Mengambil satu per satu cookies yang ada di kantung kertas lalu memakannya, ditemani milkshake strawberry selalu menjadi hal paling indah yang Flo lakukan di Appova Caffe.
"Gita, Gita, gimana sekolah lo?" tanya Flo antusias ketika Gita--pelayan yang merupakan teman Flo--menaruh milkshake pesanan Flo di atas mejanya.
"Sini, sini, duduk," ajak Flo menarik lengan Gita.
Dengan senang hati, Gita duduk di kursi yang ada di hadapan Flo. Berbincang dengan Flo selalu menjadi hiburan semata bagi Gita yang bekerja paruh waktu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya--terutama biaya sekolah dan menambah-nambah uang saku.
"Ya, masih kaya biasa Flo, aku lagi ngejar jalur undangan," ucapnya.
Mata Flo berbinar, mengoyak lengan Gita yang berada di genggamannya. "Gue juga lagi ngejar undangan, nih," ucap Flo. "Ohiya! Itu siapa sih-- ehm, siapa sih? Aduh gue, lupa," ucap Flo sedikit mengingat-ingat. "Ohiya! Reza! Gimana tuh dia?"
Flo selalu semangat jika sudah membahas Reza. Cowok yang pernah Flo pergoki mengantar Gita ke caffe ini sehabis Gita pulang sekolah. Cowok dengan badge SMA yang sama dengan Gita.
"A-apa sih Flo, ya ummm, ya gitu, ga gimana-gimana. Lagian, kenapa jadi ke dia?" tanya Gita dengan sedikit salah tingkah.
Flo menyeringai, membuat Gita bergerak-gerak tidak nyaman dari kursi yang sedang didudukinya. "Lo pokoknya kalo jadian sama dia, lo harus cerita ke gue," ucap Flo masih sangat antusias.
Melihat sifat Gita yang malu-malu, membuat Flo senang menggodanya.
"Apa sih kamu Flo, engga ko engga, ga akan," ucapnya. Sedikit pulasan merah menyemburat di pipi Gita.
Terkadang Flo merasa kasihan kepada Gita yang bekerja di usianya yang sama dengan Flo. Gita baru kelas 11 seperti Flo. Hal ini membuat Flo harus bersyukur, karena di usianya ini, Flo tinggal bersekolah saja tanpa harus memikirkan biaya dan sebagainya, sedangkan banyak orang yang harus bekerja keras untuk bersekolah seperti Gita, bahkan banyak orang yang tidak bisa bersekolah dan menjadikan sekolah itu sebagai mimpi mereka karena keterbatasan ekonomi.
Yang membuat Flo miris, saat ini, zaman ini, banyak pelajar yang menyia-nyiakan kesempatan mereka untuk bersekolah. Kesempatan terbesar bagi setiap anak.
Bersyukurlah atas segala yang kalian punya, dan kerjakanlah, jangan mengeluh. Lihatlah ke bawah, jangan ke atas. Karena kalau kita lihat ke atas, kita ga akan pernah sadar kalo sebenernya banyak orang di bawah yang melihat kita dan ingin seperti kita, ga akan bersyukur jadinya, kata-kata itu selalu terngiang dalam benak Flo. Kata-kata yang selalu ibunya sampaikan pada dirinya dan Zeiyan. Flo kerap kali mengeluh, namun, kata-kata dari sang bunda selalu sukses membuat Flo semangat kembali.
"Nilai lo gimana?" tanya Flo memajukan wajahnya mendekat ke wajah Gita.
Gita mengangguk-ngangguk. "Bagus, alhamdulilah, doain aku bisa jadi psikolog yaaa," ucapnya memasang wajah yang paling manis miliknya.
Flo mengangguk dan tersenyum. Gita ini, selalu punya harapan tinggi yang akan ia kejar.
Karena tanpa mimpi, kita gak bisa jadi apa-apa. Dan tanpa usaha, mimpi kita cuma bisa jadi angan-angan yang melambai-lambai di pikiran kita. Flo pernah berkata itu pada Gita, membuat Gita semakin semangat untuk mengejar cita-citanya.
"Aku kerja lagi ya Flo, nanti dimarahin lagi sama bos," ucap Gita cengengesan.
Flo mengangguk semangat, "ganbatte!!!" teriak Flo mengangkat tangannya.
Flo kembali melanjutkan kegiatan memakan cookies-nya dan berhenti ketika sesosok cowok berperawakan tinggi, dengan rahang tegas dan alis tebal, ditambah kacamata minusnya duduk hadapan Flo. Kursi yang sebelumnya diduduki Gita.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hardest
Teen FictionFlora, gadis periang yang terlalu polos dengan masalah percintaan, harus mengikhlaskan bahwa cowok pertama yang ia sukai merupakan sahabatnya sendiri. Sedangkan Sha, cewek jutek yang sudah lama bersahabat dengan Flo. Sialnya, ia memiliki perasaan ya...