Sembilan

1.2K 39 0
                                    

Assalamualaikum
Welcome back
Enjoy:)
________

Hari ini Rey sibuk dengan berbagai keadaan pasien baru dan pasien rawat inap yang ia tangani, banyak sekali anak-anak yang terkena diare. Sekarang ia tengah mengobati satu-satu dari sekian banyak anak yang ada, sedangkan asistennya sedang mengecek rutin pasien rawat inap takutnya ia tak sempat karena banyak nya pasien yang berdatangan.

Disisi lain Nana dan sahabatnya alias adik kandung dari orang yang ia kagumi diam-diam sedang jalan-jalan bersama, sebenarnya mereka hendak ke pasar untuk membeli beberapa perlengkapan mereka dan berbelanja bahan makanan milik ibu mereka masing-masing. Sedangkan para ibu kini sedang mengobrol ria sembari minum teh di halaman rumah mami Rey.

Mereka berdua membeli banyak sayur, buah dan daging ditambah ikan untuk keperluan satu minggu ke depan. Mereka juga membeli beberapa perawatan kulit yang biasa mereka gunakan di salah satu toko kosmetik langganan mereka.

Setelah selesai belanja mereka menunggu taksi online yang mereka pesan di bangku pinggir jalan sembari memakan es krim yang mereka beli sewaktu di pasar.

"Ehh Na!"

"Iya ada apa?"

"Katanya bang Rey udah nemuin calonnya, seneng banget tau gak aku jadi bang Rey gak usah nerima perjodohan dari papi kalau gini. Tapi itu juga tergantung sama perempuan abang mau nerima abang apa nggak, ya kelo nggak berarti bang Rey tetep harus nerima perjodohan nya."

"Beneran?" wajah yang terlihat tegar namun mata yang sayu terlihat rapuh juga nada ceria yang sedikit bergetar, entah apa yang gadis itu rasakan, rapuh? Sepertinya Nana tak bisa apa-apa lagi, laki-laki itu sudah menemukan pemilik separuh hatinya.

"Iya Na, katanya ustadzah Anis."
Seperti dihantam batu besar, dadanya tiba-tiba terasa sangat nyeri. Benarkah? Mungkin ia tak akan terlalu sakit jika pilihan laki-laki itu adalah seseorang yang tak ia kenal, tapi ini...

"Te-teh Anis?"
Tanya nya kembali dengan suara yang makin tercekat, ingin rasanya mengeluarkan liquid dari mata cantiknya sekarang juga, namun ia tak ingin menunjukkan kerapuhannya di depan sahabatnya.

"Hmm..yeay kita bakalan jadi saudara. Ya walau pas ditanya kemarin abang cuman 'hmm hmm' doang, tapi kayaknya beneran ustadzah Anis deh. Kamu setuju kan?"
Gadis yang ditanya hanya mengangguk saja, kenapa harus sepupunya? Ini terlalu berat, sekian lama ia memendam rasa kagum dan akhirnya ia tau semuanya tak ada hasilnya karena takdirnya bukanlah laki-laki itu.

"Padahal ku kira bakalan kamu yang bang Rey pilih."

"Yakan kak Rey nya gak suka sama aku Lis."

"Kamu sih pas ditanya mau apa nggak sama bang Rey malah diem aja sambil nunduk. Bisa jadi bang Rey mau pilih kamu tapi gara-gara itu dia jadi takut gak kamu terima."

"Ada-ada aja kamu ini, mungkin emang kak Rey udah dari dulu suka sama teh Anis, lagian mana mungkin kak Rey sama aku." gadis itu sedikit senyum, ikhlas dengan takdir adalah hal paling baik yang akan ia lakukan sekarang. Taksi yang mereka pesan telah tiba, mereka pun pulang ke rumah masing-masing yang memang tetanggaan.

.
.

Nana sudah sampai di rumah, setelah membereskan belanjaannya ke dalam lemari es, ia langsung pergi ke kamarnya mengunci dirinya di dalam sana. Ingin sekali ia menangis kencang, namun ia tau semua itu tidak akan ada gunanya. Menangis pun tak akan mengubah fakta bahwa laki-laki yang ia kagumi akan melamar seseorang yang bahkan ia tau seluk beluk hidupnya. Sepupu yang tinggal satu rumah dengannya dari kecil bahkan sudah ia anggap sebagai kakak sendiri.

Tak heran jika Rey memilih sepupunya itu, sedangkan sepupunya adalah seorang perempuan yang berpendidikan bagus, perempuan lulusan pesantren ternama yang sekarang menjadi seorang ustadzah sekaligus guru mengaji anak-anak.

Begitu lama ia terduduk di atas ranjangnya itu, ia melangkahkan kakinya ke dalam kamar mandi hendak membersihkan diri karena sebentar lagi akan memasuki waktu shalat dzuhur. Banyak sekali do'a yang ia panjatkan hari ini, air mata yang semula ia bendung sekuat tenaga kini luruh saat ia sedang curhat kepada sang kuasa.

Sekarang dan kedepannya ia hanya ingin hati yang tenang dan ikhlas atas semua rentetan takdir yang akan datang kepadanya. 'Semangat' batinnya mencoba menguatkan dirinya. Ia membuka mukena yang ia pakai hendak ke dapur untuk memasak makan siang. Ia heran kenapa adiknya belum kunjung pulang, dan ya ia punya adik yang masih duduk di bangku SMP.

Tokk tokk tok
Ia menyeringit bingung, siapa yang mengetuk pintu kamarnya? Adiknya sudah pulang kah?

"Assalamualaikum kak, turun yuk kita makan siang sama-sama, bunda udah masak tadi, ayah juga udah pulang." Nana melihat jam yang ada di dinding kamarnya, ia menepuk jidatnya karena terlalu lama berdiam di kamar dan tak membantu ibunya, ia membuka pintu dan terpampang jelas di depannya sang bunda dengan senyuman manisnya.

"Loh kak kamu kenapa? hmm." sang bunda memegang bahunya lembut.

"Hehe..gak papa bun, tadi kakak nonton Drakor sedih jadi deh kayak gini. Maaf ya kakak gak bantuin bunda masak" elaknya berusaha senetral mungkin.

"Iya gak papa kok, lagian tadi bunda dibantu sama Anis. Tapi beneran gak papa kan kak?"

"Beneran deh bunda. Ayo ah kakak udah laper." mereka pun berjalan beriringan menuju meja makan. Sesaat sampai di sana tubuh Wida sedikit menegang ketika melihat sang sepupu ada diantara ayang dan adiknya. Ia berusaha membuat raut muka seperti hari-hari biasanya namu nihil ia tetap ingin menangis, ia mengubah raut mukanya menjadi datar demi menyembunyikan kesedihan yang menunjukkan rasa sakitnya. Ia hanya takut ayah dan bundanya khawatir saja.

Mereka semua mulai makan setelah membaca do'a bersama.

"Kak gimana?"

"Mmm...yah boleh gak kakak minta waktu sedikit lagi, soalnya kakak belum dapet petunjuknya dari Allah. Bukannya kakak gak percaya sama pilihan ayah, tapi kakak..

"Iya sayang, ayah ngerti perasaan kamu. Ayah juga gak akan maksa kamu kalo memang kamu gak mau, ayah hanya ingin kebahagiaan anak ayah saja. Jadi jika kamu tidak bahagia dengan apa yang ayah mau, kamu tak perlu memaksakan dan carilah kebahagian kamu sendiri."

"Makasih yah, ayah udah ngertiin kakak."

"Kalo gitu ayah tunggu keputusan kamu." setelah percakapan selesai, mereka pun kembali fokus ke makanan mereka masing-masing juga terkadang tawa tiba diantara mereka karena tingkah konyol si bungsu yang membuat semua tertawa.

.
.

Resiko mengagumi seseorang adalah rasa sakit saat mendapatkan penolakan.

Saat kita mengagumi seseorang secara terang-terangan ataupun secara diam-diam sama saja akan menimbulkan resiko yang sama.

Penolakan yang diberikan saat kita terus terang kepada orang yang kita kagumi dan orang tersebut tak menyukai kita. Atau saat kita tahu bahwa seseorang yang kita kagumi secara diam-diam malah menyukai orang lain, apalagi ketika kita mengetahui siapa orang yang di suka oleh orang yang kita kagumi.

Satu cara agar tak merasakan dua macam sakit itu adalah jangan pernah terlalu dalam saat kita sedang mengagumi seseorang, karena saat kita mendapat penolakan maka resiko rasa sakit yang kita dapatkan. Selain itu juga Allah memberikan rasa sakit itu karena Allah cemburu dengan hambanya yang terlalu mengangumi sesama manusia bahkan bisa sampai lupa kepada sang pencipta dan Allah ingin hambanya kembali kepadanya.

Mengagumi seseorang boleh-boleh saja asalkan kita tak melupakan siapa yang menciptakan dan selalu ada untuk kita walau dikala senang maupun susah.

____________

TBC

Jangan lupa vote dan makasih udah mampir🤗
Jaga selalu kesehatan dan ibadahnya

Jaa👋
Wassalamualaikum

Story of ReyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang