Dua hari lagi menuju hari terakhir lomba antar sekolah. Dua hari lagi pula klub drama akan tampil keatas panggung. Bagaimana dengan [Name]?
"Huaa!! Aku masih belum siap!!!"
Gadis itu menenggelamkan wajahnya pada kertas naskah miliknya. [Name] sekarang sedang berlatih sendirian di klub drama. [Name] lebih memilih berlatih sekarang dibanding menikmati pameran yang begitu sesak dan ramai itu.
Dan kemungkinan [Name] untuk bertemu 'teman lamanya' itu lebih dari nol persen.
[Name] menghela napas panjang, ternyata dia masih belum berdamai dengan masa lalunya. Masalah terus datang menghajarnya. Apa jangan-jangan selama ini ia ada di dalam dunia novel drama? Apa si penulis kisahnya senang melihatnya menderita? (A/N: (゚▽^*)☆ )
Ditengah lamunannya, [Name] mendengar suara langkah kaki dari koridor sekolah. Aneh sekali, harusnya semua murid sedang berada di pameran sekarang.
Mengintip dari balik jendela, sosok rambut hijau yang terlihat sibuk sedang mengurus bahan makanan standnya. Sepertinya persediaan mereka habis lagi. Toro jadi terpaksa untuk mengambil bahan baku dari klub tata boga.
Keringat mengucur di wajahnya. Kausnya yang lepek menempel di tubuh. Rambutnya yang berantakan. Lengan kaus yang digulung. Wah sungguh pemandangan yang indah.
[Name] berjalan menuju Toro, berniat untuk membantunya yang kelihatan kesusahan. Baru saja gadis itu ingin menepuk tubuhnya, ia tidak sengaja menginjak lantai yang licin karena tumpahan minyak.
"..?!" Hampir saja ia kehilangan keseimbangan kalau Toro tidak menahan lengannya. Ternyata reflek Toro lima kali lebih cekatan dibanding [Name].
"[Name]?!" Toro dan [Name] sama-sama syok.
"A-aku kira aku bakalan mati..." Jantung [Name] berdegup kencang. Hampir saja jiwa melayang dari tubuhnya. Kemudian, [Name] kembali mengingat pertemuan awalnya dengan Toro sebelumnya.
'Kenapa kalau ketemu Toro, aku hampir jatuh mulu ya..? Apa aku seceroboh itu?' Oh, nostalgia.
[Name] berusaha berdiri tegak dengan bantuan Toro. "Kamu gapapa..?" Tanyanya khawatir.
"Maaf repotin.."
Untung saja [Name] tidak terkilir. Bisa gawat kalau dia keseleo sebelum tampil drama nanti.
"Bersihkan alas sepatumu di keset ini." Toro menuntun [Name] masuk ke dalam ruang tata boga. Setelah membersihkannya, akhirnya sepatunya tidak licin lagi.
Rasanya benar-benar seperti diasuh seorang ibu saja.
"Ngapain disini? Ga main bareng Amu Upi?" tanya Toro penasaran sambil mencari-cari stok tambahan untuk stand makanannya.
"Amu masih sibuk ngurus pameran seninya... Upi... lagi sama Enzo!"
"Hah, mereka ngapain?"
"Nyuri mangga kepsek bareng."
"Oh."
Mungkin sebaiknya Toro tidak usah bertanya kenapa mereka bisa kepikiran untuk melakukan hal itu. Toro kira Enzo adalah anak yang baik dan taat peraturan. Ternyata tidak jauh beda dari Upi.
Setelah menemukan bahan makanan yang ia cari, Toro segera mengangkat dua kotak itu secara bersamaan. Satu yang besar dan satu yang kecil. Berniat membawa kotak-kotak berat itu ke aula sekolah.
"Ah! Aku pengen bantu bawain!" tawar [Name] semangat. Toro menatap salah satu kotak itu, lalu menatap [Name].
'... Nanti dia jatuh lagi' batin Toro sambil memikirkan skenario yang ia harap tidak akan terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝙈𝙚𝙩𝙖𝙢𝙤𝙧𝙥𝙝𝙤𝙨𝙞𝙨 || ᴡᴇᴇ!!!
Fanfiction[HIATUS] Hanya kisah seorang gadis yang berusaha bebas dari kepompongnya, tentu saja dibantu dengan teman-temannya yang aneh, unik, dan petakilan. Dan mungkin akan ada sedikit bumbu cinta mendampingi jalan cerita hidupnya. x fem! Reader.. Atau lebi...