Chapter 23: Lelaki yang Luna Suka

398 69 0
                                    

KARENA Luna merupakan anggota dari UKM Literatur, maka perempuan itu harus mengikuti rapat setelah kuliah hari ini berakhir. Oleh karena itu, setelah kelas Herbal Dentistry 1 berakhir, Luna pun meminta Dira pulang duluan dan segera mengikuti rapat yang sudah dijadwalkan. Selain itu, dia juga tau, Dira pasti senang bisa menghabiskan waktu lebih banyak bersama Dito.

Waktu terus berjalan. Arloji menunjukkan pukul empat sore. Langit mulai mengeluarkan corak jingga beserta warna-warni lainnya yang tampak abstrak dipandang mata. Setelah rapat itu berakhir, Luna pun kembali ke ruangan terakhir yang biasa mereka gunakan untuk belajar, berniat mengambil jas labnya yang ketinggalan. Namun, setelah pintu itu dibuka, Luna tertegun ketika dia melihat seorang lelaki di dalam ruangan tersebut, duduk dengan laptop di hadapannya.

Luna dan Edwin beradu pandang untuk sejenak, sebelum Luna memutuskan kontak mata mereka dan berjalan menuju mejanya, meraih jas lab yang dia letakkan di kepala kursi. "Lo ngapain di sini?"

"Maling wifi," jawab Edwin, singkat.

Luna hanya bisa menyengir kuda. Bisa-bisanya dia memberikan jawaban konyol itu dengan wajah yang super santai. Apakah lelaki itu sempat pulang ke rumah, lalu kembali ke sini? Atau apakah lelaki itu belum pulang sama sekali?

"Yaudah, gue duluan."

"Eh, ntar dulu," ujar Edwin, menghentikan langkah Luna. Luna berbalik badan dan menaikkan sebelah alisnya, bingung. "Lo marah ya, karena gue panggil gorila tadi?"

Luna menggeleng. "Biasa aja."

"Terus, tadi cuma air mata buaya? Drama doang, gitu?"

"Hah? Bisa-bisanya lo mikir kaya gitu," kata Luna, sebal. "Ngapain juga gue pura-pura nangis."

Hening sejenak.

"Yah, gue minta maaf kalau bikin lo tersinggung," ujar Edwin. "Meskipun abis ini, gue tetep ledekin lo gorila, tapi yah... gitu deh, Dira sama Dito bisa ngebacok gue abis ini, kalau gue gak minta maaf."

Luna tersenyum pasrah. Sepertinya, setelah kejadian tadi, Edwin dimarahi habis-habisan dua sejoli kesayangan Luna itu. "Yaudah, gak usah dipikirin."

"Lo bisa mendadak sensi gitu karena lagi jatuh cinta? Ribet banget dah jadi cewek," ujar Edwin, menghela napasnya. "Lagian, siapa sih cowok yang lo suka itu? Kasian banget, disukain sama lo."

"Hah? Kasian? Gue geplak lo, ya."

"Ya, tapi, keren juga sih, kata Dira lo sampe nurunin standar buat dia. Emangnya dia gak sesuai tipe lo banget, ya?" tanya Edwin, antusias. "Jelek banget? Bego banget? Atau gimana?"

"Dia cakep, kok," Luna memberi jeda. "Tapi, otaknya cuma seperempat."

"Dih, mau-mauan aja sama cowok begitu," ejek Edwin. "Siapa sih orangnya? Gak adil banget. Masa gue sendiri yang gak dikasih tau? Dira dan Dito juga gak mau ngasih tau gue."

"Bodo amat. Lo gak tau juga karena lo ogeb."

"Bangke, apa hubungannya?"

"Yaudah, lo tebak."

"Kalau anak voli..." Edwin memegang dagunya, berpikir keras. "Kevin?"

"Bukan."

"Putra?"

"Bukan."

"Chiko?"

"Bukan."

"Pedro?"

"Bukan."

"Josef?"

Luna terdiam sejenak. "Satu posisi sama Josef."

Luna dapat merasakan jantungnya berdebar keras. Setelah dia berani mengatakan itu, seodong-odongnya Edwin, bukankah seharusnya dia menyadari bahwa posisi setter di tim voli mereka hanya dipegang oleh Edwin dan Josef?

"Jojo?"

"Apー siapa Jojo?!"

"Yah, ada setter baru di tim kita, namanya Jojo," kata Edwin, terkekeh. "Oh? Jangan-jangan beneran Jojo?"

Luna hanya bisa menatap kesal. Ternyata, lelaki ini jauh lebih goblok dari yang dia pikirkan. "Bukan. Udah deh, lupain aja. Lagian, kayanya gue gak bakalan bisa dapetin dia."

"Kenapa?" tanya Edwin, menautkan alisnya. "Gue bantuin lo sama dia, deh. Gimana?"

Luna terdiam sejenak, cukup lama.

"Buat apa," Luna menghela napasnya, pasrah. "Orangnya ada di hadapan gue, kok."

Edwin terdiam sejenak. Entah kenapa, suasana ini semakin membuat Luna kegerahan. Kali ini, bukankah seharusnya lelaki itu menyadari bahwa orang yang Luna suka adalah dirinya?

"Lo suka sama hantu? Lo indigo?" tanya Edwin, antusias. "Yah, gue inget Kevin pernah bilang kalo pernah ada anak UKM voli yang meninggal dua tahun yang lalu karena kecelakaan, sih."

Luna ingin menenggelamkan dirinya sekarang juga. Lelaki itu masih juga belum sadar? Setelah sejauh ini dan lelaki itu masih telmi seperti biasanya? Sungguh, pada saat pembagian kapasitas otak, lelaki itu mengantri di barisan ke berapa, sih?

Luna mengepalkan tangannya, menahan amarah. Namun, sepersekian detik, Luna pun menghela napasnya, pasrah. Tak ada gunanya marah karena dia yang salah sudah jatuh cinta kepada lelaki seodong Edwin. Dia benar-benar merasa sedih. Bagaimana mungkin setelah berbulan-bulan Luna menyukainya, bahkan sejak semester lima berakhir, Edwin masih saja tak bisa menyadari hal itu? Bahkan, Luna sudah pernah mengungkapkan perasaannya kepada Edwin pada hari ulang tahunnya waktu itu. Namun, Edwin masih belum bisa mengerti. Padahal, bagi Luna, bukannya mudah untuk mengungkapkan perasaan seperti itu.

"Tapi, kalau bukan Josef dan Jojo, terus siapa, anjir?" ujar Edwin, putus asa. "Kayanya tadi semua nama anggota tim voli udah gue sebutin."

"Nama lo sendiri gak lo sebutin?"

Edwin terdiam, cukup lama. Dari posisinya, dia bisa melihat wajah Luna ditimpa oleh cahaya matahari jingga, menutupi warna rona pipinya. Luna tak berani menatap Edwin. Pipinya benar-benar panas sekarang, bahkan rasanya jantungnya sudah ingin copot.

"Lo masih aja gak sadar ya, kalau orang yang gue suka tuh elo?" tambah Luna, tampak marah. Edwin bisa melihat perempuan itu menahan tangisannya, seperti anak kecil yang dilarang orang tuanya untuk bermain keluar. "Udahlah, lupain. Gue capek sama orang sebego lo."

Luna berjalan keluar dari kelas. Edwin masih mematung di posisinya, berusaha mencerna apa yang baru saja terjadi. Lelaki itu memandangi pintu ruangan, berharap perempuan itu kembali dan mau menjelaskan maksud dari perkataannya tadi.

Lelaki yang Luna sukai itu setter dari tim voli, bego, dan ada di ruangan ini. Lalu... bukankah kode yang Dira dan Dito berikan seharusnya sudah cukup untuk membuat Edwin sadar?

"Orang yang Luna suka itu..." Edwin memberi jeda. "Gue?"

TaoreruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang