"Salah satu diantara mereka cacat."
***
"-Papa"
Jonas cukup terkejut dengan ucapan Jeffran tersebut. Lantas ia terdiam dan menatap Jeffran yang kini tengah tersenyum padanya.
"Setelah gue ketemu Mama hari ini, gue jadi mikir kalo apa yang Papa lakuin selama ini gak lebih buruk dari apa yang Mama lakuin ke kita. Papa selalu ada buat adek, tapi Mama bahkan gak pernah mau buat jengukin adek. Gue pikir, Papa mungkin masih sayang sama kita kan, Bang?"
Seketika itu, Jona mulai mengembangkan senyumnya.
"Lo akhirnya paham, Jeff."
Ia paham perjuangan Papa selama ini. Meskipun pria paruh baya itu selalu membuatnya menguburkan banyak mimpi, namun selalu ada mimpi dan juga tempat baru yang ia dapatkan dari Papa.
***
"Yudhis, kita perlu bicara."
Yudhis menghela napasnya panjang. Hari ini adalah hari yang paling melelahkan untuknya. Setelah memindahkan Harsa ke kamarnya, ia bergegas untuk membuka kembali file pekerjaannya. Hingga dering ponselnya berbunyi, menghalangi niatnya untuk melanjutkan pekerjaannya.
Dari Wina. Tentu.
Wanita itu selalu tidak tahu waktu jika melakukan apapun. Kekanakan.
"Wina, saya sudah sampaikan kepada kamu sebelumnya. Saya biarkan kamu membawa mereka, jika mereka mau. Lalu kenapa kamu terus saja mengganggu saya?"
Suara dengusan kesal terdengar dari seberang panggilan.
"Itu permasalahannya. Mereka keras kepala, sama seperti kamu."
"Itu artinya kamu gak berhak untuk membawa mereka."
"Gak berhak kamu bilang?! Saya ibu mereka! Yang mengandung serta melahirkan mereka! Kamu dengan santainya bilang saya gak berhak?! Kamu yang lebih gak berhak, Yudhis!"
Yudhis mencoba untuk bersabar, meskipun rasanya ia sudah sangat kesal dengan pernyataan wanita itu. Bagaimana pun, Wina itu pernah menjadi bagian dari hidupnya.
"Saya yang membesarkan mereka, Wina. Saya berhak untuk menjadi wali mereka."
Suara tawa terdengar dari seberang panggilan.
"Kalo yang kamu maksudkan adalah si kembar cacat itu, ya kamu berhak Yudhis. Kamu sangat berhak atas mereka."
Yudhis menggeram kesal. Tidak! Ia tidak bisa membiarkan siapapun mengejek keempat putra kecilnya!
"Win, kita sudahi sa-"
"Kenapa, Yudhis? Kamu malu dengan fakta bahwa mereka cacat?"
"WINA MEREKA JUGA ANAK KAMU!"
Runtuh sudah pertahanan Yudhis. Napasnya berderu, berlomba dengan emosi yang semakin membesar di setiap detiknya. Wina telah membangunkannya amarahnya, amarah yang selama ini ia simpan rapat-rapat.
"Ayolah, Yudhis. Kamu gak bisa terus-terusan membohongi diri kamu. Salah satu diantara mereka cacat. Aku gak sudi punya anak cacat."
Tuuutt...
***
"Atu, uwa, iga- eh? To jeyyinya ma ikit?"
"Husshh! Jeje ndah cana! Ngan ket-ket Yendi!"
Siang hari di rumah Mahendra memang selalu ramai. Terlebih jika keempat balita ajaib Mahendra ada di rumah. Keempatnya kini tengah bermain petak umpet, dengan Mada sebagai penjaganya.
KAMU SEDANG MEMBACA
NEBULA | 00L NCT Dream ft. Mark Lee
Fanfiction"Bahkan di tempat yang mengerikan seperti Nebula saja, masih tersisa harapan di sana." *** Sejak awal tempatnya berada memang sudah mengerikan bagi mereka yang menjadi bagian dari Keluarga Mahendra. Si sulung Jonas yang tak pernah lepas dari bayang...