Chapter 19 : Murid baru

161 14 0
                                    

           “Semesta hanya mengizinkan aku
            untuk mengangumi nya, bukan
                               memilikinya”
            -Masih denganku, gadis kecilmu-
____________________________________

Nayana mematung. "Darren?"

*tringggg

"Sudah-sudah bubar, masuk kedalam kelas masing-masing" kata guru laki-laki berkumis itu.

Disepanjang lorong menuju kelas Okta asik mengoceh membicarakan cowok tadi. Nayana hanya menyahuti dengan anggukan dan gelengan saja. Ia masih sedikit terkejut dengan itu. Tu orang kenapa bisa sekolah disini sih, kata Nayana dalam hati.

"Lo gapapa?" muncul Gavin tiba-tiba. Pasalnya Nayana tak ada kabar selama setengah jam tadi. Gavin takut bahwa gadis ini terluka diluar sana.

"Gue gapapa Gavin" Nayana sampai melupakan temannya yang satu ini. Dari raut wajah lelaki itu kembali seperti tadi pagi. Penuh kekhawatiran dan tak bisa tenang dibangkunya.

"Lo demam? Kok panas dingin" bingung Nayana. Keringat muncul di pelipisnya. Gavin menggelengkan kepalanya cepat. Nayana memberikan botol minum nya yang berisi air putih itu. Lelaki itu segera meminumnya hingga tandas tak tersisa.

"Lo kenapa hey, rilex okay. Jangan panik. Gue gapapa Gav. Lo tenang ya" Nayana kelabakan sendiri. Ia menepuk pelan pundak lelaki itu seraya mengelap keringat di dahi lelaki itu dengan tisu milik nya.

Setelah 5 menit lamanya Gavin bisa menetralkan mimik wajahnya. Nafasnya juga sudah beraturan. Tatapannya tak penuh lagi dengan kecemasan.

"Na jangan pergi ya" kata Gavin tiba-tiba. Nayana yang sedang menulis materi itu menoleh heran. "Gue gak kemana-mana Gav, gak pengen ke toilet juga" sahut Nayana.

Bukan, bukan itu maksud Gavin. Kata 'jangan pergi ' bagi Gavin bermaksud Nayana tak boleh pergi dari hidupnya. "Lo belum makan kan? Nih gue beli roti sama susu vanilla kesukaan lo" ucapnya seraya menyodorkan makanan yang sempat ia beli tadi. Gavin sempat kekantin tadi saat jam istirahat bermaksud ingin melihat Nayana makan dengan tenang disana, tetapi malah nihil ia tak melihat gadis itu. Kantin juga terlihat sepi, maka dari itu Gavin panik karena pikirnya ia tak bisa menjaga Nayana dengan baik.

"Yaampun Gav ngerepotin, makasih banyak ya" kata Nayana tak enak. Memang ia tak jadi makan dikantin tadi, mangkanya sekarang perutnya sakit karena tak terisi apa-apa.

Gavin mengangguk tersenyum. Rasanya melihat Nayana makan dengan tenang disamping nya sudah bahagia rasanya. Mereka sedang free class, jadi gadis itu bisa leluasa menulis sembari menikmati roti pemberian Gavin itu.

"Guys waktunya 5 menit lagi. Bagi yang udah selesai catatannya kumpul sama gue didepan sini" kata Al si ketua kelas.

Para murid akuntansi itu mengumpulkan buku mereka satu per satu. "Jumlah nya 29 kurang 1" teriak Al.

"Satria gak masuk" sahut Adellia.

Nayana melihat kearah bangku Satria. Lah baru nyadar gue tuh anak satu kaga masuk, katanya dalam hati.

"Oh iya lupa" ucap Al.

"Lo pulang sama siapa nanti?" tanya Gavin tiba-tiba.

"Hah gue?" tanya Nayana. Gavin mengangguk.

"Gue dijemput Papa kayanya" bohong Nayana. Biasanya ia pulang bersama Okta, tetapi terkadang pulang seorang diri juga.

Gavin mengangguk. "Gue boleh min-"

Drttt...drttt...

Handphone punya Nayana bergetar diatas mejanya. Nayana yang hendak mendengar perkataan Gavin itu malah mengarahkan perhatiannya pada benda pipih itu.

INSECURE (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang