"Lecet di bagian vagina dan geger otak ringan. Keadaannya bisa dibilang cukup buruk..." Dokter itu berbicara kepada tiga remaja yang kini di depannya.
"Keluarganya, apa masih belum bisa dihubungi?" tanya Toro. Aneh sekali sedari tadi tidak ada satupun keluarga Elysia yang datang.
Suster disebelah dokter itu menggeleng.
"Kami sudah coba menghubungi walinya. Tapi tidak ada yang mengangkat..."
Keadaan kembali sunyi. Suasananya sangat mencekam. [Name] hanya bisa memegang erat tas selempangnya.
"Akan kami kabari kalau keadaannya membaik." Dokter dan suster itu pergi, meninggalkan mereka bertiga sendirian di lorong rumah sakit itu.
Tiba-tiba Sho membuka suara, "Yang aku dengar, Elysia itu tinggal dengan neneknya. Berdua."
"Dimana kedua orangtuanya?"
Sho menghela napas. "Ayahnya terlilit hutang lalu ninggalin keluarganya begitu aja." Lalu ia menyadarkan dirinya pada dinding sambil melipat tangannya, melanjutkan kalimatnya
"Ibunya jadi stress berat lalu bunuh diri tak lama kemudian. Sekarang, dia itu dititipkan ke neneknya...""Masalah keuangan ya...?"
Sho mengangguk.
Rasanya [Name] ingin menangis. Sepertinya ia tau kenapa Elysia melakukan hal gila sampai... Berhubungan dengan orang dewasa. Tapi ini tidak membenarkan apa yang terjadi padanya. Harusnya di dunia ini tidak ada perempuan yang dirusak. Tidak seharusnya perempuan manapun mengalaminya.
"Kamu tau banyak ya..." kini [Name] yang membalas dengan pelan.
"Aku sudah menganggap anak klub drama itu keluargaku sendiri. Kalian berdua juga. Dan melihat kondisi Elysia yang begini..."
Sorot matanya tiba-tiba berubah tajam.
"Inginku hajar pelakunya sampai mampus."
Tidak ada yang menegur setelah laki-laki itu mengucapkan kalimat frontalnya. Entah karena lelah atau setuju. Tapi wajar mereka lelah karena jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam.
"Udah malem. Mending kita jenguk aja besok. Kalian keliatannya capek. Lagian besok libur kan?" ujar Toro.
[Name] hanya bisa mengangguk lemas. Rasanya energi yang dia punya terkuras tanpa sisa.
"[Name], pulang bareng Toro aja." Laki-laki itu menunjuk Toro dengan ibu jarinya.
"Huh..?"
Bahkan Toro juga ikutan kaget mendengarnya. Sho hanya mengangkat bahunya.
"Aku mau nyebat, bye. Sampai jumpa besok." Dan si laki-laki surai hitam itu langsung pergi tanpa mendengar balasan kedua temannya.
"Oi— ah.. Dia pergi..." belum sempat Toro menahan, Sho sudah hilang saja dari pandangan mereka. "Anak itu.. Seenaknya seperti biasa."
[Name] hanya diam. Wajahnya murung. Sudah jelas kalau gadis itu sangat terpukul dengan kejadian ini. Toro, sebagai orang yang peka tentu menyadarinya.
"Ayo pulang. Kita datang lagi besok.."
[Name] mengangguk kecil. Mengikuti jejak pemuda rambut bayam itu dengan langkah pelan dari belakang.
..
Suasana di mobil begitu sunyi. Tidak ada yang membuka suara. Entah kenapa perjalanan pulang terasa jauh lebih lama dari biasanya. Waktu seperti berjalan lebih lama.
Beberapa skenario 'andaikan' dan 'misalkan' berputar di pikiran gadis itu. Membayangkan apa yang berubah jika gadis itu bertindak lebih cepat. Apakah hasilnya tetap akan sama? Apakah Elysia akan baik-baik saja?
KAMU SEDANG MEMBACA
𝙈𝙚𝙩𝙖𝙢𝙤𝙧𝙥𝙝𝙤𝙨𝙞𝙨 || ᴡᴇᴇ!!!
Fanfiction[HIATUS] Hanya kisah seorang gadis yang berusaha bebas dari kepompongnya, tentu saja dibantu dengan teman-temannya yang aneh, unik, dan petakilan. Dan mungkin akan ada sedikit bumbu cinta mendampingi jalan cerita hidupnya. x fem! Reader.. Atau lebi...