Sudah sepersekian kali Halilintar mengaduh pada setiap sentuhan yang mengenai kulitnya.
Dengan perlahan, Halilintar melepas sarung tangannya, melihat dengan mengernyit luka yang menyerupai pohon mati bercabang. Jika saja lukisan, mungkin sudah banyak yang akan membelinya.
Halilintar hanya bisa menyentuhnya perlahan sebelum kembali meringis kesakitan.
Mengambil perban dikabinet, Halilintar melilit lukanya lalu menghela nafas panjang.
"Sial"
😖
"Jangan sentuh!" Bentakan itu membuat Ice tersentak. Wajahnya seketika merengut. Abangnya itu tak pernah semarah itu apalagi padanya yang notabenenya tak pernah melakukan hal yang membuat si petir merah jengkel.
'Ada yang tidak beres'
Bukan Ice namanya jika tidak menyelesaikan masalah yang ada dirumah. Sebagai peaceful loper dirinya akan melakukan apapun guna mendapatkan ketenangan maksimal termasuk membawa sang kakak menuju ruangan si bungsu.
"Woy! Apa yang kau lakukan?!"
Ice menulikan pendengarannya, menggeret Halilintar. Si pemilik tangan menahan rintihan keluar dari mulutnya.Solar hampir melempar bukunya saat Ice dengan tidak sopannya membanting pintu kamarnya.
"Apa susahnya sih mengetuk pintu kamar?!"
"Sol, coba periksa Bang Hali. Sedari tadi dia merintih kek naq perawan yang mau kehilangan kesuciannya"
"WOY MULUT DIJAGA YA!"
Jujur sih Solar paling jengkel kalau disuruh - suruh, tapi kalau Ice yang nyuruh (si tukang mager ini sangat jarang sekali nyuruh karena lebih memilih mengambil sendiri katanya biar gerak tubuhnya) pasti itu penting.
Solar menyeret Halilintar ke kasurnya.
"Buka"
Halilintar hanya menatapnya.
"Buka atau aku yang buka"
"Aku harus keluarkah?" Ice dah berada diambang pintu.
"Goblok, kita bukan mau nganu" Solar kemutar bola matanya pada Abangnya yang kelewat berfikiran kreatif.
"Tetep disini lu, nanti ada yang salah paham"
"Tapi Bang sebenernya dengan begini aja kita sudah disalah pahami oleh yang baca" Ice malah tambah memperjelas.
"Buka kak! Supaya aku bisa memeriksa luka kakak" sedang si mata silver malah tamba maksa.
Halilintar jadi merasa seperti akan berbuat tidak senonoh pada kedua adiknya.
Halilintar menggeleng, lalu Solar menyuruh Ice untuk mambantunya membuka baju Halilintar.
Jika saja ada yang membuka pintu itu, mungkin mereka akan salah paham dengan posisi mereka bertiga.
Jari Solar yang terbungkus oleh sarung tangan mengikuti goresan - goresan panjang dan bercabang layaknya petir itu sampai ujungnya. Dia menemukan banyak sekali. Di leher, tangan, kaki, dada, dan terbanyak di punggung sang kakak.
Solar tidak bisa membayangkan segimana menderitanya Kakaknya itu menahan rasa sakit.
"Abang Maso" Ice, seperti biasa berkomentar.
"Mulutmu lama - lama ku robek nih"
"Diam kalian berdua"
Tangan Solar mengeluarkan pancaran sinar hangat meraba goresan yang menyerupai tato itu.
Goresan itu perlahan memudar hingga menghilang seutuhnya.
"Gimana Kak?"
Halilintar berdehem sebelum berkata "Jauh lebih baik".
Punggungnya agak rileks setelah mendapat pengobatan. Ya... walaupun belum semua.
"Aku nggak bisa menyembuhkan semuanya. Bisa - bisa adek terganteng kalian ini opname"
"Hidih, btw itu kenapa?"
"Luka sengatan listrik tegangan tinggi. Kemungkinan karena Abang Hali akhir - akhir ini menggunakan listrik bervolt besar"
Halilintar juga baru menyadari kalau akhir - akhir ini dia terlalu menggunakan kuasanya.
"Aku akan meminta Abang Thorn untuk mencari tumbuhan herbal yang bisa menyembuhkan luka macam ini"
"Nggak"
"Bang menyembunyikan luka bukan hal yang perlu dijaga. Malah situ harus memberitahu pada kami. Bagaimana jadinya jika luka abang infeksi? Abang bisa saja sakit, mual pusing, bahkan lumpuh"
"Oh itu mengingatkanku pada kejadian dimana seseorang menumpahkan reaksi kimia pada dirinya sendiri" Ice menyindir.
"Woy itu nggak sengaja ya!"
"Sama saja kau menyembunyikannya dari kami!" Halilintar ikut ngomong.
"Itu aku baru mau ngasih tahu! Pokoknya Abang Halilintar nggak boleh misi selama luka itu masih ada titik!"
Begitulah tihta sang medik diantara mereka. Ucapannya absolut hingga Ice hanya bisa menepuk pundak si Abang dengan tatapan kasihan.
Selama seminggu penuh Halilintar dapat ceramah tiada henti dari Gempa dan mendapati bahwa Thorn suka sekali berbicara pada daun yang menempel pada lukanya supaya bisa cepat memulihkan kondisinya. Selama itu juga Blaze dan Taufan sering mengejeknya karena jadi pasien Solar.
'Adek gua nggak ada yang jelas' ucapnya sambil tersenyum simpul.
KAMU SEDANG MEMBACA
Boboiboy Short-Fanfic AU Season 1 [Complete]
FanfictionJudul awal "Boboiboy Kakak Beradik Elemental Story" Berisi short-fanfic Boboiboy, elemental, dan kawan - kawannya dari berbagai AU Dikarenakan ide Author sangat banyak dan butuh tempat peluapan, maka book ini dirombak dan diperbaharui menjadi sepert...