Amu dan Kiki dihukum keluar karena tidak bawa buku matematika. Bohong kalau [Name] tidak khawatir dengan keadaan Amu, apalagi dibiarkan sendiri berdua di luar sana dengan Kiki.
"[Name], fokus." tegur Sho yang melihat [Name] tidak mengerjakan soal bagiannya.
"A-ah.. Maaf.." gumam [Name] lalu melanjutkan soal miliknya.
Entah dewi fortuna mana yang memberikannya sekelompok dengan Sho. Tadi saja satu kelas langsung protes karena Sho sekelompok dengan [Name]. Dua murid pintar di kelas dalam satu kelompok, bukankah itu tidak adil?
"Aku hanya... Khawatir dengan Amu." [Name] menghela napas gusar.
"Karena Kiki?"
Gadis itu mengangguk pelan. Ada perasaan mengganjal di hatinya karena kejadian obat tetes mata tadi.
Laki-laki dihadapannya hanya diam. Kembali mengerjakan soal matematikanya. Setelah cukup lama, ia menutup bukunya.
"Dah, ayo ngobrol."
"Aaa...tunggu! Aku sisa 1 nomor lagi."
[Name] mengerjakan soal terakhir secepat yang ia bisa. Tidak perlu waktu lama baginya untuk mengerjakan soal itu. Dan akhirnya gadis itu menghela napas lega setelah menyelesaikannya.
Hanya kelompoknya yang selesai. Teman-temannya yang lain tampak masih kebingungan dengan soal yang diberi Pak Eko. Sekarang [Name] mengerti kenapa banyak yang protes kalau dia dan Sho satu kelompok.
"Jadi Kiki kenapa lagi?" bisik Sho pelan. Jarak mereka hanya dipisah oleh 1 meja. Meski Sho berbisik, suaranya tetap akan terdengar jelas oleh [Name].
"Itu! Kamu ga liat tadi?! Masa pas mata Amu kelilipan Kiki cuma ngasih obat tetes mata!" seru [Name] dengan nada tidak percaya. Sho malah menatap [Name] datar.
"...Ya bagus dong?"
"Ish! Itu namanya Kiki mencurigakan! Mana ada orang yang tiba-tiba tobat tanpa alasan gitu?! Lalu kemarin juga Kiki bla bla bla..." Dan sekarang [Name] malah ngomel-ngomel panjang lebar. Jarang sekali melihat [Name] yang banyak bicara begini.
Ternyata yang Upi dan Amu katakan pada Sho kemarin benar. [Name] yang sekarang sudah berbeda sekali dengan [Name] dulu yang baru saja pindah ke sekolah mereka.
Padahal dulu dia memperkenalkan diri saja harus dibantu Pak Eko. Bagaimana Sho tau padahal dia bolos saat itu? Ya dari Upi.
Kita flashback dulu...
"Sho tau gak!?" Upi menghampiri Sho yang baru saja mau kabur dari piketnya.
"Ga" balas Sho malas. Sekarang yang ia inginkan adalah santai dan rebahan di rumah.
"DENGERIN DULU! Itu tadi ada siswi baru. Cantiiiiiiiiiik banget... Mirip gue cantiknya!!" jelas Upi sambil mengibaskan rambutnya.
"Berarti jelek dong" Sho malah mengatakan itu dengan wajah tidak berdosa.
"WOI SEMBARANGAN!" Bantah Upi langsung. Lalu ia melanjutkan ceritanya.
"Tapi dia keliatan pemalu banget. Perkenalan diri sampai dibantuin Pak Eko. Softie-softie gitu deh orangnya. Kek gue juga!"
"Lu?? Ga salah???" Tatap Sho jijik ke arah Upi.
"Ngajak berantem lo anj?!" Upi berusaha menahan emosinya untuk tidak membanting laki-laki pendek di depannya. Meski kedengarannya tidak akan pernah mungkin.
"...Itu yang namanya softie?"
Kembali ke masa sekarang!
Sho menghela napas panjang setelah mengingat kejadian itu. Benar-benar makhluk yang satu itu (Upi) tidak bosan membuat kewarasannya terkikis setiap harinya.

KAMU SEDANG MEMBACA
𝙈𝙚𝙩𝙖𝙢𝙤𝙧𝙥𝙝𝙤𝙨𝙞𝙨 || ᴡᴇᴇ!!!
Fanfiction[HIATUS] Hanya kisah seorang gadis yang berusaha bebas dari kepompongnya, tentu saja dibantu dengan teman-temannya yang aneh, unik, dan petakilan. Dan mungkin akan ada sedikit bumbu cinta mendampingi jalan cerita hidupnya. x fem! Reader.. Atau lebi...