☆31. Sebuah Pernyataan☆

1.2K 167 24
                                    

"M-Mada berat."

***

Entah apa yang membuat si kembar menempel begitu erat dengan Alisha, seolah nereka merupakan kerabat dekat yang lama sudah tidak berjumpa. Begitu pun Mada yang tidak lagi segan untuk memeluk sosok wanita muda tersebut. Alisha yang dulunya orang asing kini begitu erat hubungannya dengan putra-putra Mahendra, terutama Mada dan si kembar.

Menurut Jeffran, wajar mereka bertingkah seperti itu. Sejak kecil Mada jarang sekali mendapatkan perhatian dari mama. Jiwanya haus, akan kasih sayang dari seorang wanita. Dan Mada menempatkan Alisha sebagai sosok kakak perempuan yang mampu menggantikan peran Ibu yang selama ini hilang dari kehidupannya.

Lalu si kembar, Jeffran tak bercerita banyak tentang mereka. Lagipula Alisha cukup paham bagaimana kermpat pangeran kecil itu hidup tanpa kehadiran sosok wanita yang dikenal sebagai Ibu dalam perjalanan hidup mereka. Cukup jelas ketika Alisha mendengarkan pertanyaan polos dari Harsa sebelumnya.

Mereka berakhir di taman kota. Pemandangan danau yang asri, meski agak panas karena letaknya masih di dalam perkotaan yang padat. Beruntung hari ini tidak begitu ramai, mereka berenam jadi bisa tenang bersantai di sana.

Ya, berenam. Mada memutuskan untuk tidak ikut. Alasannya karena ia masih mengantuk. Jadilah Jeffran dan Alisha hanya membawa si kembar untuk bermain di taman.

Rendi, Jean dan Harsa sudah kelewat bersemangat menjelajahi permainan-permainan di taman. Dari jungkat-jungkit, ayunan, prosotan dan banyak lagi jenisnya.

Berbeda dengan Jana yang memilih untuk untuk tidur di pangkuan Jeffran. Alasannya-

"Nana cape au, Bang. Katana Papa Nana tuh hayus anyak-anyakin bobo biay cehat!"

Yah benar. Ada-ada saja jawaban dari si bungsu Mahendra itu. Bilang saja mengantuk, apa susahnya?

Setelah Jeffran mengawasi si kembar yang masih bermain dengan aman, ia melirik Alisha yang sibuk merekam kegiatan si kembar di ponselnya. Lantas ia berdehem, mencoba membangun percakapan di antara keduanya. Tapi nyalinya tidak cukup kuat untuk memulai dan otaknya itu mudah sekali blank.

"Lucu ya! Gak kebayang kalo mereka udah gede nanti. Pasti lo kangen banget deh sama bentukan mereka yang sekarang."

Jeffran tersenyum menanggapi ucapan Alisha. Arah pandangnya kini beralih menuju ketiga adiknya itu.

"Dulu sebelum mereka lahir, gue sempet punya keinginan buat nikah muda. Dulu gue pikir, punya anak di usia muda itu pasti seru banget. Tapi tiba-tiba gue berubah pikiran ketika mereka lahir. Ternyata Tuhan punya caranya sendiri buat ngabulin permintaan gue yang satu itu. Tapi gue gak bisa jaga mereka. Gue bodoh banget, Sha."

Alisha terdiam cukup lama, hingga akhirnya ia mulai menghela napas. Suara teriakan ketiga putra kecil Mahendra itu mulai menyapanya, terutama suara Harsa yang selalu heboh setiap saat.

"Lo selalu jadi Kakak yang hebat, Jeff. Buktinya mereka tumbuh sehat. Tuh liat, Aca aja badannya sampe bulet gitu ulahnya siapa coba?"

Jeffran bingung dengan suasana hatinya saat ini. Lelucon Alisha rasanya tidak lagi mempan untuk memantik tawanya. Ia malah mulai terisak mengingat keempat adiknya itu, membuat Alisha panik karenanya.

"Hey?! Kok nangis sih, Jeff! Maaf kalo omongan gue tadi buat lo tersinggung."

Jeffran menggeleng pelan sambil menghapus air matanya. Beruntung Jana tidak terbangun dari tidurnya. Memang seharian ini si kembar belum tidur siang, kecuali Harsa. Jadilah Jana mengantuk.

"Gak, Sha. Bukan salah lo."

"Terus kenapa lo nangis gitu? Bikin gue panik tau gak?!"

Jeffran tersenyum sendu. Pria berdimple itu membenarkan posisi Jana yang terlihat tidak nyaman di pangkuannya.

NEBULA | 00L NCT Dream ft. Mark LeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang