7. Movie marathon

44.3K 3K 212
                                    

Setelah kurang lebih 30 menit terjebak di dalam satu mobil--berdua, akhirnya Flo dan Vito sampai di rumah Dion.
Rumah dengan gaya classic sedikit diberi polesan minimalis ini memiliki ukuran yang cukup besar.

Vito langsung memarkirkan mobilnya di pekarangan rumah Dion. Satpam di rumah Dion pun sudah sangat kenal dengan Vito dan Flo yang sangat sering berkunjung ke rumah itu.

"Sore Nak Vito dan Nak Flo," sapa satpam dengan usia kurang lebih 55 tahun itu dengan ramah dan diiringi senyum.

Flo dan Vito membalas berbarengan. "Sore Pak."

Seusai memarkirkan mobil dengan rapi, Vito dan Flo segera turun dan mengetuk pintu rumah Dion.
Saat mengetuk pintu rumah, yang muncul adalah Dion dengan menggunakan celana gombrang pendek selutut dan kaus putih polos.

"Woy, ada yang dateng, berdua, iya berdua, berdua doang," ejek Dion, berteriak ke arah dimana Sha dan Felice sudah menunggu.

Flo dan Vito hanya diam mematung, sedikit pulasan merah di pipi keduanya. Tidak, Flo saja.

"Oh yang tadi malem adu bacot di group, eh ternyata dateng bareng. So kyot," Felice tiba-tiba muncul di ambang pintu, disusul Sha di belakangnya.

Tunggu. Kenapa Sha? Ekspresi wajahnya berbeda dengan ekspresi Felice dan Dion. Flo menyadari itu, namun tampaknya, 3 temannya yang lain tidak.

"Apaan sih lo Kambing," balas Vito kepada Felice dan Dion.

"Udah dong masuk, malah diem di depan pintu. Mampet jodoh lo," Vito menyambung ucapannya.

Dion menampakkan smirk miliknya. "Nah 'kan lo udah dateng sama jodoh lo, Tong," goda Dion lagi dan lagi.

Flo melirik. "Dion, stop."

Dion hanya menyengir tanpa dosa. Seketika wajahnya berubah. "Apa yang terjadi. Ini tidak bisa dibiarkan," teriak Dion, sambil berlari menuju dapur yang berada tidak jauh dari tempat mereka berdiri. Konyol bercampur alay, itulah tabiat Dion.

"Yaaahh! Pop cornnya gosong!" teriak Dion menye.

Flo mendecak. "Yaudah, nanti gue aja yang bikin lagi."

Dion berlari kembali ke arah sahabatnya menunggu. Menunjukkan wajah menggemaskan ingin ditendang-nya.

Mereka berlima berjalan menaiki tangga menuju lantai 2. Dimana dilantai itu ada ruang khusus milik Dion. Ruangan itu besar.
Di ruang itu ada home teater.

Ada karpet beludru berwarna merah marun dan sofa ukuran besar di depan layar. Di belakangnya ada lemari dengan makanan yang tersusun rapi. Di sudut ruangan terdapat komputer lengkap dengan kursinya.

Tidak lupa ada lemari yang berisi buku-buku--lebih di dominasi buku IPA/kedokteran. Dan juga ada kursi lipat yang bisa dipakai tidur, sisanya kosong, memberikan rasa luas bagi ruangan ini.

Ohya di sudut lain, ada pintu, toilet.

Nyaman. Mereka selalu bermain disini jika ke rumah Dion. Bahkan tertidur disini.

"Okey. Kita susun jadwal film dulu," ucap Sha yang sedari tadi terdiam. Flo cukup lega melihatnya.

"Yoi," balas Dion.

Mereka duduk di karpet beludru marun itu. Semua mengeluarkan kaset dari tas masing-masing. Jika disatukan, wow, banyak sekali.

"Nih kaset gue rame semua. Gue recommend Began Again--" baru saja menyebutkan satu judul, Dion sudah memotong.

"Lo pasti nyaranin film yang sangat amat cari aman Flo," ucap Dion.

"Sok tau lo," balas Flo.

"Emang iya' kan," Vito menyambung tanpa melirik sedikitpun.

HardestTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang