Chapter 24 : Satria dan Bahasa Sansekerta

122 15 0
                                    

Cahaya matahari masuk melalui celah-celah jendela ber-horden putih tulang itu. Suara kicauan burung yang bersahut-sahutan dengan cepatnya disusul beberapa orang sedang berbincang ringan diluar sana, disertai dengan tangisan para bayi yang Nayana duga adalah tetangga setempat yang juga tinggal satu komplek dengannya. Begitupun dengan rumah berlantai dua itu, aroma masakan Davina yang semerbak menusuk Indra penciumannya, suara nyanyian Fahrezi dengan lagu galau nya ia senandungkan dengan mic blink-blink kuning milik Arga. Suara-suara itu berhasil membangunkan gadis yang baru terlelap setelah sholat subuh tadi. Nayana memang tak kenal waktu jika sudah bergadang, ditambah hari ini adalah hari Minggu sudah dipastikan ini hari yang sangat ia tunggu-tunggu setelah penatnya seminggu dengan kegiatan sekolah kemarin.

“Ck, gue ngantuk banget sumpah” gerutu Nayana kesal mendengar nyanyian Fahrezi dengan lagu galau pilihan adiknya itu. Sekilas ia melihat jam dinding yang berdetak teratur diatas meja TV kamarnya, pukul 09.00 pagi ternyata. Ia berjalan pelan menuju kamar mandi yang terletak didalam kamar bernuansa black and white miliknya. Setelah selesai, Nayana berjalan keluar menuruni tangga. Sesaat berada di tengah-tengah tangga itu, dengan tatapan tajamnya ia arahkan kepada kedua adiknya yang sedang menatap nya dibawah dengan wajah polos milik mereka berdua.

“Eh tuan putri udah bangun, sini sini nyanyi dulu kita” ajak Fahrezi dengan tangan yang mengayun.

Nayana diam tak berkutik. Ia masih menatap kedua adiknya itu dengan tatapan tajamnya.
“Kak mau gak? Enak tau” tawar Arga dengan kedua tangannya yang menggenggam dua batang coklat.

“Berisik lo pada, masih pagi juga. Ganggu gue tidur aja” kata Nayana yang akhirnya membuka suara.

“Yeee pagi-pagi dah sensi aja lu, sini nyanyi bareng gue biar gak tegang kali” sahut Fahrezi. Ia tak memperdulikan omelan kakak keduanya itu, sudah biasa bagi Fahrezi.

Nayana menghela nafasnya pelan. Orang sabar disayang cogan, batinnya. Ia segera berjalan menuju dapur tempat Davina memasak sarapan pagi ini. “Wih enak nih” celetuk gadis itu sembari mengambil satu paha ayam diatas meja makan marmer itu.

“Makan gih, itu Mama masakin cumi cabe garam kesukaan kamu” kata Davina yang sedang asik menumis kangkung.

Nayana segera mengambil piring dengan lauk pauk yang ia mau. Tak lama datang Fahrezi dan Arga dibelakang Nayana, dengan tangan yang masih memegang mic kuning itu Fahrezi bernyanyi “Aku ingin kau menerima seluruh hatiku, aku ingin kau mengerti di jiwa ku hanya kamu, Nam-” belum sempat lelaki itu menghabiskan lirik nya, dengan cepat Nayana mengambil mic kuning blink-blink itu dan menyimpannya dibelakang tubuhnya.

“Gue mau makan dengan tenang. Silent please” kata Nayana jengah. Fahrezi yang mendengar itu hanya terdiam. Jika kakak nya itu sudah berbicara menggunakan bahasa Inggris berarti ia sedang dalam mode 'jangan ganggu'.

Pelan-pelan ia berjalan mundur seraya menarik Arga kebelakang. “Kakak lo serem” katanya pada Arga yang masih asik dengan makanan manisnya itu.

“Siapa yang bolehin adek pagi-pagi udah makan coklat hah?” tanya Adrian yang tiba-tiba muncul ditengah-tengah mereka. Ia segera mengambil coklat batang yang sedang digenggam oleh Arga.

Dengan polosnya Arga menunjuk Fahrezi yang berada disampingnya itu. “Kok gue?” panik lelaki itu. “Abang bilang kalo makan coklat nanti jadi ganteng, yaudah adek makan deh” jelas Arga. Adrian yang mendengar itu hanya menggelengkan kepalanya pertanda tak heran. Ia hanya menghela nafasnya pelan dan berjalan berlalu dari mereka. Fahrezi hanya menyangir bak kuda saat melihat Papanya berjalan melewati dirinya.

“Sini semua sarapan, Mama udah selesai masak nih” ajak Davina kepada seluruh penghuni rumah itu.

Disinilah mereka, ditengah-tengah meja marmer itu yang masing-masing kursinya diisi oleh satu orang. “Dania mana?” tanya Adrian saat tak melihat putri sulungnya itu.

INSECURE (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang