Chapter 21: Hadiah

399 68 0
                                    

"SELAMAT ulang tahun!"

Luna yang baru saja bangun dari tidurnya berkat suara berisik dari luar, lantas melebarkan matanya. Meskipun mungkin nyawanya bahkan belum sepenuhnya kembali ke tubuhnya, tapi melihat senyuman Dira dan Dito dengan kue ulang tahun dan balon yang memenuhi ruang tengah itu membuat Luna tersenyum manis, memeluk mereka semua secara bergantian.

"Kalian manis banget," ujar Luna. "Makasih, ya."

"Liat, dong. Gue bikinin semua makanan favorit lo," ujar Dira tersenyum lebar, menunjuk meja makan. "Kalau ada yang gak enak, berarti masakan Dito. Emang sotoy banget, udah dibilangin jangan ikutan, tadi."

Dito tertawa. "Ya, kan pengen ikut bantuin, gitu."

"Mau enak ataupun gak enak, pasti tetep gue makan. Makasih, ya," ujar Luna, memeluk Dira dan Dito.

"Oh, ya, seharusnya Edwin juga ikut ke sini, tapi dia harus ke luar kota dan manggung nanti malem," kata Dito. "Sayang banget."

Luna menghela napasnya. "Gapapa, To. Lagian, musik adalah segalanya buat dia. Dia emang seharusnya milih jadwal manggung, dong."

"Tapi, lo harus tau, dia kepo banget soal cowok yang lo suka," ujar Dira, tersenyum pasrah. "Ah… Edwin beneran lemot, bego, dan gak peka."

Luna hanya bisa menghela napasnya. Entah kenapa dia bisa menyukai laki-laki seperti Edwin.

Luna, Dira, dan Dito pun menghabiskan waktu bersama, pagi ini. Meskipun makanan sebanyak ini akan memberikan rasa penyesalan bagi mereka nantinya, apalagi dimakan pada pagi hari, tapi setidaknya, suasana hati mereka benar-benar baik pagi ini. Luna memang tidak pernah menyukai tradisi perayaan ulang tahun pada jam dua belas malam dan dibangunkan dari tidurnya secara tiba-tiba hanya untuk meniup lilin. Dira, yang sudah bersahabat dengan Luna kurang lebih tiga tahun, bahkan sejak mereka satu kelompok saat ospek, sudah paham betul mengenai apa yang harus dia lakukan pada hari ulang tahun sahabatnya itu.

Sejujurnya, Luna bersyukur memiliki sahabat seperti Dira. Meskipun dia sering ditinggal karena dalam beberapa momen, Dira selalu bersama Dito, bahkan mereka sudah berpacaran sejak semester awal, tapi menurut Luna, dia takkan bisa menemukan teman sebaik Dira, yang selalu mengerti dirinya. Lalu, Luna pun bersyukur bahwa Dito adalah pacar Dira karena mereka benar-benar cocok bersama dan Dito adalah lelaki yang baik. Selain itu, Dito pun sudah Luna anggap sebagai teman dekatnya.

Arloji menunjukkan pukul sepuluh pagi. Dito pun berpamitan dari apartemen Dira dan Luna, kemudian berlalu. Hari ini adalah dua hari menjelang libur semester berakhir dan semester enam pun dimulai. Luna tersenyum miring. Dua hari lagi, mereka kembali berkuliah seperti biasa dan dia akan melihat wajah menyebalkan Edwin lagi.

Selama libur semester, mereka jarang sekali berkomunikasi. Kurang lebih, hanya lebih seperti obrolan kecil di grup kelasーdua puluh nomor induk mahasiswa yang berdekatanーatau Edwin yang bertanya mengenai soal ujian remedialnya kepada Luna. Selebihnya, mereka tak berkomunikasi secara intens karena Luna pun sadar, status mereka hanya teman dekat, tak lebih dari itu.

Namun, jika dipikir-pikir, mereka yang dulunya saling ledek dan saling sebal, kemudian bisa berteman dekat, dan bahkan saat ini Luna menyukai Edwin, rasanya seperti ilusi. Luna pun tak pernah menyangka bahwa dia akan menyukai orang seperti Edwin, lelaki menyebalkan yang sangat jauh dari kriteria idamannya. Namun, seperti kata orang, cinta tak bisa memilih kepada siapa dia akan berlabuh. Kita tak bisa memilih kepada siapa kita akan jatuh cinta.

Luna menyalakan layar ponselnya, berharap ada notifikasi pesan yang muncul di bawah keterangan waktu tersebut. Luna pun membuka aplikasi pesan, tapi tak ada pesan baru yang masuk. Luna menatap kontak yang berada pada baris terakhir di aplikasi pesan tersebut.

TaoreruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang