah ditanganj. Abi benci akan fakta itu tapi nahasnya ia sendiri tak bisa menolaknya.

Desa Bunglon (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang