31. Sitting under the moonlight

35.8K 2.7K 126
                                    

warning: this chapter use Flora's point of view. I hope you'll enjoy this chap.

---➖➖➖---

Aku hanya melangkahkan kakiku perlahan ke dalam bangunan yang menyimpan sejuta kenangan antara aku dan dia. Dia yang benar-benar berhasil membuat aku paham bahwa mencintai seseorang tidak sepenuhnya indah, namun ada titik di mana aku akan hancur.

Dan dia sendiri yang membuatku merasakan itu. Hancur.

Empat hari setelah kejadian malam itu, baru hari ini aku memberanikan diri membuka kehidupanku lagi.

Setelah prom night malam itu, hari Senin dan Selasa sekolahku memang jadwal libur, dan itu lah di mana aku benar-benar mengunci diriku rapat. Meninggalkan ponselku sepenuhnya, menutup kamarku rapat, dan hanya memikirkan segala hal yang telah aku lalui bersama dia, ya, yang kumaksud dia barusan adalah Gevin.

Aku melangkahkan kakiku perlahan ke bangunan itu. Bangunan apalagi yang kumaksud jika bukan sekolah.

Tempat di mana aku bertemu dengan Gevin. Tempat di mana kami menanamkan tawa di setiap sudut yang dimiliki sekolah ini. Tempat di mana dia menarikku ke dalam lubangnya, dan sukses membuat aku benar-benar mencintai setiap inci dari dirinya.

Juga tempat dia menghancurkanku.

Kulangkahkan kaki kananku memasuki kelasku perlahan, dan berusaha agar sepatu converse-ku tidak menimbulkan suara sedikit pun, entah, aku hanya tidak ingin terlihat hari ini.

Ohiya, minggu lalu aku baru saja melaksanakan ujian kenaikan kelas, jadi seperti biasanya, pasti kegiatan hari ini akan membosankan, ya karena benar-benar kosong. Jika aku tidak ingat absensi, aku pasti sedang berbaring di bawah selimutku. Dan ini juga minggu terakhir sebelum libur panjang.

Aku menautkan alisku bingung ketika aku memasuki kelasku. Ada Dion sedang duduk di kursi milikku, juga Felice di sebelahnya, dan ada Sha yang sedang berdiri di sana. Bukan keberadaan mereka yang membuat aku bingung, tapi kepanikan yang tertera jelas di wajah Felice dan Dion. Kalau untuk Sha, aku tidak dapat melihat karena posisinya yang membelakangiku.

Seketika ketiganya melirik ke arahku.

Aku semakin bingung, apa yang sebenarnya terjadi?

Sha berjalan ke arahku, dia mendekat. Aku lemparkan seulas senyum kepadanya.

Dan tebak apa? Dia menatapku dengan tatapan yang tidak pernah dia berikan sebelumnya kepadaku. Tatapan yang jauh lebih dingin daripada tatapan yang selalu ia jadikan tatapan kesan pertama kepada orang lain.

Seketika, kurasakan pipi kananku panas.

Aku baru saja ditampar oleh Sha.

Drama macam apa lagi ini?

Aku masih menatap lantai bawah setelah tangan Sha menempel di pipiku. Perlahan tangan kananku menyentuh bagian yang baru saja disentuh kasar oleh Sha.

Kelas yang semula ricuh, menjadi hening. Semua mata di kelasku menatap ke arahku khawatir.

Dengan keberanian, aku gerakkan kepalaku, menatap mata Sha dengan tanda tanya.

"Kenapa lo ga bilang kalo lo suka Vito?" tanyanya dingin.

Tubuhku menegang. Perlahan, mataku melirik Felice. Benar saja, Felice mengucapkan kata 'maaf' berkali-kali tanpa suara. Aku mengangguk dan tersenyum simpul pada Felice sebelum akhirnya kembali menatap Sha.

Kutarik napasku dalam. Mungkin ini saatnya, Flora. Aku tidak bisa menutupi segalanya. Dunia selalu membuat setiap jiwa yang hidup di dalamnya harus mengakui mengenai hal-hal yang ia simpan pada jiwa yang menumpang di dunia itu juga, setidaknya orang yang dekat.

HardestTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang