33. Gua

6 2 0
                                    

Menapakkan puluhan langkah ke dalam hutan, secara serempak dan tak ada sirat keraguan sama sekali, kaki mereka membelok setelah melewati gelondongan pohon yang roboh seperti bekas disambar petir kemudian berjalan kira-kira melewati tiga pohon. Seolah sudah hapal betul letak tujuannya, mereka membelok lagi ke kiri, lurus dan berakhir berhenti setelah melewati jejeran pohon yang tumbuh dengan rupa nyaris sama. Rute yang apabila digambarkan pada sebuah kertas akan membentuk pola abstrak memusingkan namun berhasil dikuasai oleh mereka.

Bayangkan sebuah batu besar menghampiri pandangan kita saat ini, mendongakkan kepala kita dapat melihat rumput-rumput liaryang tumbuh secara acak, ranting pohon, daun mengering yang menyebrang dari sisi kanan atas batu hingga ke sisi kirinya. Setiap sudut ditumbuhi lumut yang berwarna hijau gelap dengan kerikil kecil sebagai alas kaki tempat kita menapak saat ini, berakhir pada garis-garis tanah yang menandakan gesekan saat batu besar ini didorong paksa.

Pak de Teo mencuri pandang ke arah Ujang kemudian Sarung dan berakhir pada Gabus. Mereka menangguk pelan kemudian mendaratkan telapak tangannya pada pinggiran batu kemudian mendorongnya dengan sekuat tenaga.

Di ujung, di balik sebuah batang pohon besar yang cukup untuk menutupi tubuhnya dari pandangan warga, Bayu membulatkan matanya terkejut. Jujur, ia dan Abi kemarin sempat melewati batu besar ini, tapi mereka tidak tahu kalau batunya bisa digeser hingga menampakkan terowongan buntu yang mirip  layaknya sebuah gua. Apa yang akan para warga lakukan dan rahasia apa yang emreka sembunyikan disana benar-benar membangkitkan rasa oenasaran Bayu sekarang. 

Setelah batu besa itu di geser ke samping, pak de Teo berjalan masuk diikuti Ujang dan para warga lainnya. 

Gelap menghampiri mereka kala maju selangkah ke dalam. Dihadapkan oleh banyak jejaring laba-laba yang saling bertautan antar dinding batu satu dengan yang lain. Di tengah heningnya atmosfer, Ujang melonjak kaget saat merasakan sensasi dingin mulai dari tambut hingga ke lehernya. Napasnya tertahan untuk sesaat, ia menatap ke sekeliling diamna para warga tengah sibuk sendiri dengan segala macam persiapan. Memberanikan diri. ujang akhirnya mendongakkan kepala ke atas hingga renanya mengerjap pelan saat tetesan air dari salah satu lubang gua membasahi wajahnya. Untuk sesaat jantungnya mencelos, Ujang menggeleng pelan membuyarkan perasaan itu dan kembali fokus.

Sarung menyalakan lampu senternya kemudian diarahlan tepat ke depan, menghujani kegelapan gua yang terlihat tanpa ujung itu dengan kilat cahayanya. Rena para warga otomatis bergerak seakan mencari sesuatu.

"Diterima! Dewi telah menerimanya!" pekik Ujang histeris kemudian segera membungkukkan badan kemudian secara otomatis dan tanpa aba-aba, mulut mereka bergerak mulai melantunkan nada. 

Bulu kuduk bayu meremang disaat mendengarkan iringan-iringan nada yang keluar dari mulut para warga. Mereka seakan bersenandung tanpa lirik, nada-nadanya memberat dan terkesan melemah di awal hingga saat mencapai puncaknya, nada-nadanya berubah melengking. Terkesan horor dan entah kenapa perasaan Bayu tidak enak. Ada teriakan-teriakan di akhir juga, seperti Dewi katanya?

Bayu menarik napas kemudian menghembuskan napasnya, menarik langkah mendekat agar bisa melihat ke dalam gua.

Para warga mulai menari, diawali dengan gerakan-gerakan kecil hingga berubah spontan dan tak beraturan di akhir. Seolah jiwa mereka dikuasai oleh iringan lagu yang mereka lantunkan, gerakan mereka berubah liar. Saling sahut-sahutan dan berteriak secara nyaring. Kaku tak menutup tekad, mereka menari mengikuti rancak bunyi dan berbaur melalui gerakan. Berbeda dengan para kaum pria, Kori dan Tika di tengah-tengah gua hanya berjongkok menumpuhkan kedua lututnya ke atas tanah sembari menangkupkan tangan mereka. Kedua mata mereka terpejam, samar tapi pasti Bayu dapat melihat bibir mereka bergetar.

Rena Bayu bergerak lagi, berusaha lebih berani untuk mengamati keadaan di dalam. Hingga pandangannya berhenti pada sudut gua sebelum kegelana menyapu bersih sisanya, Bayu dapat melihat dua buat balok kayu berukuran lumayan besar yang semacam dipaku sembarangan pada bagian sisi-sisinya.

Desa Bunglon (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang