Liburan telah berlalu. Meskipun terasa sangat bosan karena tidak ada agenda, entah mengapa tetap saja waktu terasa begitu cepat, hmm entahlah.
Zeiyan menancap gas mobilnya tanpa menghiraukan Flo yang mencak-mencak di ambang pintu rumah meneriaki Zeiyan yang meninggalkan Flo dengan sepatu di tangannya, membuat Flo terlihat sangat uringan.
"Abang!" teriak Flo membuat telinga siapapun langsung memekak di pagi hari.
Zeiyan membuka kaca mobilnya lalu sedikit memajukan badannya. "Flo sayang Abang 'kan? Flo tau 'kan betapa susahnya Abang deketin Zizi? Flo tau 'kan ini adalah kesempatan emas buat Abang? Maklumin ya Flo, Abang mau jemput Zizi, Flo minta dijemput sama siapa gitu, Dion kek, Sha kek, Felice kek, atau Vito."
Flo menjambak rambutnya kesal. "Gabisa Abang! Ini mendadak. Flo duduk di belakang deh, janji ga akan ganggu," ucap Flo berusaha membujuk Zeiyan.
Zeiyan menggelengkan kepalanya yang justru terlihat konyol. "No no. Sampai ketemu di sekolah, Abang sayang Flo," ucap Zeiyan langsung meninggalkan Flo yang masih mencak-mencak tak karuan.
"Abang! Ga, Abang ga sayang Flo kalo Abang ninggalin Flo," ucap Flo berharap Zeiyan menghentikan mobilnya, berubah pikiran, "Abang!" ucapan Flo bagaikan angin lalu karena Zeiyan pun sudah meninggalkan halaman rumah.
--
"Vit, Ka Zizi mau berangkat bareng sama Zeiyan," ucap Zizi kepada Vito yang sedang mengikat tali sepatunya.
Vito mendongak. "Aku bilang juga apa, suka 'kan akhirnya."
"Enak aja kamu, ini hanya pertemanan," ucap Zizi menyipitkan matanya.
Vito mendengus kecil sambil bangkit berjalan menuju meja makan untuk mengambil sepotong roti yang sudah disiapkan Reva sebelum pergi ke kantor.
"Vit, aku baru inget. Flo biasanya berangkat bareng Zeiyan 'kan? Dan sekarang Zeiyan bareng aku," ucap Zizi.
Vito melirik sebentar ke kakaknya sebelum akhirnya kembali fokus dengan rotinya. "Flo ada mobil 'kan," ucap Vito.
Zizi menghembuskan nafas kesal, "Flo belum punya SIM, walaupun deket, dan dia belum berani."
"Terus maksudnya apa bilang gitu ke Vito?" tanya Vito menaikkan satu alisnya.
Zizi mendengus frustasi, "jemput dia."
Vito mendengus kesal, seolah 'oh lo menjadikan gue sebagai korban PDKT lo, bagus.', menyebalkan memang.
"Ya ya," ucap Vito langsung pergi keluar rumah tanpa pamit atau basa-basi sedikitpun.
--
Mobil Vito berhenti di depan rumah Flo yang jarak rumahnya dengan Flo hanya beberapa rumah, sengaja tidak masuk agar bisa langsung berangkat. Vito turun dari mobil dengan tujuan menjemput Flo. Pemandangan di depan Vito membuat tawa kecil keluar dari mulutnya.
"Jangan mentang-mentang baru direspons sama gebetan, adiknya dibuang gitu aja."
"Ya walaupun ke sekolah cuma 10 menitan, tapi 'kan kalo jalan ya sama aja."
"Kalau diphp-in baru tau rasa."
"Ah gue kesel pagi-pagi 'kan jadinya."
Runtutan kata demi kata menarik mulut Vito untuk melengkungkan sedikit senyumnya. Melihat Flo marah-marah memang tontonan yang layak bagi siapapun. Langka dan menggemaskan.
"Lo ga perlu jalan kaki, karena kakak gue nyuruh gue jemput lo," ucap Vito yang berdiri di depan gerbang rumah Flo.
Flo yang sedang mencak-mencak tak bertuan kontan berhenti dan menyimak Vito.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hardest
Teen FictionFlora, gadis periang yang terlalu polos dengan masalah percintaan, harus mengikhlaskan bahwa cowok pertama yang ia sukai merupakan sahabatnya sendiri. Sedangkan Sha, cewek jutek yang sudah lama bersahabat dengan Flo. Sialnya, ia memiliki perasaan ya...