38. Truk?

7 2 0
                                    

"Kalian sudah membacanya?" rena Abi bergerak, mengamati setiap raut yang para wanita gubuk tampilkan sebelum berhenti pada Rahayu. Iya, wanita itu entah bagaimana berhasil menemukan Abi di dalam gubuk. Sekonyong-konyong, kontak batin ibu dan anak mereka menyala. Beruntung kemarahan Rahayu dapat Abi redam dengan menunjukkan kertas yang ia temukan di belakang gubuk. Rahayu akhirnya terdiam dan lambat laun ekspresinya melunak.

Takut, cemas, tegang, sedih, kini semua ekspresi itu dapat Abi saksikan. Saling beradu dan cenderung ke arah negatif didukung oleh heningnya suasana mendesak mereka sepakat untuk diam. Tidak ada yang berani angkat suara, hanya lirikan-lirikan mata yang Abi dapati.

"Apa yang akan kalian lakukan?" tanya Abi lagi namun berakhir diabaikan.

"Kalian masih akan tetap seperti ini?"

Mereka masih terdiam bisu kendati beberapa dari mereka mulai mendongakkan kepala untuk membalas tatapan menuntut Abi.

"Dia meninggal karenamu."

Suara yang terdengar cukup tegas itu menarik fokus Abi.

"Jika tetap digubuk dan bergaul dengan kita, dia tidak akan berakhir seperti ini," wanita lain di gubuk menyahuti diikuti anggukan yang lainnya sebab mereka memiliki perwakilan dalam obrolan kali ini. Sahut-sahutan mulai terdengar dan terkesan menyalahi Abi, melalui ekor matanya Abi dapat melihat Rahayu sudah tampak berang. Wanita itu sudah ingin bangkit berdiri dari duduknya sebelum Abi memaksa kedua rena itu untuk menatapnya, menyuruhnya menahan amarahnya dan jika kontak batin mereka kuat, ibunya itu akan tahu bahwa untuk sekarang Abi ingin menyelesaikan masalahnya sendiri.

"Iya ini semua karenaku sekarang aku sedang ingin menebusnya," ujar Abi yang membuat para wanita gubuk sontak melirik ke arah Diah yang terdiam mematung sedari tadi.

"Bagaimana bisa?" tanya (blm mati)

"Dengan jawaban kalian."

"Kumohon bekerja samalah setidaknya kali ini. Kenapa kalian menanggapku seperti musuh?" Abi berusaha melunakkan nada bicaranya agra obrolan mereka hari ini tidak terkesan seperti saling melempari bom meriam guna melihat siapa yang mati duluan.

Semuanya kembali diam dan saling berbicara melalui lirikan mata.

"Ceritakan kepadaku sejujurnya apa yang selama ini terjadi di dalam gubuk," lanjut Abi.

"Abi," Rahayu tiba-tiba menginterupsi.

"Buk..." balas Abi diikuti helaan napas berat Rahayu. Setidaknya ia sudah berjanji untuk tidak akan menghalangi pria itu lagi dan setidaknya untuk sekarang Rahayu harus menepatinya.

Semua sontak melihat ke arah Diah membuat napas wanita itu tercekat. Terpaut jeda beberapa detik sebelum akhirnya Diah mengelus perutnya yang mulai buncit dan menangguk.

---

Di tengah ricuhnya keadaan desa, pak de Teo berakhir menginjakkan kaki ke rumah mbak Dewi. Entah apa yang menghasutnya untuk kembali berkunjung, pikirannya kalut membuat kakinya melangkah tanpa sadar. Tanpa berucap apa-apa pak de Teo mengambil sapu lidi di sudut halaman serta merta membersihkan halaman yang sudah bersih itu.

Tanpa pria itu sadari, melalui ekor matanya mbak Dewi memperhatikan gerak-gerik pria itu sedari tadi. Tangannya meremas kuat ujung kain bajunya, mbak Dewi menarik naaps panjang sebelum berujar pelan. Berusaha menyapu kebimbangan dalam diri dengan menegaskan setiap kata yang keluar dari mulutnya agar sapat diterima oleh oria itu.

"Jangan dibutakan oleh keserakahan."

Satu kalimat yang keluar dari mbak Dewi berhasil menghentikan aktivitas pak de Teo di depan sana. Tangannya berhenti menyapu dengan tubuhnya yang perlahan menegak dan berbalik menatap ke arahnya.

Desa Bunglon (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang