Tentu saja ada alasan mengapa [Name] membuang mimpinya menjadi make up artist jauh-jauh.
"A-apa yang kalian lakukan..." lirih [Name] kepada teman sekelasnya. Terlihat tas kecil dan beberapa alat make up tertutupi oleh lumpur. Bahkan ada yang sampai patah tak berbentuk.
"Lo tuh mau jadi j*blay hah?! Sok-sokan make up make up. Kalo lo mau cari perhatian cowo di klub sana!" bentak gadis berambut pirang itu. Teman-teman disebelahnya ikut tertawa mengejek keadaan [Name] yang hanya bisa menerima nasib.
[Name] tidak mengerti kenapa ia dirundung seperti ini. Padahal sebelumnya mereka berempat adalah sahabat yang dekat.
Benar kata orang-orang. Perasaan manusia berubah seiring waktu. [Name] sudah menjadi korban dari hal ini berkali-kali. Dari temannya, papanya, bahkan mamanya mulai mengalami hal aneh ini.
...
"Aku pulang... "
Tidak ada yang menyahut. Hanya suara rintik-rintik hujan yang menemaninya. Rumah besar ini benar-benar tampak seperti rumah yang sudah terbengkalai.
Mamanya? Beliau selalu punya shift malam. Ia sibuk karena pekerjaannya sebagai dokter dari rumah sakit ternama menyita waktunya berdua bersama putri satu-satunya itu.
Semenjak kedua orangtuanya memutuskan untuk mengakhiri hubungan mereka, [Name] menjadi semakin pendiam. Mamanya begitu juga. Hampir tidak ada komunikasi diantara mereka berdua.
Mamanya menjadi ibu rumah tangga, sekaligus pencari nafkah di keluarga ini. Hanya ada mereka berdua di rumah itu. Rasanya benar-benar hampa.
Name berjalan menuju meja makan. Tidak ada makan malam yang menyambutnya pulang. Hanya meja bersih tanpa ada sesuatu diatasnya.
'Makan mie instan lagi deh..'
Sejujurnya, [Name] tidak bisa memasak. Ia hanya bisa memasak hal-hal sederhana seperti mie instan, merebus telur, bahkan hanya sekedar memasak air.
Dulu, mamanya melarang [Name] untuk memasuki dapur. Ia takut putri semata wayangnya terluka karena berinteraksi dengan untensil yang terdapat di dapur sana. Namun hal ini juga memiliki efek samping.
Sampai sekarang [Name] hanya bisa memasak mie instan atau memesan makanan dengan ponselnya. Tapi mengingat saldo transaksi onlinenya sudah mau habis, ia mau tak mau memilih memasak mie instan saja.
Selagi menunggu airnya matang, [Name] memutuskan untuk bermain dengan ponselnya.
Ditengah asik-asiknya menscroll ponselnya, notif telepon menghiasi layar ponselnya.
"Huh?? Ngapain Sho telepon malem-malem gini?"
Alangkah terkejutnya [Name] setelah mendapati Sho yang meneleponnya. Benar, bukan sekedar chat, tapi telepon.
"Uhm.. H-halo..?" sapa [Name] pelan dengan gugup. Baru kali ini ia ditelepon oleh seorang laki-laki.
"Yo, halo [Name]!"
Bukan suara Sho yang [Name] bayangkan keluar, namun itu suara..
"Kiki?? Kamu ngapain telepon make HP Sho??"
Ternyata oh ternyata suara laki-laki bersurai biru itu yang menyapanya. Tak lama kemudian terdengar samar-samar suara Sho di belakang sana.
"Gila lo! Balikin hape gua anj*ng! Kenapa lo telepon dia?!"
[Name] bisa mendengar Sho yang sedang mengumpat sambil merebut kembali hpnya.
"Woi! Gua tuh bantu lo pdkt!" Balas Kiki tidak terima.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝙈𝙚𝙩𝙖𝙢𝙤𝙧𝙥𝙝𝙤𝙨𝙞𝙨 || ᴡᴇᴇ!!!
Fanfiction[HIATUS] Hanya kisah seorang gadis yang berusaha bebas dari kepompongnya, tentu saja dibantu dengan teman-temannya yang aneh, unik, dan petakilan. Dan mungkin akan ada sedikit bumbu cinta mendampingi jalan cerita hidupnya. x fem! Reader.. Atau lebi...