"Kejar, kejar terus. Jangan sampai dia bisa keluar dari sini." Kata-kata yang keluar dari mulut para pribumi bisa dimengertinya dengan baik.
Beberapa saat yang lalu, dia hanya terpisah sebentar dari rombongan patroli untuk buang air kecil, ketika dia kembali dan menyusul para rekan, para pribumi tak tau diri sudah mencegatnya. Mereka membawa arit, pedang dan senjata tajam lainnya, merasa terancam dia menembak ke batang pohon, memberi peringatan.
Jasper memang anggota militer, tapi dari kecil dia hidup dalam kemewahan dan tidak pernah membunuh apapun kecuali binatang buruan. Bagaimana bisa dia membunuh manusia, walaupun mereka adalah inlander rendahan.
Mendengar letusan senjata, para pribumi malah semakin beringas, mereka lari menerjang dengan senjata terhunus siap menerkam. Dengan tangan gemetaran Jasper membidik orang-orang di depan, Dua tembakan pertamanya tak menemui sasaran. Hanya daun yang robek menjadi penanda peluru pernah mampir disana. Orang-orang itu semakin dekat, Jasper menghirup nafas cepat, menenangkan diri dan kemudian kembali menembak.
"Dor...dor...."
Kali ini dua tembakannya mengenai sasaran, dua orang roboh dengan luka di dada. Perasaan mual hebat melanda dirinya melihat dua orang mati di tangannya.
"Tidak apa-apa, tidak berdosa, jika bukan mereka, maka kau yang mati," ucapnya dalam hati. Sementara wajah para pribumi semakin mengeras, mereka murka melihat rekan sebangsanya tewas.
"TANGKAP, BUNUH DIA!" Teriak salah satu diantara mereka memberi komando.
Para inlander terkutuk itu semakin membabi buta, lari mereka bak kerasukan setan. Jasper menarik pelatuk senapannya. Tek, tek. Hanya bunyi yang terdengar, pelurunya habis. Ingin dibuangnya senapan tak berguna ini. Tapi tak ada waktu, dia segera berputar dan lari sekencang-kencangnya.
"Papa pasti bangga bila melihatku bisa lari secepat ini," pikirnya.
Hampir saja dia menabrak pohon saat berpaling ke belakang, melihat para inlander yang mengejarnya. Mereka lari cepat sekali, dasar babu, kalau diperintah geraknya lambat, tapi sekarang mereka bisa bergerak cepat. Sumpah serapah memenuhi otaknya. Hingga dia tidak melihat kemana kakinya berpijak, setumpuk daun-daunan di pinggir jalanan curam.
Tubuhnya sontak terjatuh berguling-guling ke bawah, untung saja jatuhnya tidak dalam. Dan dia mendarat di antara rumput-rumput hijau yang tinggi, tapi kakinya sakit sekali. Di atas sana, pribumi yang mengejarnya mulai terlihat, dia makin merendahkan diri di rumput, berharap tidak terlihat.
Jasper menahan nafasnya yang tersengal-sengal, berharap orang-orang itu segera berlalu. Di saat yang sama terdengar langkah kaki mendekat, refleks senapannya berubah arah, seorang gadis pribumi memakai kebaya hijau dan membawa bakul rotan entah sejak kapan berdiri di depannya. Tak seperti kebanyakan pribumi, gadis ini bahwa tidak menundukkan kepala atau merasa takut berhadapan dengan Belanda sepertinya.
"Pergi!" serunya.
Tapi gadis ini nampak tak bergeming.
"Meneer terluka?"
"Bukan urusanmu, enyahlah dari sini, inlander kampungan."
"Saya membawa daun untuk obat, kaki meneer berdarah, ini pasti berguna untuk meneer."
Gadis itu mengambil beberapa helai daun hijau dari bakulnya.
"Kau dokter?"
Gadis itu menggeleng.
"Oh, tentu saja bagaimana bisa inlander menjadi dokter. Tabib? atau dukun kampung?"
Sekali lagi gadis itu menggeleng.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jasper & Tiana
Historical FictionKisah cinta antara seorang Belanda totok dengan wanita pribumi. Menjadi tentara di KNIL adalah hal yang tak pernah terlintas dalam benak Jasper van Dijk, gaji yang ditawarkan pemerintah memang mengiurkan, tapi sebagai anak tuan tanah kaya raya, gul...