“Ada seseorang yang ingin sekali
saya genggam tangannya, tapi semesta
punya realita bahwa bukan saya yang
menjadi inginnya”
-Nayana Refania-___________________________________
Cahaya matahari pagi masuk kedalam kamar gadis yang bernuansa hitam putih itu. Ia mengerjapkan matanya mencoba menyesuaikan cahaya yang menyorot wajahnya. Nayana terdiam dengan helaan nafas nya yang tenang. Ia mencoba mengingat mimpi tadi malam yang berhasil membuatnya menangis semalaman mengakibatkan dirinya baru bisa terlelap setelah Subuh tadi.
Nayana menghembuskan nafasnya kasar. “Huftt...cuma mimpi ternyata”. Ia mengambil handphone nya yang berada dibawah bantal guling nya itu. “Darren?” gumamnya setelah melihat notifikasi di lock screen handphone nya. Tertulis nama Darren disana. Nayana memilih untuk tidak membalas pesan itu.
“Ini semua pasti gara-gara benda ini nih” gadis yang masih menggunakan piyama tidurnya itu berkacak pinggang seraya berdiri diatas tempat tidurnya menatap benda pemberian Darren yang ia gantung disana.
Nayana mengambil dream catcher itu membawanya kearah pintu kamarnya. “Disini aja deh, cantik juga kok” ia menggantung benda itu dibalik pintu kamarnya. Nayana tak mau ambil resiko jika ia tidak memindahkan dream catcher itu yang mungkin akan membuatnya mimpi seperti semalam.
Drtt...drtt...
“Siapa tuh?” gumamnya.
“Yoboseyo” kata Nayana sambil terkekeh geli. Ia meniru kata-kata di Drakor yang sempat ia tonton kemarin.
“Hah?” kata seseorang diseberang sana.
“Hehe engga. Apaan Ta?”
“Anjir santai banget lo. Lo gak masuk sekolah hah? Kok gak ngabarin gue sih” kata Okta menggebu-gebu.
“Shit! Gue lupa anjir ini masih hari Rabu gue kira hari Minggu” Nayana panik bukan main setelah mengecek kalender tanggal hari ini.
“Emang Mama lo gak bangunin apa?”
kata Okta seperti berbisik. Nayana dapat mendengar suara Bu Rosa sedang menjelaskan materi disana.“Mama sama Papa gue kayanya pergi pas Subuh tadi” jelas Nayana. Saat Subuh tadi Ia sempat mendengar suara gerbang terbuka. Semalam ia sempat mendengar Adrian menyampaikan pada Devina bahwa besok pagi-pagi mereka akan melakukan perjalanan bisnis.
“Gimana dong Ta? Kalo masuk juga uda telat banget ini” panik Nayana. Ini sudah lewat 1 jam mata pelajaran. Bisa-bisanya ia lupa memasang alarm semalam. Sudah tau Mama nya tak bisa membangunkannya seperti biasa.
“Kalo gue yang izinin juga gabakal bisa Na. Lo tau sendiri sekolah kita peraturan nya gimana kan” Okta ikut panik.
“Itu kenapa telponan? Kamu main handphone disaat jam pelajaran?”
“Anjir Ta” Nayana mendengar suara Bu Rosa yang sepertinya mengarah kepada teman nya itu.
“Shit!” Okta buru-buru mematikan sambungan itu.
“Sini handphone kamu!” kata Bu Rosa yang sudah berdiri didepan Okta dengan tatapan tajamnya.
“Ta-tapi buk tadi say-”
“Tidak ada bantahan. Kasih saya atau keluar dari kelas ini?” sarkas Bu Rosa. Kejadian itu pun tak luput dari pandangan murid-murid di kelas Akuntansi itu.
Mau tak mau dengan berat hati Okta memberikan benda pipih itu. Sudah tak ada Nayana, handphone nya disita, sudah dipastikan ini hari yang buruk bagi Okta.
KAMU SEDANG MEMBACA
INSECURE (On Going)
Teen FictionIni tentang gadis yang menjadi pengagum rahasia seorang lelaki bertahun-tahun lamanya. Tak ada satupun orang yang tau akan perasaan nya termasuk teman dekatnya. Seorang gadis biasa yang hanya bisa memendam rasa. Nayana Refania ,gadis yang jauh dar...