21. Easy to fall, hard to rise up

35.1K 2.4K 32
                                    

Subuh yang masih gelap tidak membuat Flo tetap bergulung di kasurnya, bahkan ia sudah memainkan ponselnya di ruang keluarga, mumpung hari Sabtu, dan ini hari Sabtu terakhir sebelum ia kembali masuk dengan kelas yang baru. Ya Flo kelas 11.

Aktivitasnya terhenti ketika masuk pesan dari seseorang yang sangat tidak asing bagi Flo. Derin.

Derin: Flo, gue mau pamit. Gue bakal pergi ke Doncaster dan sekolah di sana. Lo, baik-baik. Gue sayang lo, Childish. Boong deng, gue benci lo pake banget. Pesawat gue take off jam 6 pagi.

Pesan tersebut serta-merta membuat mata Flo membulat.

Dengan cepat ia berlari mengambil kunci mobil dan langsung mengendarai mobil sedannya.

Flo tidak mau kemarin-kemarin adalah pertemuan terakhirnya dengan Derin. Flo bahkan tidak peduli mengendarai mobil yang sebenarnya Flo masih belum berani karena belum memiliki SIM, dan satu fakta, bahwa Flo masih mengenakan piyama berwarna merah muda bergambarkan beruang besar di tengahnya.

"Derin mau ngapain pindah ke Doncaster? Ah gue harus ketemu dia sebelum dia bener-bener berangkat. Ih tapi gue laper. Aduh Flo, lo kalo ngomong suka pe'a-pe'a bodo ih. Ya untuk peluk perpisahan lah. Siapa tau ketemunya 5 tahun ke depan atau bahkan ga akan ketemu lagi." ucapnya merutuk sendiri ketika sedang dalam perjalanan menuju bandara.

Ini masih jam lima pagi, jadi jalanan Jakarta masih lengang. Flo bersyukur untuk itu.

Setelah sampai, Flo memarkirkan mobilnya dan langsung berlari mencari Derin. Tubuh tinggi dengan celana jeans yang sudah pudar ditambah kaus putih yang terbalut jaket berwarna biru dongker dan juga sepatu converse membuat Flo lega karena sudah pasti itu Derin.

"Derin!" teriak Flo berlari ke arah Derin.

Derin menoleh lalu tertawa melihat Flo. Bagaimana Derin tidak tertawa jika Flo seperti bayi besar yang sedang mengejar permen yang dirampas?

"Flo, gue curiga lo belum sikat gigi." ucap Derin ketika Flo sudah berdiri di depannya sambil mengatur napas.

Flo mendelik. "Gue emang belum mandi, gue belum ganti baju, tapi gue udah sikat gigi!" balas Flo tak terima.

Derin tersenyum hangat, senyum yang mungkin jarang sekali dikeluarkan oleh seorang Derin. Membuat hati Flo tersentil. Flo tidak mau Derin pergi.

"Flo, gue pergi ya." ucap Derin.

Melepaskan seseorang yang kita sayang dan baru bertemu setelah sekian lama tidak bertemu adalah hal yang sangat sulit, ya meskipun mungkin akan bertemu lagi, tapi beberapa waktu ke depan dia tidak akan jadi bagian dari cobaan dan kebahagiaan Flo.

"Derin." balas Flo melarikan tubuhnya ke dalam pelukan Derin.

Aroma khas Derin tercium jelas. Cowok itu membalas pelukan Flo lalu mengelus rambut Flo perlahan.

"Gue harus ke sana Flo. Sumpah lo lebay banget. Nanti juga balik ko, paling 5 tahun doang." ucap Derin.

Flo memukul bahu cowok itu. Keduanya tetap di posisi yang sama selama kurang lebih 10 menit sebelum akhirnya Derin melepaskan pelukannya dan menarik Flo duduk.

"Sekitar 3 minggu yang lalu, gue ketemu ibunya Reana, dia ngejelasin ke gue semuanya." sahut Derin menghadap Flo.

Flo menautkan alisnya bingung. "Ngejelasin tentang apa?" tanyanya.

Derin menarik jari-jari tangan Flo dan memainkannya. "Ternyata, selama ini, ibunya Reana yang nyuruh Reana untuk pergi ninggalin Alin. Dan lo tau apa? Ibu yang ngeadopsi Reana itu emang ibu kandungnya Reana sama Alin. Dan dia yang ngatur semua ini sehingga Reana terlihat benar-benar jahat. Gue ga abis pikir sama dia kenapa dia cuma ngambil Reana? Yah entah lah gue terlalu lelah. Dan dia minta gue untuk ke Doncaster." ucapnya.

HardestTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang