☆9. Mereka yang terlihat baik-baik saja☆

1.9K 232 11
                                    

"Maaf karena gue udah bersikap egois,"

***

Hingga hari mulai berganti, Jeffran tak henti-hentinya menangis di depan pintu yang entah kapan akan terbuka. Pria itu menyenderkan separuh punggungnya di dinding putih rumah sakit, lalu menutupi wajahnya dengan kedua tangan yang kini mulai memerah.

Semakin larut, suasana semakin terasa dingin baginya. Seharian ini merupakan hari yang sangat melelahkan, tidak hanya melelahkan untuk fisiknya saja melainkan juga mentalnya.

Jeffran,

Jika boleh memilih, mungkin ia lebih memilih mungkin ia akan memilih untuk tidak dilahirkan saja di bumi ini. Berat, terlalu berat bebannya sebagai seorang anak tengah juga seorang kakak yang melindungi saudara-saudaranya. Terutama Mada, yang senasib dengannya.

Tangisnya melirih, kala suara langkah cepat menginterupsi kegiatannya. Tepat ketika suara langkah itu terhenti tepat di hadapannya, Jeffran membuka membuka kedua tangan yang sejak tadi menutupi wajahnya. Kedua matanya yang memerah menatap sinis seseorang yang kini tengah berdiri angkuh di hadapannya.

Pria berpakaian rapih, Jonas.

"Mad-"

"Masih punya muka lo kesini, Bang?"

Jonas terdiam mematung setelah mendengar pertanyaan Jeffran yang dengan sengaja memotong ucapannya tadi.

Ditatapnya Jeffran yang mulai beranjak dari duduknya. Yang pertama kali Jonas tangkap kala Jeffran sudah berdiri tepat dihadapannya adalah penampilan sang adik yang sangat kacau. Memorinya perlahan memutar banyak kenangan yang hampir ia lupakan. Kenangan akan masa lalu yang hampir merenggut nyawanya. Iya, ini bukan yang pertama kalinya terjadi.

Mada bukanlah korban pertama dari Papa, melainkan Jonas yang pertama kalinya merasakan kesakitan ini. Dan sial bagi Jeffran, karena lagi-lagi Jeffran lah yang menjadi saksi kebengisan Papanya. Lagi-lagi ia lah yang harus menguatkan mentalnya untuk menghadapi kesakitan saudaranya.

Sungguh, ia tidak baik-baik saja.

"J-jeff."

Tiba-tiba Jonas merasa lidahnya kaku, seperti ada sebuah mantra yang menahannya untuk berbicara. Terlebih ketika matanya menangkap kedua mata merah Jeffran yang membengkak karena terlalu lama menangis.

Seingatnya, Jeffran itu kuat. Meski harus menangis ribuan kali, ucapannya akan menjadi setajam yang ia dengar kali ini. Adiknya itu bak malaikat, yang selalu menyapanya dengan senyuman terhangat yang pernah ia lihat dan yang selalu ia hancurkan tiap kali bertemu.

Jonas,

Apakah seperti itu caramu mendidik saudaramu?

"Gue udah berusaha buat jadi abang yang baik buat mereka, apa usaha gue ini gak cukup buat nyadarin lo, Bang?"

Jonas ingin sekali menjawabnya, namun lidahnya kelu. Ia tak sanggup, bahkan untuk sekadar menghela napas pun ia merasa kesulitan.

"Mada masih di ruangan itu, Bang! Lo paham gak?! Itu semua karena lo! Karena lo yang gak mau ngertiin kita! Lo sama Papa sama aja!"

Ketika Jeffran sudah mulai tak terkendali, Jonas hanya dapat memeluk tubuh sang adik dengan erat hingga Jeffran tidak lagi memberontak di dalam dekapannya.

"Maaf karena gue udah bersikap egois, Jeff."

Jonas paham, Jeffran sudah mulai lelah dengan semua ini. Dan semua ini adalah salahnya, salahnya yang bersikap apatis terhadap kedua adiknya.

***

"Jeje ngan yayi! Ainanna Nana!"

"Ainan Yendi uga!"

NEBULA | 00L NCT Dream ft. Mark LeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang