Chapter 7: Comblang

590 75 0
                                    

ACARA yang disebut sebagai Kaninus itu adalah perlombaan olahraga yang digelar oleh kampus mereka. Acara yang besar itu cukup terkenal, bertujuan untuk mengumpulkan seluruh mahasiswa dari fakultas kedokteran gigi lainnya dan menjalin tali persaudaraan.

Faktanya, Edwin adalah anggota dari UKM voli. Itu artinya, lelaki itu akan ikut bertanding melawan grup voli dari kampus lain pada saat acara Kaninus digelar. Ini pertama kalinya dia mengikuti pertandingan melawan kampus lain karena sebelumnya, perkuliahan dilaksanakan secara daring selama pandemi, serta-merta dengan acara nonakademik.

Edwin menatap langit-langit kamarnya, cukup lama. Jika jadwalnya jadi padat karena perkuliahan selama beberapa bulan ini, maka tak bisa dipungkiri, rencananya untuk menyelesaikan beberapa lagu untuk Trapnest akan sedikit terhambat.

Edwin menghela napasnya. Apa yang akan terjadi jika dia benar-benar lulus dengan menyandang gelar drg di depan namanya? Apakah dia harus mengubur mimpinya dan menelantarkan semua ide untuk lagu-lagunya begitu saja?

Drrt. Drrt.

Edwin mengubah posisinya menjadi duduk ketika mendengar nada dering dan getaran dari ponselnya tersebut. Edwin mengernyitkan dahinya ketika dia justru melihat nama yang selama ini tak pernah menghubunginya sebelumnya.

Mas Fatah is calling...

Edwin meraih ponsel tersebut, lalu menggeser layarnya ke arah ikon hijau. "Halo."

"Lama banget ngangkatnya."

Edwin tersenyum paksa, rasanya ingin memakan perempuan galak ini. "Ada apa lo nelepon jam segini?"

"MP3 Player lo ada sama gue, gue lupa balikin tadi," ujar Luna.

Edwin mengenyitkan dahinya. MP3 Player? Apakah hanya itu yang ingin Luna katakan? Kenapa harus menelepon jika hanya ingin membicarakan hal itu?

"Yaudah, simpen aja dulu. Lo juga bisa dengerin lagu-lagu di dalemnya, meskipun isinya kebanyakan lagu Jepang," balas Edwin, memberi jeda. "Asalkan jangan buka lagu-lagu yang lagi proses gue tulis."

"Iya."

"Udah? Lo cuma mau ngomongin MP3 Player doang? Kirain penting banget."

"Eh, tunggu, jangan ditutup dulu," kata Luna, terbata. "Lo anggota UKM voli, kan?"

Edwin menaikkan sebelah alisnya, mencoba menebak-nebak. Apa ini?

"Lo suka sama gue, ya?" tanya Edwin, tanpa basa-basi. "Ini nih sinyal kalo cewek suka sama kita. Demen bahas sesuatu yang gak penting biar bisa ngobrol. Udah, ngaku aja, deh."

"Hah? Suka sama lo?" Luna bertanya balik. Kali ini, dengan nada yang mulai mencerminkan kekesalannya. "Ngapain gue suka sama orang kaya lo, sih?"

"Hah? Orang kaya gue? Emangnya gue kenapa, anjir?"

"Ya, udah geblek, ceroboh, nilai jelek mulu, langganan semester pendek," jawab Luna, tak tanggung-tanggung. Bagi Edwin, jawaban itu lebih seperti senjata yang baru saja memborbardir dirinya. Sejak awal, dia sudah salah karena berani memulai perdebatan dengan Luna, padahal dia tau, dia takkan menang jika berdebat dengan perempuan menyebalkan ini.

"Langganan semester pendek, lo bilang?" Edwin mendengus sebal. Yah, kalaupun dia marah, nyatanya itu adalah fakta yang tak bisa dia tepis. "Yaudah, lupain. Kenapa lo nanyain soal UKM voli?"

Luna terdiam sejenak. "Posisi lo di grup voli apa?"

"Setter," jawab Edwin. "Kenapa, sih?"

"Lo bisa spike, receive, serve, dan lainnya, gak?"

TaoreruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang