"Dia benar, kau tak seharusnya sombong di hadapan Poseidon," cetus Emilia.
Mendengar perkataan Emilia yang justru terkesan sombong, Karen mendekatinya.
"Kau bukan Poseidon lagi bagi kami!" Karen menunjuk Emilia tepat di hadapan wajahnya.
"Ya, kau benar, aku bukanlah Poseidon lagi, tapi dialah Poseidon yang sebenarnya." Emilia menatap ke arah Clara.
Semua yang mendengar itu justru terkejut saat Emilia mengatakan hal demikian. Akan tetapi, Rick langsung memecah perdebatan mereka dan meminta Karen untuk segera mengobati mereka.
Untuk sementara waktu, para warga masih tak bisa percaya pada Emilia dan Mira yang telah membuat Atlantis kacau. Mereka pun ditahan tanpa sepengetahuan Clara.
Di sisi lain, Karen berbincang mengenai pertemuan Clara bersama Mira dan Emilia. Clara menjawabnya dengan jujur dan Karen pun tak merasa ada yang perlu dicurigai.
Gadis itu meminta maaf pada Clara atas apa yang kakaknya, Karin, perbuat. Tentu saja Clara memaafkannya karena dia paham akan perasaan Karin yang ibunya tewas akibat ulah Emilia.
"Aku merindukan mereka," kata Karen dengan mata yang sayu. Saat itu juga dia berhasil mengobati Clara.
"Siapa? Ibumu dan Melody?"
Karen hanya menjawabnya dengan anggukan.
"Kau tak perlu sedih seperti itu, Karen. Mereka berdua pasti bangga jika mengetahui kau dan kedua kakakmu sudah sangat kuat sekarang. Bahkan Rick mengatakan kedua kakakmu melawan ratu Dark Siren yang sangat kuat dan kau membantu orang-orang yang terluka di sini," tutur Clara.
"Tapi kami belum kuat seperti apa yang kau kira, kami sangat kewalahan melawan Dark Siren," sanggah Karen.
"Tak apa, kewalahan itu wajar saja, yang terpenting kalian bisa memenangkan pertarungannya dan mempertahankan kelompok kita."
Dengan segala upaya Clara untuk kembali menyemangati Karen. Akhirnya Karen kembali tersenyum dan bersemangat, dia pun kembali menjalankan tugasnya untuk mengobati orang-orang yang masih terluka.
Clara pergi keluar ruangan hendak menemui Mira dan Emilia. Akan tetapi, hanya ada Rick saja yang menunggu.
"Dimana mereka?" tanya Clara.
"Aku tidak tahu, mungkin sedang eksplor tempat ini. Oh ya, kau lihat sendiri tempat ini banyak beberapa bangunan yang sudah tertanam walaupun masih rusak. Apa kau percaya kalau sebelumnya ini dihuni oleh manusia?" tanya Rick.
"Ya, sudah pasti disini pernah terdapat sebuah desa atau kota, mungkin. Tapi aku sangat menentang itu manusia, pasti siren lain yang pernah menempatinya. Sekarang, dimana Mira dan Emilia? Aku tahu kau mengetahui sesuatu, jangan berusaha mengalihkan topik lagi kali ini."
"Apa? Mengalihkan topik? Tidak, tidak. Aku hanya penasaran saja, tapi jujur saja, aku tak tahu dimana mereka."
"Kalau begitu ayok kita cari mereka. Mereka tak diizinkan untuk berkeliaran di sini." Clara beranjak dari sana tanpa menunggu jawaban Rick. Lantas Rick bergegas menyusulnya.
Suasana saat itu tak terlalu ramai, hanya ada beberapa orang saja yang masih giat bekerja demi membangun sebuah tempat tinggal.
Mereka menanyakan pada orang-orang yang masih terjaga, tapi tak membuahkan hasil. Tak seorang pun dari mereka yang mengetahui kemana perginya Emilia dan Mira.
"Kita harus berpencar mencari mereka," kata Clara.
"Ya, aku setuju. Tempat ini begitu luas, aku akan mencari ke arah barat dan kau ke arah selatan."
Clara setuju-setuju saja, mereka berdua mulai berpencar sesuai dengan arah yang mereka sepakati.
"Emilia! Mira! Dimana kalian?!" teriak Rick saat dia sudah sedikit jauh dari rumah-rumah warga.
"Emilia! Mir-" Ucapannya terhenti saat dimana dia mendengar suara beberapa orang sedang mengobrol dengan samar-samar.
Rick memastikan pendengarannya tak salah, dia melihat di samping kirinya terlihat lubang kecil yang dimana siren kecil pun takkan masuk ke dalamnya. Akan tetapi, Rick mendekatkan telinganya ke lubang itu dan suara orang-orang itu memang terdengar, walau masih terdengar samar-samar, dia merasa suaranya lebih dekat dan yakin ada siren lain di balik dinding penghalang itu.
Dia mengepalkan tangannya dan melapisinya dengan sihir, lalu langsung memukul lubang itu. Hanya dengan sekali pukulan, beruntungnya dapat menghasilkan lubang yang cukup untuk satu siren saja.
***
"Mira! Emilia! Dimana kalian?!" Hal yang sama dilakukan oleh Clara, yaitu berteriak beberapa kali untuk mencari keberadaan kedua teman barunya itu.
Dia sudah mencari dengan cepat dan menyusuri setiap tempat yang terpencil. Akan tetapi, tak ada satu pun tanda-tanda dari mereka berdua.
"Sial! Setengah energiku kuserahkan pada Rika, aku tak bisa melacak mereka," gumamnya.
Di tengah Clara yang mulai putus asa, Rick datang menghampirinya dengan wajah yang terlihat cemas.
"Rick, ada apa?" tanya Clara.
"Aku menemukan sesuatu," balasnya.
"Apa itu?"
"Jika kuceritakan saja kau tak akan percaya, ikutlah denganku!"
Rick membawa Clara ke lubang yang sebelumnya telah dia jelajahi.
"Ada apa di dalam sana?" tanya Clara.
"Cobalah dekatkan telingamu ke lubang itu."
"Berjanjilah kau tidak akan menjahiliku."
"Ya, aku janji."
Clara melakukan apa yang Rick katakan. Akan tetapi, dia tak mendengar apapun.
"Sudah kuduga kau bercanda," kata Clara.
"Ssst ... diamlah! Coba sekali lagi." Kali ini Rick ikut mendekatkan telinganya.
"Kau dengar?" tanya Rick.
"Ya, aku mendengar suaramu."
"Tidak, tidak. Bukan itu maksudku, diam dan dengarkan!"
Beberapa detik Clara melakukannya, tapi dia tetap tak mendengarnya.
"Ya Tuhan, Rick! Aku baru menyadari kau memiliki kemampuan pendengaran yang tajam, pantas saja aku tak bisa mendengarnya."
"Shit! Aku baru menyadarinya juga, maaf."
"Kalau begitu kita langsung masuk ke sana saja." Clara hendak masuk ke lubang itu. Akan tetapi, Rick mencegahnya.
"Di sana berbahaya, mereka bukan siren, Clara."
"Apa maksudmu? Lalu apa yang kau lihat di dalam sana?"
"Perawakannya seperti manusia, tapi telapak kakinya panjang dan memiliki selaput, begitupun dengan tangannya yang memiliki jari panjang dan berselaput juga. Wajah mereka bermacam-macam, dari mulai paling seram, aneh, dan cantik," tutur Rick.
To Be Continued
KAMU SEDANG MEMBACA
Siren's Curse : Battle of Atlantis (TELAH TERBIT!)
Fantasia[Adventure, Fantasy] {Sequel Kutukan Siren} { Update Setiap Hari! Support Dengan Vote Untuk Membuat Author Semangat} 50 tahun telah berlalu, Clara sudah bisa merelakan kepergian Rita, ibunya. Namun, kematiannya meninggalkan teka-teki yang membuat Cl...